Dont Be Noisy

2.3K 201 107
                                    

"Mudah membuatku benci, bernyanyilah!"

- Rean Kainand -

🍀

Mata dan kepala Rean berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mata dan kepala Rean berat. Bangku yang keras sekejap bisa ia sulap jadi bantalan empuk. Rean tahu ini bukan posisi nyaman, tapi rasa kantuknya sangat luar biasa. Lima menit saja ia ingin bisa terlelap tidur.

Tapi... seorang memukul kepalanya dengan gulungan kertas tebal. Mau tidak mau kegiatan tidurnya terganggu. Dengan sinis ia lihat si pengganggu itu. Sedang berdiri tegap, tangannya berkacak pinggang. Gulungan kertas yang dipegangnya jadi barang bukti atas senut-senut di kepala Rean.

"Kau datang ke sekolah untuk belajar atau tidur?" nadanya sarkatis. Itu guru sekaligus wali kelasnya, bu Kimmy.

"Apa disetiap pelajaran kau selalu tidur seperti ini?" lanjut bu Kimmy. Rean membisu. Bukan karena kehabisan kata-kata untuk menimpali, tapi lebih kepada ia belum sadar betul dari kantuknya.

"Daripada aku melihatmu tidur di pelajaranku, lebih baik kau keluar!" bu Kimmy membentang tangan kanannya, menunjuk pintu keluar dan berisyarat untuk mengusir.

Semua mata mengarah padanya. Mereka dapat tontonan menarik dari bu Kimmy yang menggerutu marah dan wajah Rean yang kusut masai.

Rean menghela napas untuk kemudian keluar kelas seperti yang diperintahkan.

Tidak banyak yang dilakukan teman-teman sekelasnya, selain terdiam seperti habis disiram air es.

Rean sempat melakukan kontak mata dengan Eza yang duduk di bangku depan. Hanya dua detik, selanjutnya mereka saling buang muka. Hubungan mereka memang tidak baik-baik saja, tapi selalu saja perhatian Eza jatuh pada Rean saat nama itu disebutkan. Satu bagian dirinya masih peduli pada Rean. Meskipun tidak begitu dengan Rean.

Keran air berada dekat lapangan basket. Rean berada di sana. Ia mencuci muka seperti saran bu Kimmy. Dingin yang menelusup kulit seperti tusukan jarum untuknya. Rupanya Rean butuh itu, wajahnya memang perlu kesegaran setelah semalam sulit tidur. Pikirannya bergulat dengan suara-suara di masa lalu. Tahu-tahu tanpa terasa pagi sudah datang menjelang.

Seorang siswi datang mendekat, menyalakan keran, lalu melakukan hal sama seperti Rean. Mencuci muka. Ia telah selesai, dimatikannya keran hingga menimbulkan bunyi.

KRIET! KRIET! Suaranya membuat Rean linu.

Siswi itu menoleh. Bola matanya dipenuhi wajah Rean. Saat Rean balas menoleh, siswi itu sedang tercengang. Mata melotot seolah akan jatuh ke tanah.

"Rean-kun!" desisnya.

Rean mematikan keran, sejurus kemudian melenggang pergi dari siswi berambut gelombang setinggi dada.

Siswi itu berseru. "Matte!" (1) Kemudian menghalangi langkah kaki Rean. Matanya masih melotot menapaki tiap lekuk wajah Rean.

Rean tidak merasa harus menggubris. Dilewatinya bahu siswi tersebut. Meski hal itu membuat ia dikejar lagi dan lagi olehnya.

F. E. A. R  [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang