Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
___ |A| |B| |A| |N| |G| |K| |U|
Bodoh, ya?
Entah untuk yang keberapa kalinya aku coba lari. Nyatanya semua rasa sakit itu akan tetap mengejarku bahkan dikegelapan sekalipun. Tidak ada satupun yang bisa menolongku. Jadi kupikir, akan lebih baik bila aku tetap berlari.
Malam itu, aku tidak tahu dan tidak ingin peduli dengan apa yang terjadi. Aku langsung pergi ke kamar dan berusaha mengurung diri di dalam sana. Ada banyak kepahitan yang menungguku di balik pintu. Aku tidak berani untuk membukanya.
Jadi hari ini aku memilih untuk bolos sekolah. Lagipula baru kali ini dan hanya untuk hari ini. Aku sama sekali belum pernah mengambil cuti. Apalagi sekarang aku sangat butuh waktu untuk menenangkan diri.
Semakin banyak masalah yang memenuhi benakku, dan itu sungguh membuatku merasa pusing. Sebenarnya apa yang menjadi akar dari permasalahan ini. Apa yang membuat bang Raey bicara sampai kelewatan gitu. Aku masih belum mengerti sama apa yang dituduhkannya pada bunda, ibunya sendiri.
Ah, ayolah. Semua masalah pasti ada penyelesaiannya, kan? Tidak ada asap kalau tidak ada api. Jadi apa yang menyebabkan masalah ini timbul. Aku yakin ini hanya sebuah kesalahpahaman.
Wait.
Bang Raey nggak bakal bilang gitu kalau dia punya persepsinya sendiri. Dia tidak mungkin hanya mengasal, karena ini masalah serius. Bang Raey pasti punya alasan dan bukti untuk mengatakannya.
Kalau ini sebuah drama seperti di sinetron, drakor, dracin, atau film pun, apa yang bakal dilakukan si tokoh utama. Otak, berpikirlah kali ini. Heol, apa aku harus membongkar isi rumah ini?
Berarti, aku harus keluar dulu dari sini. Tidak apa, nggak akan ada yang menggingitku di luar. Lagipula di luar tidak ada orang. Bagaimanapun, aku harus menyelesaikannya sebelum masalah ini semakin runyam.
Aku keluar dari kamarku dan memastikan tidak ada orang di rumah. Lalu segera menerobos masuk ke dalam kamar bang Raey. Entah kenapa tapi kamar itu yang paling utama terlintas dibenakku.
Mungkin memang ini keberuntungan bagiku karena anak itu ternyata lupa mengunci pintunya. Ah, waktu itu juga begini. Apa dia tidak mau mengunci kamarnya lagi?
Aku harus cepat-cepat mendapatkan bukti seutil apapun itu. Sebisa mungkin aku membongkar kamar ini tanpa merusaknya sama sekali. Aku selalu merapikannya seperti semula. Mulai dari rak buku, meja belajar, meja nakas, di bawah kasur, keranjang baju, dan lemari. Tapi aku belum menemukan apa-apa.
Wait.
Balkon belum kuperiksa. Tapi pas mau buka pintu ke balkon, ternyata dikunci sama dia. Gila nih anak, ya. Pintu kamar nggak dikunci, giliran pintu balkon dikunci. Otaknya lagi nge-job nggak, sih? Ambil shift malam kali, ya.