Broken Tears

2.7K 305 13
                                    

"Nayeon?" Jeongyeon memasuki apartemennya sambil menarik koper besarnya. Ia baru saja pulang dari Jepang.

Tidak ada jawaban.

Jeongyeon yang merasa tidak ada jawaban dari Nayeon langsung mencari keberadaan Nayeon. Hanya karena Nayeon tidak menjawab panggilannya, Jeongyeon kini sudah sangat khawatir.

"Ah, syukurlah dia baik-baik saja." lirih Jeongyeon saat ia menemukan Nayeon yang sedang tertidur di sofa ruang tv.

Tanpa berniat mengganggu tidur Nayeon, Jeongyeon langsung berinisiatif menggendong tubuh Nayeon untuk dipindahkan ke kamar mereka. Tentu saja tidur di sofa bukan suatu pilihan yang tepat mengingat tubuh bisa saja menjadi sakit saat terbangun nanti.

Jeongyeon merebahkan tubuh Nayeon dengan sangat hati-hati. Ia lalu memakaikan selimut ke tubuh Nayeon. Jeongyeon duduk di pinggir ranjang, di samping Nayeon. Matanya kini tengah menatap wajah Nayeon yang begitu damai dalam tidurnya. Tanpa sadar, tangan Jeongyeon kini sudah bergerak mengelus pucuk kepala Nayeon.

"Maafkan aku, Nayeon.."

°°°

Flashback

"Dahyun?!" Jeongyeon yang baru saja mendarat dari Jepang merasa kaget karena melihat Dahyun yang menunggunya di ruang tunggu bandara.

"Kau sendiri? Dimana Nayeon?" tanya Jeongyeon karena yang ia tau, Nayeon pulang ke kampung halamannya juga untuk menemui sahabatnya, yaitu Dahyun.

"Nayeon sudah pulang ke apartemen sejak pagi. Jeongyeon, bisa kita bicara sebentar?" ucap Dahyun dengan nada serius. Hal itu tentu saja membuat Jeongyeon khawatir. Ia pun mengajak Dahyun untuk mengobrol di salah satu kafe yang ada di bandara.

Jika kalian bertanya dimana Jihyo, jawabannya adalah Jihyo tidak melakukan penerbangan yang sama dengan Jeongyeon.

Sejak pertengkaran mereka waktu itu, Jihyo memutuskan untuk memberikan Jeongyeon peringatan dengan tidak menyapanya sedikitpun, kecuali saat meeting. Jihyo juga membutuhkan waktu sendiri untuk berpikir. Tentu ia tidak bisa diam saja saat melihat sahabatnya telah salah jalan. Namun, ia harus memikirkan langkah yang tepat terlebih dahulu.

"Silahkan, Dahyun, apa yang ingin kau bicarakan?" ucap Jeongyeon memulai percakapan. Mereka kini telah berada di sebuah kafe ditemani 2 cangkir kopi di atas meja mereka.

"Ini tentang Nayeon, Jeongyeon. Silahkan kau lihat dulu surat ini." Dahyun mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya lalu memberikan amplop tersebut kepada Jeongyeon.

Jeongyeon hanya menatap Dahyun dengan tatapan bingung. Ia lalu membuka amplop tersebut dan membaca isinya.

"Na-nayeon hamil?!" ucap Jeongyeon cukup terkejut membaca isi amplop tersebut yang ternyata sebuah hasil pemeriksaan Nayeon dari rumah sakit.

Senyum Jeongyeon langsung terukir di wajahnya saat membayangkan ia dan Nayeon akan segera memiliki keturunan. Namun, tiba-tiba senyumnya pudar begitu saja.

"Tunggu. Jika Nayeon hamil, tentu ini adalah berita bahagia untukku dan Nayeon. Tapi, kenapa kau yang memberitahuku saat ini? Dan aku rasa, kau datang ke bandara malam-malam seperti ini bukan tanpa tujuan tertentu." di pikiran Jeongyeon kini telah bersarang kekhawatirannya tentang Nayeon.

"Kemarin aku yang menemani Nayeon ke rumah sakit saat ia pingsan di rumah. Aku yang menemui dokter di sana. Dokter menjelaskan bahwa benar Nayeon hamil, namun.." Dahyun seperti menggantungkan ucapannya. Hal itu tentu saja membuat Jeongyeon semakin khawatir.

"Katakan, Dahyun, ada apa dengan Nayeon?!" tanya Jeongyeon tidak sabar.

"Kandungan Nayeon saat ini sangat lemah. Bahkan kemarin Nayeon seharusnya dirawat di rumah sakit. Namun, ia memaksa ingin pulang karena ia ingin menyambutmu di rumah saat kau pulang dari Jepang," suara Dahyun mulai bergetar.

"Aku mungkin tidak punya hak untuk mengatakan ini. Tapi Jeongyeon, bolehkan aku memohon padamu? Aku mohon, tolong jaga Nayeon. Aku sudah mengenal Nayeon sejak kecil. Aku tau semua luka hidupnya sejak kecil. Saat ini, ia sangat membutuhkanmu. Ia sangat mencintaimu, Jeongyeon," Dahyun menempelkan kedua telapak tangannya membentuk isyarat seperti memohon. Ia kini tidak bisa menyembunyikan air matanya lagi.

"Tolong cintai Nayeon dengan sepenuh hatimu, Jeongyeon. Aku tidak ingin melihat Nayeon merasakan sakitnya kehilangan lagi." Dahyun menutup kalimatnya dengan sebuah isakan kecil. Wajahnya menunduk, membuat air matanya jatuh begitu saja.

Tanpa sadar, Jeongyeon yang berada di hadapan Dahyun saat ini juga terisak dalam hatinya. Matanya sudah berkaca-kaca. Namun, ia masih berusaha mengendalikan air mata tersebut. Hatinya seperti tertusuk sebuah pisau saat Dahyun mengatakan 2 kalimat terakhirnya.

°°°

"Maafkan aku, Nayeon.." lirih Jeongyeon.

Tiba-tiba air mata Jeongyeon jatuh saat dirinya sedang menatap Nayeon yang sedang terlelap. Ingatannya tentang pertemuannya tadi dengan Dahyun selalu berputar di otaknya. Rasa bersalah kini seperti sedang menghantuinya.

Takut Nayeon terbangun mendengar isakan tangisnya, Jeongyeon segera meninggalkan kamarnya. Tubuhnya bersandar di dinding samping pintu kamarnya. Kakinya yang lemas kini membuat tubuhnya terjatuh duduk bersandar.

"Maafkan aku, Nayeon.."

°°°

Tanpa Jeongyeon sadari, di dalam kamar kini Nayeon sedang menatap langit-langit kamarnya. Matanya menatap kosong ke atas. Saat Jeongyeon menggendongnya ke kamar, Nayeon sebenarnya telah bangun dari tidurnya. Dan kenyataan itu tentu saja membuat Nayeon tau saat Jeongyeon terisak dan meneteskan air matanya. Karena ternyata air mata Jeongyeon jatuh mengenai wajah Nayeon. Dan Nayeon tentu saja mendengar permintaan maaf Jeongyeon yang terdengar sangat menyakitkan bagi Nayeon.

Nayeon terisak dalam keheningan malam. Air matanya mengalir terus menerus dari mata cantiknya.

Tangisan keduanya yang hanya dipisahkan oleh sebuah dinding membuat keadaan terlihat begitu menyesakkan.

Bersambung..

Married Life [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang