Pt. 23 | End: I do not want to go

671 55 5
                                    

See you--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you--


___
|A|
|B|
|A|
|N|
|G|
|K|
|U|

"BANG RAEY!"

"Hai, Na."

Itu ternyata papa dan bang Raey yang mengekori papa dari belakang. Kupikir perawat yang biasanya mengecek tekanan darahku. Menanyaiku dengan banyak pertanyaan yang sama. Tentang apa yang kurasakan akhir ini dan baru saja.

Sumpah demi apapun rasanya mau lompat dari bangsal sialan ini terus peluk bang Raey yang baru datang. Tapi ingat kalau banyak alat bantu medis yang mengikatku layaknya tahanan. Tidak akan membiarkanku lepas begitu saja.

Alhasil bang Raey yang mendatangiku dan langsung memelukku erat. Menenggelamkan kepalanya di atas bahuku. Ah, aku bisa mencium aroma parfum yang biasa dikenakannya lagi. Jujur aku hampir lupa wanginya seperti apa selama dua bulan belakang ini.

Tiga detik berikutnya bang Raey melepaskan pelukan itu. Membenahi rambutku dan membelainya lembut. Lalu menatapku dengan matanya yang lembut dan tersenyum menenangkan. Hei, entah kenapa aku merindukan tatapan elangnya.

Ggg.

Mungkin aku akan teringat masa lalu jika melihat matanya yang setajam elang itu. Demi apapun aku tidak berani.

"Kok nggak kabarin Yuna mau ke sini?"

"Sengaja mau buat lo terkejut. Hhh."

Jahat memang tapi sayang. Tapi gimana ceritanya kalau aku nanti jantungan, hah? Bukannya malah tidak baik untuk masa penyembuhanku? Kampret.

Tapi masalah itu aku tidak ambil pusing lagi. Yang terpenting bang Raey sudah sampai dengan selamat ke sini. Itu saja sudah membuatku bahagia, ditambah dia yang memang benar-benar ada di sini sekrang.

Ah, kenapa Guan tidak datang? Ya! kau tidak boleh egois, Na!

Dia mungkin lagi sibuk dengan satu dan beberapa hal. Terlebih lagi dia pasti sudah menghabiskan waktu berharga bersama keluarga kecilnya sekarang. Bisa jadi juga dia sedang memikirkan hasil ujiannya. Nilai dan peringkatnya, atau beasiswanya.

Aku rindu rumah.

Jadi wajar kan kalau aku bersikap egois begini. Dua bulan lebih kuhabiskan waktu hanya untuk rebahan di atas bangsal rumah sakit. Terperangkap dalam ruangan persegi yang membosankan. Tidak ada yang kukenal selain papa dan kak Dhea.

Dear Brothe[r] | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang