Part 19 | Que Sera-Sera, Whatever Will Be-Will Be

129K 11.8K 1K
                                    

Kamu tidak bisa menghitung berapa banyak orang yang tidak menyukai kamu. Seringkali, orang membencimu karena itu adalah kamu.

--Dosen yang selalu benar: Alan--
____________________________







Demi Neptunus yang dinobatkan sebagai planet dengan kala revolusi paling lama di tata surya, hal yang paling menyebalkan setelah ditimpa badai tugas yang menuntut begadang semalam suntuk adalah panggilan di pagi hari.

Tidur lagi enak-enaknya, kasur masih terlalu posesif, udara pagi yang menggiring kantuk merupakan paket sempurna untuk membayar jatah tidur yang disabotase. Namun lantaran satu berita dari Yanuar yang mengatakan bahwa pukul delapan akan ada kelas tambahan dari dosen matematika, seketika mengguncang ketenangan Naya.

Mendadak? Tidak usah ditanya! Akan tetapi, bukan itu bagian yang paling membuat dongkol.

"Kenapa pada masih di luar? Kalian ikutan telat kayak gue, ya?"

Napasnya terengah. Gila! Kelas mendadak mampu mengubah Naya menjadi sprinter pro. Hanya butuh dua menit untuk mencapai kelas padahal jarak antara gerbang fakultas dan kelasnya cukup jauh karena harus melewati gedung teknik kimia dan teknik geologi.

Fabian menggeleng lesu. "Kosong, Nay. Dosennya tiba-tiba ada kepentingan."

Speechless. Percayalah, tidak ada satu pun mahasiswa yang tidak ingin mengunyah aspal sewaktu mendengar ini. Demi apa batal? Sudah berlari kesetanan karena takut terlambat, sesampainya di kelas malah dosennya tidak ada alias kosong.

"Tiba-tiba napsu primitif gue keluar. Gue pengin bantai orang, sumpah!" Kevin bersandar lemas di pohon beringin yang masih basah akibat gerimis pagi. Wajah kusutnya menatap Yanuar penuh dendam. "Lo kok tega-teganya nge-prank satu kelas, Nu?"

"Yee... mana gue ngerti kalau Bu Hida bakal berubah pikiran secepat itu. Gue cuma jalanin amanat doang," bela Yanuar tak terima disalahkan.

Sebagai koordinator mata kuliah matematika, dia berfungsi menjembatani mahasiswa kelas A dengan dosen pengampu matkul tersebut. Setengah tujuh, Bu Hida memang benar menghubungi dirinya untuk memberitahu masalah kelas dadakan dalam rangka mengganti jam kosong minggu lalu. Namun entah ingatan dosennya sedang eror atau apa, tepat pukul delapan kurang lima menit, beliau mengonfirmasi lagi bahwa kelas tidak jadi. Ini jelas bukan salahnya.

"Gue bahkan nyaris ditilang tahu enggak gara-gara nekat nerobos lampu merah!" Fabian ikut menumpahkan magma dalam kepalanya. Ia mencengkeram bahu Naya dan mengguncangnya berkali-kali. "Huweee... Naya, gue bahkan lupa isi bensin. Tidur kurang, sarapan dilewatin, tugas belum dijilid. Naya, gue pengin sleding tuh dosen tapi takut dosa."

"Naya..." Kevin ikut-ikutan mengguncangnya. Kini, badan gadis itu diapit oleh dua laki-laki yang sedang kumat menggila. "Lo lihat mata gue. Lihat! Gue jadi vampir sekarang. Muka pucet, kantong mata tebel, mata merah. Gue pengin gigit tuh dosen. Astagaaa... bisa-bisanya gue di-PHP padahal biasanya nge-PHP!"

Fabian berseloroh, "Ho-oh. Enggak terima gue diginiin. Yuk, kita kasih pelajaran bareng-bareng ke tuh dosen. Tiga pahlawan bersatu dalam perang. Bersatu kita teguh, bercerai kita bubar jalan!" Mereka terus mengguncangnya bak orang kesurupan.

Menarik napas dalam, langsung saja Naya mengayunkan kakinya bergantian untuk menginjak dua makhluk gila di depan dan belakang tubuhnya.

Eavesdrop [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang