Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
____ |A| |B| |A| |N| |G| |K| |U|
. . .
"Abang, minggu ada jadwal, nggak? Temenin adek nonton film ini, ya? Kita kan udah lama enggak nonton bareng, main bareng, pergi bareng. Cuma kali ini doang, please!"
"Sibuk."
. . .
Kau tahu?
Setiap manusia lahir dengan berbagai kubu yang saling bertolak belakang. Baik dan buruk, benar dan salah, beruntung dan sial, hidup dan mati. Semua itu selalu ada beriringan dengan tiap langkah mereka mencoba untuk pergi.
Kemana pun dan dimana pun itu.
Mereka lahir dengan berjuta mimpi dan harapan, serta membawa skenario Tuhan yang baru. Yang akan mereka perjuangkan kelak.
Setiap orang juga memiliki haknya masing-masing. Hak untuk bahagia, tertawa, menangis, menyesal, mengenang, dan melepas. Mereka punya warna-warna kehidupannya sendiri.
Mereka juga berhak berbagi warna, tapi tidak dengan mengambil atau mencampurtangani.
Untuk itu, mereka yang lahir adalah sebuah anugerah paling indah dari Tuhan. Bukan wujud dari sebuah kesalahan, kesialan, mimpi buruk, ataupun aib.
Begitu juga dengan semua skenario kehidupan yang ditulis sendiri oleh Tuhan. Semuanya indah, tidak ada yang tidak adil. Tuhan tak pernah memilah-milih. Dia adalah keadilan yang paling adil.
Jadi, tergantung bagaimana kamu akan menata jalan hidupmu sendiri.
Jika kamu merasa sudah terlambat atau menyesal, dan berujung dengan menyalahkan diri sendiri. Percayalah itu tidak ada gunanya. Menangislah jika kamu ingin menangis, tapi coba tegakkan kepalamu dan lihat siapa yang ada disekitarmu. Dunia masih menantimu.
Menanti akan permintaan maafmu.
Untuk itu, kamu juga harus mengerti apa itu arti sebuah keluarga.
Keluarga adalah rumah, tempatmu pulang. Keluarga bagaikan pohon tempatmu berteduh. Jika kamu ingin merasa teduh, maka rawat dan jaga pohon itu sampai akhir.
Apa aku terlalu puitis?
Maaf, tapi aku ingin mengenang semuanya lagi. Aku ingin membagi ceritaku agar saudara bodohku itu tahu, kalau aku menyayanginya.
Memutar kembali cerita jadul itu.
Mengingat kembali betapa bodohnya abangku itu.
Berharap bisa menghapus lukanya, menghapus air matanya, dan mengatakan semuanya sudah baik-baik saja.
Aku ingin kembali ke masa itu. Masa dimana kami hanyalah sepasang saudara yang masih berpikir kekanak-kanakan. Yang bahkan belum berani untuk menyebrang jalan.
Aku rindu dia.
Rindu dengan segala umpatannya, kelakuannya selalu membuatku ingin menangis, kasih sayang yang diam-diam diberikannya, dan air matanya yang begitu hangat.
Tuhan, tolong maafkan dia.
Bagiku, dia hanyalah manusia yang sedang kalut karena rasa sayangnya sendiri. Rasa peduli yang membuatnya takut sendiri. Semua dilakukannya bukan untuk diri sendiri, tapi keluarganya.
Jika sekarang aku masih bisa memiliki harapan, bisakah aku berharap seperti itu? Bisakah aku menukar mimpiku hanya untuk kebahagiaannya?
Tidak peduli dengan semua yang telah dilakukannya. Bagiku dia hanya membutuhkan kasih sayang. Dia adalah abangku, saudaraku, dan aku mengerti bagaimana dia disaat yang lain tidak mengerti.
Aku tahu kapan dia merasa sedih dan bahagia. Karena kami tumbuh bersama dan hidup di lingkungan yang sama.
Aku hanya ingin dia bahagia tanpa mengenang masa lalunya yang kelam. Aku ingin melihatnya bertingkah konyol dan meresahkan seperti dulu lagi.
Aku dan dia sama-sama salah satu anugerah Tuhan, maka dari itu tolong keluarkan dia dari penyesalan yang sama sekali tidak ada gunanya itu. Lindungi dia dari rasa takutnya sendiri.
"Jangan cemas, aku memelukmu sekarang."
♪ ♬ ♬ ♪
To be capek...
Pusing, ya?
12, Agustus 2018
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.