Prolog

14.1K 355 1
                                    

Hari-hari terakhir Mentari di Indonesia. Ia sengaja menghabiskan waktu-waktunya bersama Reandra. Dalam benaknya, setelah kembali ke Berlin, ia mungkin tidak akan bisa ketemu dengan Reandra lagi. Ia tidak lagi memikirkan perasaannya kepada Reandra.

Entah rasa sukanya kepada Reandra terbalas ataupun tidak, ia hanya ingin bisa membuat Reandra merasa bahagia. Ia menemui Reandra di kontrakannya dan membawakan makanan kesukaan Reandra dan tidak lupa ice vanilla latte kesukaan mereka berdua. Kedatangan Mentari secara tiba-tiba bukanlah hal yang baru. Ketika Ulin masih tinggal bersama Reandra, ia selalu datang menemui Ulin sekedar curhat ataupun kadang masak makan malam bersama. Sehingga rumah itu sudah tidak asing baginya. Di sisi lain Reandra dan Ulin sudah ia anggap sebagai sahabat bahkan saudara.

"Tar, thanks ya. Kamu masih aja ingat makanan favorit aku. Terakhir aku makan ini saat malam terakhir Ulin disini bareng Jay," ucap Reandra sambil makan di depan TV.

"Iya Ndra. Selalu ingat kok. Oiya masalah jodoh. Tuhan ngerahasiain banget ya sama kita. Lihat aja Jay sama Ulin. Gak pernah pacaran, ehh Jay malah ngelamar Ulin. Lucu ya. Dan uniknya lagi, Jay adalah sahabat terbaikmu. Seakan Tuhan mempertemukan kita dengan seseorang lewat berbagai cara dan rencana yang telah Tuhan kemas sebaik-sebaiknya," ucap Mentari menatap Reandra tersenyum.

"Iya Tar, aku setujuh banget. Jodoh, rezeki maupun kematian sudah Tuhan gariskan kepada kita sebelum kita lahir. Dan semua itu hanya Tuhan yang tau, yang perlu kita lakuin hanya berusaha dan berdoa. Selebihnya biar Tuhan yang mengaturnya," ujar Reandra.

"Oiya Ndra, boleh aku nanya sesuatu?"

"Apa Tar?"

Mentari menolehkan pandangannya ke arah Reandra. Kemudian ia tersenyum. "Ndra, untuk pertama kalinya aku jatuh cinta pada seseorang. Tapi aku sadar waktunya tidak tepat. Dan untuk pertama kalinya juga aku juga harus merasakan patah hati saat aku tau orang itu telah memilih orang lain. Apakah aku harus mempersalahkan takdir ataukah aku harus mengakui bahwa cinta emang tidak harus memiliki?" Lirih Mentari dengan sorot mata mencuat sendu.

Reandra menyadari kata-kata Mentari yang terdengar begitu lirih, "Tar, aku minta maaf ya. Aku gak pernah bermaksud menyakiti perasaan kamu. Jujur Tar, sejak pertama kali aku ketemu kamu hingga sekarang, aku menyukai segala hal tentang kamu. Bahkan sekarang aku gak bisa memahami apa yang aku rasain. Dan tentang Aulia. Dia adalah cinta pertama aku Tar. Aku memang pernah berpikir dia begitu jahat ninggalin aku tanpa kabar sedikitpun. Tapi sejak ketemu di acara reunian itu, aku sadar bahwa dia menyayangiku hingga saat ini," jawab Reandra menatap wajah Mentari.

"Aku ngerti Ndra. Setidaknya aku udah ngasih tau kamu apa yang membuatku tersiksa. Mungkin aku memang patah hati, tapi bukan berarti aku membencimu atau akan marah sama kamu. Gak. Aku bahagia memiliki sahabat sepertimu. Dan Aulia pantas mendapatkan laki-laki sebaik kamu Ndra," ujar Mentari yang perlahan meneteskan air mata.

"Kamu adalah sahabat terbaik aku Tar, sama seperti Jay dan almarhum Heldy. Kalian adalah bagian dari hidup aku. Semoga suatu saat kamu akan menemukan laki-laki yang lebih baik dari aku." Reandra menghapus air mata yang mengalir di pipi Mentari. Kemudian ia memeluk Mentari dengan penuh rasa bersalah di hatinya.

Air mata Mentari semakin deras membanjiri punggung Reandra. Karena ia tau, ini adalah malam terakhir ia bertemu dengan Reandra. Ia sengaja tidak memberi tahu Reandra soal kepulangannya ke Berlin. Ia tidak ingin membuat Reandra terbebani dan menggangu pikirannya.

* * * * *

Cinta diujung Istikharah [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang