Pt. 8 | How do I

631 77 10
                                    

___|A||B||A||N||G||K||U|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___
|A|
|B|
|A|
|N|
|G|
|K|
|U|


"Aku akan memanggilmu dengan nama Nana. Apa kau suka?" tanya Raey kecil.

Yuna kecil tampak berpikir mengenai nama itu. Mata besarnya memandang abangnya yang terlihat menunggu jawaban darinya. Detik berikutnya dia mengangguk suka.

"Lucu. Apalagi kalau bang Rae yang memanggilnya. Nana suka."

"Kalau gitu mulai sekarang aku akan memanggilmu Nana. Ingat itu, Nana."

Raey merasa flashback dengan selembar foto yang ada di tangannya sekarang. Foto yang mengabadikan dirinya dan anak bernama Nana itu di masa kecil. Ingatan itu masih sangat membekas. Tapi sakit tiap kali memikirkannya.

"Nana-ku. Sekarang tidak ada lagi. Kau hanyalah Yuna. Tidak lebih."

Raey kembali menyimpan foto masa kecilnya di antara bingkai-bingkai foto yang ada di atas meja belajarnya. Mungkin hanya itu foto yang tersisa untuk mengingat masa kecilnya dengan gadis bernama Nana.

"GUE BENCI PUNYA ABANG KAYA LO!"

Kata-kata itu masih saja terngiang di benaknya. Entah. Dia tidak tahu harus seperti apa mengekspresikan emosinya. Apakah senang, sedih, atau kecewa. Semuanya sama saja. Tidak ada yang bisa mengekspresikannya.

Sebenarnya, apakah dia juga membenci adiknya atau dirinya sendiri?

Labil.

Padahal dia yang membawa masalah ini. Tidak, maksudnya dia yang memperbesar masalah ini. Tapi dia sendiri malah yang menyesatkan dirinya dalam sebuah labirin hampa. Tidak ada jalan keluar. Semuanya buntu.

"Maaf."

Tunggu, apa? Barusan dia meminta maaf. Tapi untuk siapa dan karena apa. Apa dia salah membaca dialog. Seorang Raey baru saja meminta maaf. Ini pasti sebuah kesalahan.

Detik berikutnya dia keluar dari kamar yang bernuansa abu-abu dan putih itu. Mencoba menemukan seseorang yang pernah berarti baginya.

Mungkin.

Dari ketinggian tiga meter lebih, tepatnya di lantai dua. Raey bisa melihat perempuan itu. Perempuan yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Menyerakkan semua makanan dan mengotori lantai beserta karpet bulu kesayangan.

Layaknya orang gila, perempuan itu tertawa sendiri di depan televisi.

"Bacot. Bukan dia yang gue cari."

Raey melangkah pergi setelah merasa jijik melihat tingkah Yuna yang bukan seperti perempuan pada umumnya. Semua orang juga sudah tahu fakta itu. Dia menyambar kunci keretanya dan pergi ke rumah Angga.

♪ ♬ ♬ ♪


Satu menit yang lalu kudengar kereta bang Raey keluar dari pelataran rumah. Ini sudah biasa. Hampir setiap hari dia akan pergi keluar dengan keretanya, tidak tahu ke mana.

Dear Brothe[r] | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang