_ Satu nama, panjang ketika memintanya pada sang maha cinta_
" Virra di mana Bu?" Dimas duduk disebelah Ratih, membantu kegiatan ibunya di dapur." Pamit shalat Asar, tidak biasanya menanyakan Adikmu itu. " Ratih menatap anak lelakinya disebelah.
" Bukan apa - apa, aku lihat matanya sembab, apa sedang sakit?"
“ Ibuk malah tidak perasan apa – apa. Kemarin masih sehat wal – afiat kok. mungkin siklus bulanan itu.” Jawab Ratih.
Dimas manggut – manggut, jemarinya sibuk mengupas kentang.” Buk, aku nikah ya.” Ujarnya pelan, berusaha membuka obrolan tujuannya pulang ke rumah.
“ Mau nikahin siapa? Selvi ya? ” Mata Ratih terlihat bahagia, perempuan yang sudah tidak memiliki hubungan apa pun namun masih tetap menjadi pembahasan Ayah dan Ibu Dimas.
“ Bukan Bu, Selvi sudah tidak sama aku lagi kok.” Dimas menggeleng.
“ Kamu sih, perempuan sebaik dan se - shalihah seperti Selvi digantungin. Ibu dan Ayah setuju sekali kalau kamu menikahi dia, beberapakali datang ke rumah, dia anak yang baik.”
“ Karena dia baik, makanya bukan aku jodohnya Bu.” Dimas membersihkan tangannya yang kotor.“ Lagipula, aku belum ada persiapan apa – apa waktu Selvi minta dinikahi.”
Ratih tersenyum kecil.” Lalu siapa perempuannya, Virra?”
Bibir Dimas mengerucut.” Ibuk ini, kenapa jadi Virra. Dia kan Adik aku, sudah tinggal di rumah kita lama sekali.”
“ Ya mana tahu, Virra itu tidak kalah shalihahnya seperti Selvi kok, Dim.” Ratih membanggakan,” nyari istri harus dilihat agamanya, bibit – bobotnya. Menjadi suami itu tanggungjawab seumur hidup, tugasnya berat.”
Dimas tercenung, apa yang diucapkan Ibunya banyak benarnya. Bahkan mengenai Adelia Pertiwi saja ia tidak tahu, bagaimana bisa langsung meminta restu pada orangtuanya di desa. Namun, Dimas percaya saja. Ibu Yasmin, pemilik yayasan itu berhati lemah – lembut.
Anaknya tidak mungkin jauh dari sifat Ibunya, kesimpulan yang selalu Dimas ambil ketika melangkah serius untuk menerima lamaran kemarin.
“ Siapa perempuannya, Dim?” tanya Ratih, menyadarkan lamunan Dimas disebelah.
Lelaki itu berdehem.” Adelia Pertiwi bu, anak pemilik Yayasan tempat aku mengajar.”
Kini bergantian, Ratih yang terdiam lama. Memastikan indera pendengarannya tidak bermasalah, ucapan Dimas tadi bukan sekarang dengingan semata.
“ Ibuk..” Dimas menyentuh lengan Ratih,” kok malah melamun?”
“ Sudah berapa lama mengenal Adelia?” Manik mata Ratih menatap tajam anaknya.
“ Belum lama, kenal juga karena Ibu Yasmin langsung yang menginginkan aku untuk menjadi menantunya, buk. Beberapa hari lalu aku dilamar dan Bu Yasmin menyiratkan harapan besar kalau aku tidak menolak.”
“ Kamu menyukai Adelia?”
Dimas berpikir, bingung juga. Ia belum bertemu Adelia, masih melalui perantara Ummi perempuan itu.
“ Belum pernah bertemu Bu, dia sibuk kuliah dan kami memang belum ada dipertemukan.” Jawab Dimas.
“ Mengapa kamu yakin menerima Adelia sebagai seorang istri?”
“ Ibuk, jangan berpikiran buruk dulu tentang aku.” Dimas mengerti arah pembicaraan Ratih.” Aku lelaki, aku sanggup bekerja untuk masa depan kami nanti. Kalau saat ini aku menerima lamaran dan Allah memberikan jawaban, itu bukan suatu kesalahan Bu. Aku juga bukan asal terima dia, aku minta dia sama Allah dulu baru balik ke rumah ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
IM SORRY HUSBAND
Romantizm4 in Romance Adelia Pertiwi, usia 21 tahunnya sudah menjadi lembaran baru. Menjadi istri untuk lelaki yang bernama Dimas Zidan. Tenaga pengajar di yayasan milik Umminya, perjodohan tanpa persetujuan. Bagi Adelia hanya menguntungkan sebelah pihak, d...