📜 Komen waktu dan tempat kalian pas baca bab ini dongs...
______________________________
If, then, else. Seperti operator pemrograman, perasaan manusia pun begitu. Jika (if) kamu terlalu percaya, kemudian (then) dikhianati, yang lain (else) hanyalah tentang sakit hati.
--Akang coding yang dicurangi bug--
______________________________
Sedalam-dalamnya lautan, belum bisa menyaingi dalamnya hati manusia. Seribet-ribetnya bahasa pemrograman, belum bisa menyaingi keribetan kode-kode Alan. Mau pasang antena kepekaan setinggi apa pun, transmisi pemahaman tidak akan tercantol di sana. Pusing sendiri yang ada.
Naya mengurut keningnya yang panas. Niat hati ingin mendepak Alan dari hidupnya agar jangan lagi menjadi beban perasaan dan pikiran, eh malah dijebloskan dalam kubangan derita lain. Maksudnya si angry bird apa coba?
Alisnya menukik saat memorinya berusaha me-reka awal pertemuannya dengan Alan hingga bentakan kemarin. Tajuk yang Naya dapat hanyalah kejulidan beliau. Ia ingat betul bagaimana pinkeu-pinkeu stroberi menjadi bahan bulan-bulanan Alan, pengusiran tak beradab dari kelas perdananya akibat lipbalm, kuis sompret dengan jawaban edan, lalu siksa kubur yang menjadi trending topic di kepalanya. Mana ada kode-kode berbau perasaan?
"Seandainya ada penghargaan buat dosen paling jago sekakmat mahasiswa, gue yakin Pak Alan bakal menang telak."
Fabian menyelipkan pensil ke telinganya. Ringisan pahit mengikuti gerak salah satu kakinya yang ditumpangkan ke tugu fakultas teknik.
Fokus Naya beralih. Ia mencibir. "Lo mah telat sadar, Fa. Itu kelebihan Pak Alan dari dulu, keles!" Si kunyuk ini ke mana saja sampai baru tahu sekarang?
"Emangnya lo abis diapain, Cuy?" tanya Kevin di sela kesibukan mengupas kulit kuaci.
Jam kuliah sore telah usai, namun mereka memutuskan duduk-duduk sebentar untuk mendinginkan kepala ketimbang langsung pulang. Beberapa anak organisasi yang berseliweran di area gerbang fakultas tak membuat tempat yang mereka pijak terkesan sepi.
Fabian menendang udara kosong secara tiba-tiba.
"Gue kan coba hubungin Pak Alan lewat surel ya--soalnya lewat Line sama segala sosmed yang beliau punya slow response. Niatnya mau minta maaf sama basa-basi gitu. Syukur sih bisa deket biar pas nilai gue jelek, gampang diselametin pakai poin 'kenal baik'."
"Lo berani caper sama itu Hitler, Fa?" sembur Kevin tak percaya. Hobi Fabian dalam membuat koneksi memang sudah terkenal, tetapi Kevin tidak menyangka temannya ini nekat juga. "Anjay, gue yang jadi komandan tingkatan dan kadang harus konsultasi beberapa hal sama Pak Alan aja angkat tangan. Pokoknya yang bagian ngurusin Pak Alan itu Naya. Titik. Masa bodoh, gue masih sayang nyawa."
Naya mendelik. Kebiadaban rekan senasib sepenanggungannya tidak diragukan lagi berperan penting dalam menjadikan dirinya samsak emosi Alan. Kevin sialan!
"Seriously, lo tanya gue berani apa enggak?" Fabian berkacak pinggang. "Ya jelas beranilah... awalnya doang tapi. Pas udah dibales, nyali gue langsung ciut."
"Uluh-uluh... icikiwir! Fibiin tirnyiti bisi ciit jigi," ledek Naya yang segera dihadiahi toyoran.
Karma menjadi biang onar ternyata sungguh instan. Tidak perlu menunggu meteor datang menghajar, Alan saja sudah cukup menggenapkan keapesan Fabian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eavesdrop [TAMAT]
RomanceKatanya, dia galak. Katanya, dia suka bantai mahasiswa. Katanya, dia pelit nilai. Katanya lagi, dia gay. Naya pusing mendengar kalimat-kalimat pengantar super buruk itu. Maha-siswa. Seharusnya titel itu terdengar keren untuk diucapkan. Hitung-hitung...