(Book #1 F.Y.M Universe)
Kisah empat orang remaja dengan masalahnya masing-masing.
Rean Kainand, laki-laki berkemampuan Hyperacusis yaitu kepekaan terhadap suara. Ia harus menekan emosi agar telinganya tidak berdenging setiap kali emosi meningkat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi sebelum kelas dimulai, Rean mengunjungi kelas Feya. Laki-laki itu duduk di samping Feya yang melamun. Feya tidak menyadari kehadiran Rean. Sampai Rean mengetuk meja tiga kali barulah Feya terhenyak.
"Eh, Rean-kun?" seru Feya yang baru tersadar.
Rean bergeming. Matanya memerhatikan ekspresi Feya yang tak biasa. Feya tahu kemarin sore ia telah melakukan kesalahan. Kalau tidak, Rean tak mungkin mau datang ke kelasnya sepagi ini. Biasanya Feya yang selalu datang ke kelas Rean.
"Kenapa kamu pulang duluan?" Rean memulai interogasi.
"Ano~ Yicky-niichan..." Feya menggunakan Yicky sebagai tameng. "...dia minta aku pulang."
"Kamu kan bisa bilang dulu sama aku," tambah Rean.
Feya membungkuk di hadapan Rean. "Gomenasai!" Itu saja kata dari Feya.
Rean tidak lepas menyoroti bola mata Feya yang berlari kesana kemari. Rean tahu Feya menyembunyikan sesuatu, tapi tidak tahu apa.
"Feya... kamu... ga suka aku main piano?" terka Rean tanpa tendeng aling-aling.
"Hah? Suka... Aku suka sekali."
"Terus kenapa kamu pergi saat aku main?"
"Gomen Rean-kun, bukan kaya gitu. Kemarin benar-benar mendadak. Aku suka kok sama permainan piano Rean-kun. Aku malah ingin dengar lagi."
"Ga, aku ga akan main lagi."
"Eee~ jangan gitu dong Rean-kun. Aku kan udah minta maaf."
Rean mendekatkan wajahnya ke arah Feya. "Lain kali, kalo kamu mau pergi, kamu harus bilang. Aku jadi memikirkan hal aneh kalo kamu pergi diam-diam. Kamu ngerti?"
"Haik~" Feya mengangguk.
Rean menegakkan tubuhnya, ia menghela napas. Rean merasa pertemuan mereka cukup untuk sekian. Ia bersiap untuk pergi sebab si pemilik bangku sudah datang. Batang hidung Sanny sudah kelihatan di mulut pintu kelas X-3.
"Eee~ Rean-kun. Jangan pergi dulu kalo masih marah," pinta Feya seraya menangkap lengan Rean. Menghentikan. Hal itu jadi tontonan Sanny yang baru saja tiba.
Rean mendelik pada Feya. "Aku ga marah," ucap Rean bernada datar.
"Hontou ka?"
"Iya!" tegas Rean. "Jadi lepas tangan kamu. Atau nanti Sanny usir aku."
Sanny memangku tangannya di depan dada. Pagi sekali ia harus menonton drama dari dua sejoli yang cengengesan setelah kedatangannya.
"Ow ow, apa aku harus tepuk tangan buat drama yang kalian tampilkan ini?" Sanny berkelakar.