P R O L O G

390K 27K 3K
                                    

Riuh rendah terdengar mengisi seluruh penjuru aula yang digunakan sebagai tempat upacara penerimaan mahasiswa baru. Sebagian orang sibuk dengan urusan masing-masing, sementara sebagiannya lagi menyimak betul-betul apa yang digaungkan pembawa acara di depan sana.

Naya menjenjangkan lehernya untuk kesekian kali. Posisinya yang duduk di barisan kursi nomor dua dari belakang menyulitkannya mengamati jalannya acara secara live.

"Siapa sih yang lagi ngomong? Suaranya kok putus-putus gitu," komentar gadis yang duduk di sampingnya.

Naya menggeleng. "Kebanyakan dosa kali itu orang sampai mic aja nggak berpihak."

Bibirnya lagi-lagi digigit kuat karena kepala orang di depannya bergeser ke kiri. Gemas. Ia ke kiri, kepala orang di depannya ikut-ikutan ke kiri. Ia ke kanan, kepala orang di depannya ikut-ikutan ke kanan. Naya bingung harus menonton model apa. Masa iya selama dua jam ini dirinya harus menjelma menjadi jerapah berleher pendek?

"Wah, Nay. Yang lagi ngomong ganteng tuh. Kece nih kalau dia jadi dosen kita."

Ia menoleh ke samping setelah gagal memfokuskan penglihatannya pada pembicara di depan sana. Sela seleranya parah sekali. Masa dosen tuwir dibilang kece?

"Ngarep! Udah taken kali, Sel. Lo mau jadi pelakor apa gimana?"

Dosen single? Itu hanya ada dalam fiksi. Realitanya, orang-orang dengan kapasitas otak berlebih biasanya berpikir seimbang antara non duniawi dan duniawi. Jarang ada dosen yang muda dan single. Kalaupun ada, pasti berasal dari manusia-manusia super sibuk yang tidak bisa melepaskan buku sebagai istri pertamanya.

Ia bergidik. Sudah jones, book freak, masa bodoh dengan penderitaan anak orang pula. Perpaduan yang cukup dahsyat untuk menggempur mahasiswa baru sepertinya.

"Ya enggaklah!" Sela menyanggah. "Gue cuma mengagumi aja. Siapa tahu dia punya teman yang masih single, kan lumayan gue dapat channel, Nay."

"Channel apa? Channel jodoh?"

"Seratus buat lo, Adiandra Arshanaya Aileen!"

Naya berdecak. Dasar Sela gesrek! Jauh-jauh merantau malah niat meleng. Apa kata mamanya di kampung jika dirinya ikut-ikutan sahabatnya?

Menghela napas dalam, ia bersandar pada kursi di belakang punggungnya. Masa bodohlah dengan niat Sela. Naya sudah lemas gara-gara orang di depannya tidak mau berbaik hati bertahan pada satu posisi. Kiri... kanan... kiri... kanan... kepalanya yang sakit karena terus-menerus dijulurkan.

"Bosan?"

"Banget."

Pantatnya juga panas karena terlalu lama duduk. Untung kepalanya dinaungi tenda jadi panasnya bukan plus-plus.

"Saya juga." Sontak Naya menoleh. Eh, sejak kapan laki-laki ini ada di sebelahnya? Bukannya tadi kursinya diisi oleh kakak tingkat yang bertugas sebagai petugas kesehatan? "Upacaranya membosankan karena kamu duduk di belakang. Seharusnya kamu memilih duduk di depan supaya tidak bosan."

Naya tidak tahu siapa laki-laki itu, tapi enjoy saja. Pakaian mereka sama: putih hitam. Jadi, kemungkinan besar orang itu juga mahasiswa baru sepertinya.

Kepalanya terkulai kembali.

"Tadi telat jadi enggak bisa dapat kursi di depan. Lagian, anak teknik juga enggak sedikit jumlahnya. Kebanyakan cowok. Gue risih kalau duduk di antara cowok jadi milihnya di belakang."

Tahun ini, fakultas teknik menempati posisi nomor dua dengan jumlah mahasiswa baru terbanyak di kampusnya. Jangan tanyakan lagi mayoritas manusia yang ada di sini. Sarang utama laki-laki ya di fakultas teknik. Oh, jangan lupakan juga tentang otak mereka yang tidak terjamah manusia. Terlalu cerdas, aktif sampai menyerempet gila.

Eavesdrop [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang