Bagian tanpa judul 7

7.9K 306 1
                                    


"Gue uda bilang, gue bakal nidurin lo."

"Coba aja kalo bis-"


Bughh.

Awww.


Perkataan Shinta terhenti.

Tiba tiba saja Rize menindih tubuh Shinta yang masih tiduran di sampingnya, entah rasa sakit yang Rize rasakan pada kakinya sama sekali tidak ia pedulikan, ia hanya ingin menantang Shinta sampai pada titik mana keberaniannya.

Rize mencengkeram pipi Shinta dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya sedikit mencekik leher Shinta, sedangkan kedua kaki Rize mengunci tangan Shinta dengan kedua lututnya agar tidak bisa bergerak.

Shinta yang tidak punya kekuasaan untuk melawan hanya bisa pasrah, tubuh Rize terlalu berat untuk di singkirkan, sedangkan posisi Shinta sudah terkunci.

Manik mata Rize menyorot sangat tajam melirik bibir Shinta yang sangat merah dan tebal. Rize masih mencengkeram pipi Shinta.

Kepala Rize sudah turun ke bawah untuk melihat bibir Shinta dengan cara dekat, sudah tidak ada jarak di antara kepala mereka berdua.

Nampaknya Rize sudah mulai tergoda oleh bibir Shinta, dengan secara kasar. Rize mecium bibir Shinta dengan paksa, meski Shinta menolak dan memberontak untuk menolak, tetapi dengan sekuat tenaga Rize bisa menahannya.

Lidah Rize mencoba masuk tetapi tidak bisa, meskipun Rize memaksa Shinta untuk membuka mulutnya. Tetapi tidak segampang seperti yang ia kira.

"Lo jangan macem macem sama gue ya SHINTA! Siapapun elo, gue gak peduli," ancam Rize yang masih dengan posisi seperti tadi.

Rize bangkit dari tubuh Shinta, dengan santainya, dia sudah kembali duduk seperti semula. Seperti tidak ada sesuatu yang barusan terjadi, dia memainkan ponselnya.

Untuk pertama kalinya gue berciuman dengan sesama wanita, tapi kok asik ya?!! Batin Rize.

"Bibir lo manis, boleh dicoba lagi gak Shi-"

Duarr.

Dengan sangat keras. Shinta menutup pintu kamar Rize dan tanpa permisi dia menyelonong keluar untuk pulang.

"INGET UCAPAN GUE SHINTA, GUE BAKALAN MILIKIN LO," teriak Rize dibalik kamarnya, dia sedikit geram karena tanpa permisi si tamunya pulang.

Awas aja lo Shinta Senjani.


**


Sejak pulangnya dari rumah Rize. Shinta menetepikan motor gede miliknya, memarkirkan motornya di danau yang dulu ia sering datangi dengan seseorang yang ia sayang, danau yang tidak berubah, hanya hubungannya saja yang berubah.

Kangen dia.

Kangen mama.

Kangen papa.

Kangen adek gue.

Monolognya.

Tidak Miss Sinting tidak Flo, mereka sama saja, Sama sama selalu mengandalkan uang untuk mencapai apa yang ia inginkan.

Dan yaa..Kenapa mereka bersikap seperti itu pada Shinta, padahal Shinta tidak pernah mempunyai rasa benci pada siapapun, yang Shinta inginkan hanyalah kedamaian.

Yang lebih heran lagi, kenapa mereka menginginkan Shinta untuk memuaskan hasratnya, bahkan Miss Sinting pun berani membayar berapa saja asalka Shinta bisa mengabulkan keinginannya.

"DUNIA INI MASIH PENUH DENGAN LAKI LAKI HEEYYY."

"Memang gue semurah itu apa???"

Teriak Shinta untuk menuangkan kemarahannya.

Shinta menangis kecil merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa menghindar dari masalah.

Sejak baru pertama ia pindah kejakarta, dan baru baru ini dia merasakan hidup yang lumayan cukup keras, dan baru baru ini juga ia menemukan seseorang yang seperti Miss Sinting dan Flo.

Miss Sinting terkenal yang sangat cantik, tapi kenapa Shinta baru menyadari kalau dia tidak normal juga.

Rinrada atau biasa dipanggil Miss Sinting oleh Shinta, dan Rize Florina, mereka sama saja pikir Shinta.

Meskipun Shinta pernah berpacaran dengan sesama wanita, tetapi dia masih ingat batasan. Dan tidak pernah menodai hubungan. Yang Shinta inginkan hanyalah kesetiaan, bukan tentang hasrat kepuasan.

Shinta mengambil ponselnya pada saku celana. Beberapa notif dan panggilan masuk dari Yasmin, tapi tak ia pedulikan.

Lalu dia menudirkan tubuhnya pada rumput rumput yang tenang, kemudian dia menyalakan musik yang ada di ponselnya.

Pikirannya menerawang entah kemana. Mungkin dia hanya butuh ketenangan.

Shinta masih memikirkan apa yang beberapa menit terjadi pada dirinya, rasanya tidak menyangka, yang dimana dia dicium secara paksa oleh seorang wanita yang baru ia kenalinya.

Shinta tidak habis pikir, niatnya hanya ingin menggoda, namun dia menanggapi dengan serius. Bahkan terlalu nekat.

Dirabahnya bibir Shinta oleh ujung jemrinya. Darah, ya bibir Shinta tidak hentinya mengeluarkan dara karena oleh gigitan orang yang tadi menciumnya.
Sobek pada bagian bibirnya lumayan parah karena orang itu menggigitnya dengan keras.

Ada rasa penyesalan dihati Shinta, karena ciuman pertamanya bukan seseorang yang ia cintainya, melainkan orang lain yang dengan sialannya telah mengambilnya.

Danau yang menjadi saksi bisu tentang kisah cintanya yang dulu.

Namun dengan nahasnya. Shinta tidak bisa melanjutkan hubungan terlarang itu dengan seseorang yang dulu karena orang tua dia melarang keras anaknya.

Bukan melarang karena hubungan terlarang, tetapi karena Shinta tidak mempunyai apa apa, tidak sepadan dengan keluarga dia.

Dan orang itu sudah tidak berada di indonesia sejak dua tahun silam, orang itu sudah menciptakan jarak, padahal Shinta bukan penikmat rindu yang baik.

Meski dalam hati Shinta masih sangat mencintainya., tapi mau bagaimana lagi, jika tidak bersama. Yasudah, apalah daya.

Waktu hampir maghrib, akhirnya Shinta bangkit dari rebahannya dan menuju motor yang ia parkirkan, pikirannya lumayan sedikit tenang walau terkadang bayangan itu terulang.

Shinta segera pulang, karena takut Yasmin akan menangis jika Shinta belum ada kabar, ya memang Yasmin sedikit cengen. Dan Shinta tidak akan pernah bisa menyakiti sahabat satu satunya itu, apalagi sedari pagi Shinta tidak ada niatan untuk mengabari Yasmin yang kenapa dia bisa tidak masuk sekolah.

Dia terlalu berharga untuk Shinta.

Menurut Shinta, tidak perlu teman sampai ratusan ribu jika perlakuan Yasmin saja sudah membuatnya selalu merindu.

Entah ingin langsung pulang atau mampir kerumah Yasmi dulu. Shinta masih bingung.

Shinta SenjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang