Kapan ya jurusan bolos dan fakultas mager ada di bumi?
--Mahasiswa yang dicintai kasur dengan sepenuh hati--
______________________________
What You See Is What You Get dalam dunia perkomputasian biasanya digunakan untuk menggambarkan persamaan input dan output. Bahasa sederhananya, menanam jagung ya tumbuhnya jagung, menanam kejelekan ya tumbuhnya kejelekan. Tidak ada proses nego-nego yang ekstra memusingkan kalau tidak mau kena tampol petugas pencatat karma.
Istilah tersebut tampaknya tepat untuk menggambarkan kondisinya sekarang. Mengintip sedikit, Naya bisa melihat garis rahang kokoh dosennya.
Nikmat mana yang kaudustakan, Naya? Digendong dosen tampan, diselimuti jas hitamnya, dapat pemandangan gratis pula. Hiya... hiya... rezeki nomplok!
Mengintip agak banyak, Naya hampir tidak bisa menahan senyum konyolnya. Rencana balas dendamnya kali ini berhasil total. Suruh siapa Alan memancing-mancing. Diganjar menggendong tubuhnya dari lantai dua apa tidak maknyus rasanya?
Pipi bagian dalamnya digigit sekuat tenaga saat memikirkan kegilaan macam apa yang barusan ia lakoni. Alan pasti menyangka Naya pingsan betulan. Baguslah kalau begitu. Selama beberapa hari ke depan, ia jadi punya alasan untuk menolak semua perintah ajaibnya.
"Kamu sudah sadar?"
Suara itu membuat Naya kontan memejamkan mata lebih erat. Dear God, biarkan dia menikmati masa-masa kemenangannya sebentar lagi.
"Naya?" panggil Alan. Langkahnya menyusuri lobi gedung dekanat terhenti. Ekspresi wajahnya terlihat datar ketika objek pengamatannya hanya diam. "Saya tahu kamu sudah sadar. Napas kamu berubah lebih cepat. Itu terasa menggelitiki leher saya."
Kendati tak memiliki bakat ngedrama, pura-pura sakit haruslah totalitas. Naya membuka matanya perlahan.
"Iya, Pak," balasnya lemah. "Ini di mana? Kenapa saya sampai digendong Bapak?"
Sudut bibir Alan tampak berkedut; onyx hitamnya menyorot tanpa ekspresi. Tidak ada tanda-tanda keanehan apa pun ketika dalam satu kedipan, Naya dibuat memekik sewaktu Alan meluruskan kedua tangannya. Tanpa peringatan, tanpa aba-aba, pantatnya sukses mencumbu lantai dengan mesranya.
"Pak! Ya Allah, pantat saya..."
Kejam, kejam, kejam! Mommaaa... rasanya ia ingin menangis berguling-guling waktu Alan menjatuhkannya dengan semena-mena. Dosen tidak punya hati! Mengapa harus pantatnya yang menerima balasan keji?
"Oh, maaf." Alan membenarkan lengan kemejanya yang disisihkan ke siku. "Tangan saya keram jadi tidak bisa menggendong kamu lebih lama. Anggap saja ini kecelakaan ya."
Edan! Gendeng! Kuampret! Alasan macam apa itu? Kenapa tidak sekalian saja bilang balas dendam atas kepura-puraan yang sudah ia lakukan?
Naya mencengkeram jas milik Alan yang menutupi bagian depan tubuhnya. Jatuh dari lantai lima gedung dekanat dirasa lebih terhormat daripada dijatuhkan oleh Alan seperti ini. Ia kutuk Alan jadi prasasti, tahu rasa dia!
"Kamu bisa jalan sendiri ke ruangan saya, 'kan? Kebetulan saya punya parasetamol, Naya," ujar Alan sambil berlalu.
Beragam tatapan horor dilontarkan para mahasiswa yang kebetulan menyimak kesadisannya. Laki-laki itu tidak menghiraukannya dan tetap fokus melangkah menuju tangga.
Naya ingin menangis. Setan memang selalu selangkah lebih maju dari orang jahat.
_._._._._
KAMU SEDANG MEMBACA
Eavesdrop [TAMAT]
RomanceKatanya, dia galak. Katanya, dia suka bantai mahasiswa. Katanya, dia pelit nilai. Katanya lagi, dia gay. Naya pusing mendengar kalimat-kalimat pengantar super buruk itu. Maha-siswa. Seharusnya titel itu terdengar keren untuk diucapkan. Hitung-hitung...