Pt. 19 | Real Dumb

644 60 5
                                    

___|A||B||A||N||G||K||U|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___
|A|
|B|
|A|
|N|
|G|
|K|
|U|

"Masuk."

Ya gitulah suara yang terdengar dari dalam setelah kuketuk pintu ruangan Om Sean. Bynda bilang  aku langsung ke sini untuk mengambil hasil tes DNA itu. Aku tidak tahu kenapa bunda memintaku sebagai wakilnya. Mungkin dia juga memikirkan hal konyol yang sama sepertiku dan bang Raey?

Tentang dia yang akan memalsukan hasilnya dan semua kembali berjalan dengan lancar layaknya skenario sinetron dan drama di stasiun-stasiun TV Indonesia raya tercinta.

Ah, sayang kali skenario hidupku yang ditulis sendiri oleh Tuhan, tidak semulus pantat bayi. Bukan berarti aku tidak bersyukur. Yah, mungkin inilah cobaan yang diberikan-Nya untukku. Aku selalu ingat, Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan hamba-Nya.

Okay. Tidak usah buang-buang waktu lagi, langsung saja kubuka pintu itu dan kembali menemukan sebuah pemandangan yang sama. Di mana Om Sean tengah disibukkan oleh pekerjaannya. Tidak lupa dengan tangannya yang menunjuk ke arahku lalu ke bangku yang ada di depan mejanya. Oh, dia mengisyaratkan padaku bahwa aku dipersilahkan duduk.

Ya, gitulah.

Aku duduk dan mulai membuka percakapan dengannya. Yang aku yakini percakapan ini akan melibatkan kontak mata serius. Berbeda dari pertemuan sebelumnya, Om Sean hanya melihat ke arahku saat sosokku berada di ambang pintu. Tapi kali ini aku sudah tidak merasa grogi, gugup, malu-maluin dan sebagainya.

Karena ini menyangkut hal serius. Selain menerima hasil tes DNA, aku akan menanyakan tentang gejala-gejala aneh yang mulai bermunculan di tubuhku. Meskipun itu melibatkan contoh darahku yang harus diambil sekali lagi. Ah, aku tidak tahu sudah berapa banyak aku kehilangan darahku ini.

1 liter? Ah, jangan bercanda. Aku bisa mati. Maybe?

"Yuna mewakili bunda buat mengambil sendiri hasil tesnya," ungkapku setelah kesenyapan menyelimuti atmosfer ruangan ini. Sepertinya aku mulai banyak melamun.

"Ah, gitu. Tunggu bentar, ya. Dikit lagi," balasnya yang masih meladeni tumpukan-tumpukan kertas di atas meja kerjanya. Jujur, aku kurang tahu itu kertas untuk apa. Sesulit itukah menjadi seorang dokter?

Kutunggu Om Sean menyelesaikan pekerjaannya sambil memainkan game di ponselku. Kuakui, terkadang game itu juga sangat bermanfaat dan dibutuhkan dalam situasi tertentu. Misalkan kau sedang merasa stress, sedih, bosan, sedikit bosan dan terlalu bosan atau yang lain semacamnya.

"Em, kenapa mbak mendadak minta Om buat tes DNA darahmu dan darah suaminya, apa terjadi sesuatu di rumah?" tanya Om Sean tiba-tiba. Ah, fokusku langsung terpaling dari game tadi dan segera menjawab kuis mendadak itu.

Dear Brothe[r] | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang