Part 26 | Gencet Sana-Sini

110K 12.6K 1.5K
                                    

Jadi sahabat bukan berarti kita berbagi segala macem privasi. Tetep ada hal-hal yang mesti gue simpen sendiri, entah karena gue lupa cerita atau memang itu perlu.

--Dear Bestie--

____________________________







Bila virus worm menginfeksi sistem melalui celah keamanan yang terbuka kemudian mendapat julukan sompret karenanya, kelakuan Alan yang menyesatkan mahasiswa baik-baik seperti Naya menggunakan sederet kalimat ambigu bisa disebut sompret kuadrat.

Kalau kamu mau menikah dengan saya....

Naya menggeleng kencang. Pantat panci gosong punya mamanya melambai-lambai di udara, bersiap
say hi lalu mengecup pipinya mesra gara-gara khayalan anehnya. Itu horor! Serius itu horor! Jadi sarjana saja belum, masa mau nikah-nikahan?

"Ya Allah, harus gue apain ini soal seuprit tapi jawabannya sepanjang jalan kenangan?"

Keluhan Sela menarik akal Naya agar kembali ke jalan yang lurus. Ia mengerjap berulang kali. Ya Tuhan, bisa-bisanya dirinya terjaring jebakan si angry bird. Kodrat Alan adalah makhluk edan dari kayangan. Sepuluh soal made in setan ini seharusnya sudah cukup untuk menyadarkannya.

"Sumpah, otak gue keriting ngerjain nomor tujuh. Weh, Nay, lo udah kelar ngerjain nomor lima? Bantuin gue dong," kicau Monika merasa pusing. Ia menggaruk kepalanya sambil memelototi monitor. "Tinggal cari tahu following IG yang enggak follback pakai aplikasi yang udah ada aja... kenapa sih. Pakai harus di-debug-debug segala."

"Ho-oh. Mana teori sama tugas beda jauh pula. Diajarinnya apa, ngerjainnya apa." Kevin menekan keyboard dengan raut penuh permusuhan. "Sumpah ya, makin ke sini, gue makin ngerasa salah jurusan. Allahuakbar biyuuunge... pengin balik kampung."

Toyoran datang dari Fabian yang tertawa terbahak-bahak. Keracunan soal tampaknya membuat logat khas Kevin keluar.

"Foto kau di kampung bisa pecah, Vin, kalau kau panggil-panggil mamak kau." Fabian buru-buru mengangkat laptopnya untuk pindah ke dekat Naya demi menghindari lemparan diktat. "Tuh, contoh Naya. Dia yang adeknya Pak dosen aja anteng. Iya enggak, Nay?"

Setengah meringis, Naya menepuk kepalanya yang tiba-tiba migrain sebelah. Fabian tidak tahu saja penderitaan di balik status tersebut. Soal-soal ini belum ada apa-apanya dibanding sulutan emosi yang ditimbulkan oleh Alan.

"Jangan salah, Fa. Gue malah pengin nge-hack otaknya Pak Alan. Nyusupin memory resident atau polymorphic virus gitu biar pikiran beliau ganti menyayangi mahasiswa dengan sepenuh hati, bukannya nyiksa sampai titik darah penghabisan begini."

Sudah kemarin Naya dikira melendung, diaku-aku istri padahal katanya kakak-adik zone, lalu hari ini Alan kembali menyiksanya dengan tugas yang jawabannya wallahualam. Nurani dosennya sebenarnya di mana?

Fabian menyenggol bahu Naya dari samping. "Pikiran lo, Nay." Lalu tertawa renyah. "Astaga, lo yang adiknya dosen aja sepuyeng ini, apalagi kita-kita?"

Yanuar yang sibuk dengan soal bagiannya mengimbuhi, "Dosen mah jangan ditanya lagi, terutama pak dekan. Yang bisa baca pikiran mereka cuma orang-orang berakal dewa."

Cukup tahu saja soal buatannya membutuhkan banyak formula agar bisa dipecahkan. Itu baru soal, isi pikiran pembuatnya pasti lebih parah lagi. Algoritma ditambah semantik ditambah aljabar ditambah trigonometri ditambah eksponen... sampai jebol isi kepala juga belum tentu bisa menebak pikiran sang dosen.

Eavesdrop [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang