Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Suara-suara pemberitahuan yang berisik mulai mengusik telingaku. Derap langkah ratusan bahkan lebih manusia yang berlalu lalang. Desas-desis suara mereka yang seperti berbisik kuat. Terakhir, aroma khas bandara yang sangat kuat.
Bisa kau tebak di mana aku berada sekarang.
Tepatnya di atas kursi roda dengan beberapa alat bantu medis. Ditemani dengan Mea, Hani, Guan, bang Raey, Kak Angga, Guan, Bunda, dan kak Dhea. Perawat yang selama dua minggu lebih ini ditugaskan buat menjagaku di rumah sakit kalau papa atau bunda tidak ada. Ah, papa lagi ke toilet sebentar katanya.
Oke, jadi tinggal sekitar kurang lebih sembilan belas menit lagi aku, papa, dan kak Dhea akan berangkat ke Singapura. Hei, mendadak semua badanku berat rasanya untuk meninggalkan mereka. Tapi apalah daya, aku sekarang bukam berjalan pakai kaki. Melainkan dua roda yang menempel pada kursi yang kududuki sekarang.
"Na." Guan memanggilku lembut.
"Jarak itu garis lurus yang menghubung dua titik. Dalam radius 1.148 km, gue ada di posisi awal dan lo di posisi akhir. Sesuai definisi, kita masih terhubung. Cuma dipisahkan dengan bentangan air di laut. Tanah kita beda, tapi langit dan bumi kita masih sama. Tunggu gue sampai melakukan perpindahan ke posisi akhir."
Guan jongkok tepat di hadapanku. Lagi-lagi anak itu membuahiku dengan kata-katanya yang manis. Yang sebenarnya aku tidak terlalu mengerti apa maksud dan tujuannya. Tinggal bilang jangan lupakan dia saja malah berbelit-belit.
Tapi tidak apa, setidaknya aku benar-benar tidak akan melupakannya.
"Intinya gue rindu sama lo. Cukup ingat suara gue. Karena gue nggak mau lo cuma dengar ini dari ponsel. Gue mau lo dengar langsung. Gue benci perantara."