Pt. 3 | Damn Monkey!

1.2K 94 22
                                    

___|A||B||A||N||G||K||U|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___
|A|
|B|
|A|
|N|
|G|
|K|
|U|

Tepatnya pukul 11.29 malam. Aku terbangun karena mendengar suara mobil yang baru masuk ke dalam garasi rumah. Kalau dari suara berat knalpot dan klaksonnya yang nyaring, kuyakini kalau itu adalah mobil papaku.

Baru pulang dari luar kota. Ah, aku sangat merindukannya, tapi hari sudah terlalu larut untukku yang notabenenya anak sekolah. Papa biasanya pulang dua minggu sekali. Juga tidak menentu pulangnya setiap hari apa. Selalu saja memberiku kejutan.

Padahal aku sudah memintanya untuk bekerja di tempat yang lebih dekat, tapi bukan papaku namanya kalau tidak keras kepala. Alasannya gaji lebih besar dan namanya memang sudah besar di sana. Jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Sementara bundaku seorang dokter di rumah sakit yang mungkin terbilang besar. You know lah, seribet apa seorang dokter itu. Sekalinya pasien datang, jumlahnya minta ampun. Aku bersumpah tidak akan mengikuti jejak bundaku. Lagi pula otakku juga tidak akan sampai.

Akh, entah bagaimana ceritanya sampai kedua insan tersibuk ini bisa bertemu dan saling mencintai.

Jarang ada waktu buat menghabiskan quality time bersama keluarga. That's what i always feel.

Bahkan kemungkinan keluarga ini bakal selalu akur, damai, dan tentram, aku meragukannya. Melihat gimana Raey yang menjauhiku, menjauhi papa dan juga bunda, serta orang tuaku yang jarang ada di rumah.

Sesak, rasanya sangat sakit begitu memikirkan tentang jauhnya keluarga ini.

Amit-amit! Damn, it! I hate my mind!

Sebenarnya apa arti keluarga bagiku dan bagi mereka. Apa persepsi kami berbeda? Tentu tiap orang memiliki persepsi yang beda-beda, goblok.

"Nggak peduli sejelek apapun rumahmu, tetap saja itu akan menjadi tempat pulangmu."

Itu kata Mea. Dia satu-satunya tempatku mencurahkan segala isi hatiku. Bagiku dia lebih dari seorang sahabat. Dia juga seperti saudara bagiku. Seorang kakak yang siap melindungi adiknya. Itu yang kurasakan dari Mea.

Yah, setidaknya aku punya lebih dari satu tujuan ketika ingin kembali pulang.

Ah, mataku perih. Tidak, lebih tepatnya menangis?

Yang membuatku merasa lebih hancur adalah, apakah aku lahir dalam bentuk kesalahan?

"Bangsat," bisikku pelan sebelum melanjutkan tidurku yang berharga.

♪ ♬ ♬ ♪


Minggu.

Meoow! Meeoow! Miaauu!

Tanganku mulai meraba seluruh bagian kasur walau mataku yang masih nyaman dengan penutup mata bergambar kucing. Menyelusup ke bawah bantal, selimut, bahkan tubuhku sendiri. Aku mencari dimana keberadaan HP ku. Pasalnya dia berisik sekali.

Dear Brothe[r] | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang