Eps 14

134 11 0
                                    

"ALPA SADAR !" bentak Mily sambil mengguncang guncangkan tubuhnya setelah sebelumnya dia memasang pelindung kulit untuk dirinya sendiri.

"Ada yang menghipnotisnya. Kita harus menjauh. Tak terkecuali kau Mily." ujar kakek yang tangannya sudah terkena luka bakar

Mily menatap marah ke arah Alpa. Tapi dia juga tidak terima partnernya dihipnotis. "Kalian semua keluar ! .... Alpa biar aku yang urus." tegas Mily.

Sofa yang diduduki Alpa perlahan meleleh tapi di cegah oleh Mily menggunakan sisa energi magisnya.

Kakek mengangguk. Dan mengajak semua rekannya yang sudah ketakutan keluar. Kini hanya tinggal mereka berdua. Ah ya. Masih ada Andyn dan Aru di kamarnya.

"ANDYN ! ARU ! KELUAR DARI RUMAH INI SEKARANG ! " Entah teriakannya dapat di konfirmasi atau tidak oleh 2 siluman itu.

Tapi suara kepakan sayap Kalelawar yang bertubi tubi sudah seperti kode kalau mereka berdua telah keluar dari rumah ini.
Aru pasti membawa serta Andyn yang berat itu. Makanya kepakan sayapnya sampai berulang ulang.

Mily kembali mengarahkan pandangannya pada Alpa yang masih tertunduk, Membiarkan semua Aura hitammya keluar begitu saja.
"Al sadar !"

"....."

Mily mulai panik tatapan Alpa masih  kosong. Kalau begini terus aura hitam itu akan menelan pemiliknya sendiri.

PLAK ! PLAK ! PLAK !

Tamparan bertubi tubi mendarat di pipi Alpa. Tapi apa daya, itu malah makin memperhitam aura yang berkabut.
"BANGUN ! "
.

.

.

.

Lama sudah dia bertahan di satu ruangan dengan Alpa. Jujur rasanya ingin kabur dari sini tapi.... Ah. Mana mungkin seorang Mily membiarkan partnernya menderita sendirian ?.

Auranya melelehkan hampir semua barang di rumah mily. Ini tak bisa dibiarkan lagi. Tapi dia bisa apa ?. Mily melihat sekitarnya. Aura hitam itu sudah menyentuh lemari buku mantranya yang ada di dekat pintu masuk. Satu persatu buku jatuh ke lantai akibat lemari yang menjadi wadah mereka sudah meleleh bagai es krim di bawah terik matahari. Buku buku itu tidak ikut meleleh karna adanya pelindung magis di sekitarnya. Yang terakhir jatuh dari lemari adalah selembar kertas catatan. Di situ tertulis LUKAI HATINYA !

'Lukai hatinya ?'........

'Mungkinkah berhasil ?'......

Mily sudah kehabisan ide. Mungkin ada baiknya kalau dia mengikuti apa yang di tulis di sana. Iya kalau itu petunjuk, lah kalau bukan ?. 'Bodo amat !'

Dia merogoh sakunya mengambil kubus besi kecil yang selama ini sudah menjadi senjata paling luar biasa baginya. Mantra pengubah menyelimuti kubus itu. Dan perlahan bentuknya berubah menjadi pisau dapur. Sebenarnya bisa saja dia mengambil pisau dapur asli dari dapur, hanya saja keraguan kalau dapurnya masih utuh itu lah masalahnya. Secara aura Alpa sudah menyebar kemana mana.

Mily beranjak dari posisi berlututnya. Dan mengambil posisi agak jauh dari Alpa.
"ALPA ! LIHAT AKU !" ya. Ini ideku.

"........." tak ada reaksi.

"INI PERINTAH !"

Perlahan kepala Alpa mulai mengadah ke arah Mily. Memang tatapannya masih kosong. Tapi setidaknya (bahkan seharusnya) samar samar pasti dia bisa melihat sosok majikannya.

'Aku masih punya cadangan Fhu(nyawa)'

Mily nekat menyayat pergelangan tangannya. Menahan sakit yang teramat sangat hanya untuk menyakiti hati Alpa yang bisa menolak berbagai macam mantra saat melihat majikannya terluka.

Darah mengucur deras sampai membasahi lantai yang tak lagi terlihat karna tertutup aura hitam berkabut Alpa. Tubuhnya tak bisa lagi menahan sakit jadi Mily pun langsung Ambruk bahkan sebelum sempat melihat apakah Alpa sudah sadar atau belum.

'Ya. Ini ideku. Dan  semua pasti akan baik baik saja'


























23.00

Matanya mulai terbuka kembali. Membuncah kelegaan hati sang kakek dan para anggota klan penjaga lainnya. Terutama Alpa. Dia lah yang paling lega melihat majikannya kini sudah kembali sadar. Tapi bukan itu saja, dia juga mererasa sangat bersalah dengan apa yang sudah di perbuatnya. Sudikah majikannya memaafkan ?

Mily bengkit dari tidur dan duduk bersandar ke dinding kasur sambil melihat sekitar. Semua sudah kembali normal dan utuh. Pasti karna kakeknya. Dia Menatap satu persatu anggota di sekelilinginya, mencari sosok yang setia menjadi peliharaannya. Dan pandangannya pun berhenti di Alpa.
"Kau baik baik saja ?"

Alpa kalang kabut. Bingung harus bagaimana. "...... MAAF ! SUNGGUH ! AKU MINTA MAAF !" Mulutnya bergetar saat mengatakan hal itu.

"...... Kumaafkan."

Kakek menepuk bahu Mily. Menatapnya penuh harap. "Satu jam lagi perangnya di mulai. Kau yakin bisa menanganinya ?"

"Bisa. Tapi..... Bagaimana dengan semua siluman yang diandra culik ?"

"Masalah itu sudah ku ambil alih. Andyn dan Aru bersedia jadi sukarelawan untuk mencari mereka semua."

"Hanya mereka berdua ?"

"Ya. "

"Kalau ada apa apa gimana ?"

"Sudah ku bilang. Masalah itu ku ambil alih. Jadi jangan pernah pertanyakan lagi hasilnya nanti paham ?"

Mily memgangguk. Sejenak dia lupa kalau kakeknya itu mantan ketua klan penjaga siluman yang lebih tau segalanya dan lebih berpengalaman terhadap apapun termasuk mengambil alih tugas yang sebenarnya bukan lagi bagiannya.

"Tapi kita akan tetap gunakan strategimu." ucap kakek.

"Kalau begitu kita harus beri tau yang lain"

"Semua sudah tau. Sekarang masing masing dari anggota klan telah berada di posisi sesuai strategimu. Jadi karna kau juga sudah sadar, kami akan pergi."

"Pergi ? Kenapa buru buru ? Kan masih--"

Alpa menepuk bahunya dan menunjuk jam dinding kamarnya. "Sekarang sudah malam. Kau pingsan cukup lama tadi"

"........ Oke. Hati hati di jalan."

"Ya. Terimakasih juga atas pertunjukannya nona." ucap salah satu wakil klan penjaga distrik.

"Ah..... Aku lupa. Nanti akan ada beberapa siluman yang akan membantumu menjaga rumah ini. Termasuk Andyn dan Aru. Mungkin sebentar lagi mereka datang."

"Ya. Terimakasih kek. Aku sangat terbantu."

Kakek mengangguk dan pergi bersama yang lainnya. meninggalkan mereka berdua di kamar. Dan hanya menyisakan keheningan.

Alpa masih menatap majikannya dengan tatapan penuh tanggung jawab. Setelah ini tak kan dia biarkan siappun menyakiti Mily.

Dia yang tau isi pikiran partnernya hanya menggerak gerakkan pergelangan tangannya yang masih di perban. Berusaha membuat engsel engsel kaku itu terbiasa bergerak dengan lilitan perban. Memang sakit. Tapi mau bagaimanapun juga senjatanya tidak bisa bergerak sendiri tanpa tangannya kan.

"Mily"

"Ya ?"

"Seandainya nanti kita kalah apa yang akan kau lakukan ?"

"Entah. Positif tingking aja. Toh strategiku juga lumayan kan."

"...... Ya. Kalau begitu boleh ku minta satu hal ?"

Mily meliriknya. "Apa ?"

"Tutup matamu."

"Kau mau apa ? Menciumku ?" tebak Mily.







































See you next eps

My Alpa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang