Part 36 | Spitfire

121K 14.4K 14.7K
                                    

Cita-cita: Bermanfaat bagi sesama, nusa, bangsa, dan negara.

Realita: Pas udah dimanfaatin beneran, rasanya kok sakit ya?

--Manusia berprinsip ambyar--
______________________________







Boötes void merupakan tempat paling menyeramkan di alam semesta. Julukannya sebagai The Great Nothing dengan bentangan ruang kosong yang luas, sudah cukup memberikan porsi imajiner mengerikan ke dalam benak manusia. Namun ketimbang terjebak dalam The Great Nothing, duduk tak berdaya di depan Sela terasa jutaan kali lipat lebih mengerikan.

Dengungan panjang di telinga Naya memburamkan segala sesuatu di sekelilingnya. Pening membabat habis seluruh ide cerdik yang ia punya.

"Auh, sakit ya, Nay? Oh, maaf deh. Habisnya kepala lo bikin gue gemes sih." Bibir Sela mencebik. "Sini gue obatin, Nay. Dua menit pasti sembuh."

Naya beringsut menghindari jangkauan tangan Sela. Kepalanya sakit, bukan idiot mendadak. Fakta bahwa Sela baru saja membenturkan kepala Naya ke pilar telah menampar kesadarannya mengenai identitas gadis di depannya.

Jantungnya berdentum menyakitkan kala mengingat kedudukan Sela sebelum ini. Demi Tuhan, mereka sahabat baik. Benar-benar sangat baik hingga hampir tak pernah ada pertengkaran yang tak bisa diselesaikan. Naya sungguh menyayanginya karena orang tua mereka saling mengenal sejak kecil. Namun, apa ini?

"Muka lo sedih gitu, Nay. Kenapa? Pengin nangis?" Suara Sela terdengar mengejek. "Nangisin apa? Nangisin kebegoan lo, ya?"

Naya berusaha menarik senyum walau dengan bibir bergetar.

"Gue udah anggep lo kayak saudara sendiri, Sel." Tangannya mengepal kuat. "Walaupun kadang berantem pas beda pendapat, saling bentak pas lagi sensi, nyakitin lo sama sekali enggak ada di pikiran gue." Ia mengusap keningnya yang terasa berputar. "Nyatanya cuma gue yang anggep lo begitu ya?"

Mereka merantau bersama-sama, menuntut ilmu bahkan tinggal di kamar yang sama. Sela adalah orang pertama yang akan mendengarkan cerita kesehariannya. Sela adalah orang pertama yang mengkhawatirkan Naya jika sesuatu yang buruk terjadi padanya. Pun sebaliknya. Seandainya bumi berguncang dan Sela terjebak di dalamnya, Naya akan mengorbankan apa saja demi menyelamatkan dia.

Tubuhnya menggigil. Tidak. Ini pasti bukan Sela yang ia kenal. Ini pasti kembaran antah berantah yang baru muncul untuk mengobrak-abrik hubungannya dengan Sela yang asli.

"Lo bukan Sela. Pasti bukan, iya kan?" Kepalanya menggeleng kencang. Hatinya sakit sekali. "Sela yang gue kenal enggak kayak gini. Gu-gue tahu Sela kayak apa. Dia enggak punya gen jahat sedikit pun. Dia... dia enggak bakal tega nyakitin gue dengan sengaja. Sekarang bilang ke gue. Siapa lo? Siapa yang nyuruh lo buat pura-pura jadi sahabat gue?!" bentaknya.

Seseorang pasti sudah menyuruh orang ini untuk berperan sebagai Sela. Naya kenal gadis itu luar-dalam. Pribadi Sela mungkin sedikit cuek dan kurang peka, tetapi dia adalah sahabat terbaik yang Naya miliki di dunia. Ribuan orang berkenalan dengannya, ratusan orang bercengkerama dengannya, puluhan orang dekat dengannya, namun hanya satu orang yang berstatus sebagai sahabat sejatinya.

Naya menggeleng berkali-kali. Bahkan ketika gadis di depannya menertawakan ucapannya, ia tetap menolak percaya.

"Sahabat?" Sela tertawa meremehkan. "Duh, please ya, Nay. Lo kok begonya enggak kelar-kelar sih. Ini realita, bukan mimpi belaka. Bangun! Lo punya apa sampe ngarep orang lain bakal sukarela mau jadi sahabat lo, hah? Bangun, Nay! Lo punya apa sampe ngarep orang lain bakal baik ke lo kalau lo enggak punya sesuatu yang bisa dimanfaatin?"

Eavesdrop [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang