Pengkhianatan

37 3 1
                                    



Sudah setengah jam lebih sejak keduanya duduk saling berhadapan disebuah cafe kecil yang letaknya bersembrangan langsung dengan kantor mereka. Rayyan terus menatap Indy tanpa berkata apapun sementara Indy merasa tidak nyaman dengan tatapan Rayyan padanya dan memilih mengalihkan pandangannya pada jalanan yang dapat ia lihat melalui kaca besar disisi kiri mereka . Indy hanya memperhatikan beberapa mobil dan kendaraan lain yang melintas dijalanan , serta beberapa karyawan yang mulai keluar untuk makan siang.

keduanya belum bicara sejak kedatangan Indy kerumah Rayyan beberapa hari yang lalu, dengan waktu yang selalu tidak tepat keduanya memilih untuk menenangkan diri masing masing sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu dan bicara.

" sampai kapan kau akan menatapku seperti itu?" tanya Indy yang sudah merasa bosan dengan situasinya.

" sampai kau berhenti menatap kearah lain dan mulai bicara denganku " jawab Rayyan

kini Indy ganti menatap Rayyan, entah mengapa perasaannya pada rayyan tidak seperti sebelumnya. Indy tidak lagi merasa bahagia saat berada disamping Rayyan, bahkan ia jauh lebih bisa mengontrol hatinya saat ini.

" baiklah... mari kita bicara " Indy menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kembali, dan kemudian meletakkan kedua tangannya diatas meja.

" Indy...maafkan aku yang sudah membuatmu sedih, mengenai sikap Ibuku aku benar benar menyesal atas itu"

" tidak apa apa Ray, aku mengerti kenapa Ibumu seperti itu padaku. sebagai seorang nyonya besar tentu kau adalah harapan terbesar dalam hidupnya. aku bisa mengerti jika ia menginginkan seorang menantu yang setara denganmu"

" Bukan begitu maksudku Indy, aku tidak peduli dari mana kau berasal dan seperti apa pandanagn Ibuku tentangmu. Aku hanya....ingin bersamamu"

Rayyan meraih tangan Indy dan menggenggamnya erat erat , dengan memasang wajah seriusnya Rayyan mencoba menyakinkan Indy tentang perasaannya.

" Rayyan... jika seandainya kita tidak bertemu kembali seperti sekarang, apa kau masih mencintaiku?" tanya Indy yang disambut dengan tatapan dari Rayyan.

" Dan ... apa mungkin kau hanya merasa menyesal atas apa yang terjadi dimasa lalu hingga kau salah mengartikan perasaanmu? sesungguhnya...yang kau rasakan bukanlah cinta melainkan hanya rasa bersalah padaku? apa mungkin?" lanjut Indy

" Tidak. aku tidak tau kenapa kau merasa aku seperti itu tapi aku mohon padamu...jangan ragukan aku karena aku juga tidak pernah meragukanmu. meski bagaimana Rama mendekatimu, aku tetap percaya hanya aku satu satunya dihatimu"

sebuah senyum tersungging di bibir merah Indy, bukan karena ia bahagia mendengar ucapan Rayyan namun karena ia merasa telah dibodohi oleh Rayyan. dimana beberapa hari sebelumnya Indy mengetahui sebuah kebenaran.

flashback

malam itu, Indy harus pulang cukup larut setelah setumpuk pekerjaan yang harus ia kerjakan dikantor. malam itu juga Rama mengantarnya pulang setelah bekerja, namun tidak ada yang terjadi diantara mereka. Rama hanya menatap kepergian Indy yang melangkah memasuki Apartement. dengan langkah yang lemah setelah seharian bekerja, Indy berjalan menaiki lift dan menuju ke lantai atas. tak berapa lama, ia sampai disebuah lorong sunyi dimana kamarnya terletak dibagian paling ujung.

" tidak dikunci?" pikirnya, mungkin Erina lupa.

karena tidak ingin mengagetkan Erina, Indy masuk secara perlahan. pandangannya tiba tiba gelap karena hampir semua lampu dimatikan oleh Erina. Indy hendak menekan saklar lampu sebelum ia mendengar sebuah suara dikamar Erina yang dulu adalah kamarnya. Indy yang penasaran mengurungkan niatnya untuk menyalakan lampu dan mencoba memeriksa dikamar Erina yang masih menyala.

See You GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang