Eps 16

143 12 2
                                    

"...... Kau agak pucat. Sakit kah ?"

Deg !'.... Ketahuan kan.....'
"Ng.... Nggak. Tadi aku pakek bedak kebanyakan"

"He ? Bedak ?"

'Duhh gimana nihh'

----------------------- ----

"M.... Canda.... Ya kali pakek bedak."

"Lah terus itu pucat kenapa ?"

".........." Alpa mengalihkan pandangannya.

Mily yang tidak terima karna diacuhkan langsung memegang dahinya. "Kau demam ?! Kenapa gak bilang sih..."

"Maaf"

"BODOH ! Kenapa gak ngomong terus terang ?!"

"........."

"Malam ini jangan ikut per--"

Reflek Alpa menarik tangan Mily yang sedari tadi masih menempel di dahinya. Karna terlalu keras, tubuh mungil itu pun akhirnya jatuh meniban ke tubuh Alpa.

"Alpa ?"

"Ijinkan Aku perang. Kumohon. Kau kan bisa menggunakan mantramu."

"Tapi sakitmu itu bukan ulahku. Aku hanya bisa menyembuhkan luka yang ku buat. Kondisimu yang seperti ini hanya akan membuat anggota lain ikut khawatir."

"Tapi..."

"Pokoknya malam ini kau harus istirahat."

"AWAS !"

Suara itu mengalihkan perhatian mereka. Keduanya mengadah ke langit. Mencari asal suara melengking tadi. Dan satu satunya yang dapat mereka lihat hanyalah titik hitam seperti noda langit (?) yang sangat kecil. Apa lagi ini sudah malam. Mily bisa tau kalau ada titik hitam di langit saja dari Alpa. Dia yang bisa diandalkan kalau keadaan sudah gelap begini.

"Menurutmu apa itu ?" tanya Mily.

"Entahlah. Aku tidak yakin." balasnya sambil beranjak dari duduk.
Mata alpa menyala merah saat berusaha melihat keadaan langit dengan lebih jelas. Dan kondisi tubuhnya yang tidak bisa diajak kompromi itu makin mempersulit daya fokusnya.

'Sebenarnya apa itu ?'

"MENJAUH DARI SANA !!"
Suara itu kembali menarik perhatian Mily yang langsung berdiri menyusul Alpa.

"Alpa ?"

"........" Alpa masih diam di tempatnya. Mengadah ke arah langit. Suara tadi asalnya memang dari atas. Tapi apa ?.

Perlahan titik hitam itu mulai membesar, Meluas, dan makin banyak suara suara peringatan yang menyuruh mereka berdua pergi dari sini.

'BAHAYA !'

Alpa langsung melepas kalung segel dan Berubah ke sosok asli serigalanya.

"Alpa ?"

Tak lagi menghiraukan majikannya, dia pun menggigit bagian belakang baju Mily. Melemparkannya ke udara dan membiarkan gadis itu jatuh dengan posisi duduk tepat di atas punggungnya. Berlari menjauhi Rumah yang seharusnya mereka lindungi saat perang.

"Apa yang kau lihat ?" tanya Mily sambil berusaha terlihat setenang mungkin saat  duduk di atas serigala raksasa yang berlari kencang. Dan sungguh, perlu diakui itu tidaklah mudah.

"~~..~~~...~"

Suara Alpa tertindih dengan suara derap kakinya sendiri. Mily harus mengaktifkan pendengaran magis miliknya kalau mau mendengar apa yang siluman ini katakan.

"~~Itu Andyn. Dia datang dengan berbagai siluman lain yang akan membantu kita saat perang nanti."

"Lalu kenapa kau lari ?"

"Siluman siluman itu masih memakai wujud aslinya ! Dan kau kan tau kalau tidak semua siluman itu bisa terbang. MEREKA JATUH MILY. MEREKA JATUH ! kita akan tertimpa kalau tidak segera menjauh dari sini !"

"APA ?! KENAPA KAU BODOH SEKALI SIH ! BERHENTI SEKARANG JUGA !"

"Apa ?"

Alpa berhenti. Membiarkan Mily yang terlihat emosi itu turun dengan kasar dari punggungnya. "Mily kita harus pergi dari sini !"

"KITA PUNYA TETANGGA AL ! ingat ?. Dan mereka manusia biasa. Apa kau akan membiarkan tetanggamu hancur tertimpa siluman ?"

"Akh ! Iya juga !"

"Aku harus melindungi mereka." tegas Mily.

"Caranya ?"

"Diam dan lihat."

Mily berjalan ke tengah. Duduk bersimpu di jalanan komplek yang dingin. Dan mulai membacakan mantra sambil menyentuhkan kedua telapak tanganya ke jalanan.

Alpa hanya bisa diam membiarkan hal itu. Bukan apa apa,  Tadinya dia hanya ingin mengingatkan Mily soal pakaian yang dikenakan. Baju merah itu akan kotor duluan bahkan sebelum perang mulai, kalau digunakan untuk duduk seperti itu. Tapi...... 'Kurasa dia juga tidak peduli kan.'

Perlahan muncul cahaya biru di sekitar Mily. Menyebar cepat ke rumah rumah yang bahkan berjarak sangat dauh darinya. Tapi ada yang ganjil. Penglihatan  Alpa menangkap fakta bahwa semua rumah di distrik satu sudah terkena cahaya biru mily. Dan hanya rumah mereka yang tidak terkena cahaya itu.

"Mily ?"

"......" tak ada respon dia masih fokus dengan bacaan mantranya.

Sedangkan titik hitam tadi sekarang sudah meluas dan mungkin hanya butuh 1 menit untuk menimpa siapa saja yang berada di bawahnya.

"Mily ! Kita harus pergi dari si--"

"DIAM gunakan saja pelindungmu !"

"Tapi"

"INI PERINTAH !"

"...... baik."

Alpa berjalan mendekati Mily agar pelindungnya juga mencakup tubuh mungil majikannya ini. Pelindung aktif. Dan begitu Mily selesai dengan mantra birunya, cahaya lain berwarna putih meresap cepat ke tubuh Alpa. Itu cahaya yang akan memperkuat pelindung mereka berdua. Sekaligus memberi sedikit pemulih pada Alpa.
'Biar demamnya gak tambah parah'

"Selesai." ucap Mily lega sambil beranjak dari posisi duduknya.

"Mily. Aku tau ini ide bagus. Tapi cahaya biru apa tadi ? Dan kenapa hanya rumah kita yang tidak kena ?"

'Klo gak tau trus ngapain bilang ini ide bagus ha ?' desisnya.

"Itu sihir. Aku menyebutnya sihir pemindah. Dan rumah kita tak memerlukan itu. Karna kakek sudah memasang segel pelindung di sana."

"Sihir ? Sejak kapan kau mulai bermain main dengan sihir ?"

"Kau terlalu banyak tanya. Intinya semua rumah yang ada distrik ini sudah tidak berpenghuni. Manusia-manusia lemah itu sudah ku pindah ke portal paralel milik para maskot. Dan aku yakin mereka akan baik baik saja."

"Bagaimana kalau ada yang terbangun saat berada di sana ? Pasti syock kan."

"Sebentar lagi waktu di seluruh dunia termasuk dunia milik para maskot akan berhenti. Hanya mereka yang bukan manusia awam yang bisa bergerak nanti. Jadi aman lah pokoknya." ujar Mily bangga.

Dan Alpa hanya bisa geleng geleng kepala. Majikannya sama sekali tidak peduli dengan keadaan sekitar. Wajahnya tetap terlihat tenang bahkan di saat genting seperti ini.
'Kita itu mau tertindih puluhan siluman raksasa lho. Ekspresi mu di kondisikan dikit napa. Don't care banget kayaknya.' pikir Alpa datar.

Dan Kalau boleh jujur mah sebenernya Mily pengen bilang 'yang penting aku selamat' gitu ke Alpa. Tapi kayaknya nggak deh. (Terkesan egois banget)

Di detik selanjutnya, saat yang di tunggu pun tiba. Puluhan siluman itu mendarat selamat dengan suara berdebum yang memekakan telinga.

















































See you next eps.

My Alpa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang