🎶 Now play: Alan Walker - Faded (Restrung)
______________________________
Life is so cruel: butuh 99 solusi untuk 1 kesalahan, tetapi hanya butuh 1 orang untuk menanggung 99 kesalahan.
--Mahasiswa yang tak pernah benar: Naya--
______________________________
Topeng manusia boleh saja terlihat sempurna. Terkesan tidak terusik dengan kelakuan orang-orang di sekelilingnya, masa bodoh dan mengabaikan ocehan buruk yang ditujukan untuknya, tetapi hati adalah organ yang sulit dibohongi.
Sekuat, setegar, dan semasa bodoh apa pun seseorang, dia tetap memiliki batas toleransi yang tidak boleh dilanggar orang lain. Sekuat, setegar, dan semasa bodoh apa pun seseorang, dia tetap bisa merasa terluka--meski kadangkala respons yang dikeluarkannya hanyalah sikap cuek dan keterdiaman.
Naya membanting pintu kamar dengan sekuat tenaga. Laptop yang dijinjing salah satu tangannya, diletakkan secara melintang di meja belajar. Tidak ada tangisan, tidak ada auman kemurkaan. Ia terlalu tenggelam dalam kecamuk emosinya sendiri.
Hubungan sosial saya bukan urusan kamu! Ingat batas kamu, Adiandra!
Air keran yang dingin terasa seperti sapuan angin. Naya membasuh wajahnya tiga kali sebelum memutuskan keluar dari kamar mandi.
Kamu hanya mahasiswa saya, tidak lebih!
Naya menjambak rambutnya kuat-kuat, berharap kelebatan ucapan menyakitkan itu memudar secepat kilat. Suara Alan yang diselimuti api kemarahan, menyiksanya dari menit ke menit.
"Gue enggak salah! Dia yang salah karena berusaha ngusik privasi gue! Bukan gue yang salah, bukan gue!" Suaranya semakin meninggi di akhir kalimat.
Sela sedang tidak ada. Naya tidak tahu harus menumpahkan kemarahannya pada siapa. Ia menarik napas berulang kali sementara tangannya dikepalkan erat-erat.
"Pak Alan yang udah keterlaluan! Apa gue salah ngerasa marah karena itu?"
Makhluk bumi mana yang suka dipermainkan bak orang idiot? Alan boleh saja menguasai teknologi, hobi mengusili mahasiswa yang membuatnya sebal setengah mati, tetapi tidak dengan cara mengusik privasi! Ketika Alan sendiri merasa marah waktu Naya mengorek status perempuan di ruangannya kemarin, bagaimana bisa laki-laki itu berharap ia akan diam saja setelah semua perbuatan berengseknya?
Lututnya bersimpuh di dekat boneka angry bird yang tergeletak di lantai. Naya memosisikan boneka itu agar menghadapnya.
"Al, sumpah, gue pengin banget gantung lo di puncak Eiffel. Udah jones, control freak, OCD... apa sih yang bagus dari lo? Bisa enggak sih lo berhenti bikin gue ilfeel?" Tangannya menarik congor si angry bird yang menghilang. "Berkali-kali lo bikin gue jengkel, marah-marah enggak jelas, gondok... tapi berkali-kali pula lo bikin gue enggak tega marahin lo. Serius deh, Al, gue harus kayak gimana lagi buat ngadepin sifat egois lo?"
Kedua lututnya ditekuk merapat ke dada. Naya membalas tatapan angry bird yang nyalang.
Dasar sialan! Tidak orangnya, tidak juga kembarannya, mereka sama-sama punya mata yang memancing tindakan anarkis. Beruntung Naya masih memiliki sedikit akal sehat sehingga tidak memburai isi boneka jeleknya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eavesdrop [TAMAT]
RomanceKatanya, dia galak. Katanya, dia suka bantai mahasiswa. Katanya, dia pelit nilai. Katanya lagi, dia gay. Naya pusing mendengar kalimat-kalimat pengantar super buruk itu. Maha-siswa. Seharusnya titel itu terdengar keren untuk diucapkan. Hitung-hitung...