"Setidaknya kau harus berjuang, Seokjin-ah. Kau itu seperti Younghwan. Kau sama kuatnya seperti dia. Jadi kau harus meyakinkan dirimu kalau kau bisa."
Seokjin kembali teringat akan ucapan paman Namgil padanya. Seokjin tahu, ayah Namjoon itu sangat mengkhawatirkannya. Namun, ia sendiri tidak bisa menemukan keyakinan dalam dirinya.
Ia menghela napas kasar, lantas menerawang langit malam yang bertabur bintang dari balkon kamarnya. Entah mengapa indahnya pemandangan itu tidak bisa membuat hatinya merasa tenang.
"Setidaknya kau harus memikirkan masa depan perusahaan dan juga adikmu."
Kini giliran ucapan Lee Namjoon yang terngiang di dalam pikirannya. Sahabatnya itu benar, jika bukan dia, lalu siapa lagi yang akan mengurus perusahaan dan kedua adiknya. Tapi, di sisi lain, kesempatan yang ia miliki hanya tiga bulan. Apa itu mungkin?
Dan tunggu, apakah dia baru saja memikirkan kedua adiknya? Apakah kini ia mulai memperhatikan Kim Jaera?
Ia sungguh plin plan. Setelah sebelumnya ia berseteru dengan Jaera karena gadis itu memasuki kamarnya tanpa izin, pagi ini Seokjin melakukan hal yang menurutnya sangat konyol. Entah angin apa yang mendorongnya untuk memberitahukan keberadaan Taehyung saat gadis itu kebingungan mencarinya. Dan lagi, yang lebih tidak masuk akal, pria itu memakan masakan buatan Jaera.
Ya, dia tahu bahwa gadis itu selalu memasak untuknya. Selama ini ia tidak pernah sekalipun menyentuh masakannya. Namun, pagi ini ia dengan suka rela memakan masakan buatan gadis itu, bahkan satu meja dengannya. Ia pun mengakui jika masakan buatan Jaera benar-benar lezat.
Jangan lupa kalau pria ini juga sempat mengucapkan kalimat yang tidak ada dalam kamusnya. Mengingatkan Jaera agar berhati-hati saat berangkat. Sontak saja pria itu merasa konyol setiap kali teringat perbuatannya pada Jaera pagi tadi. Sepertinya dia sudah gila.
"Aku harus bagaimana, Ibu?" gumamnya yang kini telah bersandar seraya menutup mata.
"Tidak bisakah kau membantuku?" ucapnya sekali lagi. Sudut matanya tidak berhenti memproduksi air mata yang kini telah meleleh di pipinya.
Sungguh Seokjin terlihat kuat hanya di luar saja. Ia juga tidak pernah sedikitpun menunjukkan kesedihannya di depan Taehyung. Padahal sebenarnya, ia pria yang sangat rapuh dan mudah depresi. Seakan terdapat beban berat di pundaknya yang tak mampu ia tanggung.
Belum lagi masalahnya tentang Jisoo. Pria itu harus merelakan gadis yang disukainya dengan pria lain. Tidak, dia sangat mencintai Jisoo. Namun sayang, takdirlah yang membuat mereka tidak dapat bersatu.
Beruntung ia memiliki sahabat yang dengan sabarnya akan mendengar semua keluh kesah yang ia miliki. Sahabat yang selalu menguatkan dirinya saat ia merasa terpuruk
Ia mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya, mencoba menetralkan suasana hatinya. Lantas ia menegak soju yang sedari tadi ada di hadapannya. Mungkin saat ini hanya soju lah yang bisa memenangkan hatinya selain Namjoon.
...
Seokjin tengah duduk di depan meja belajar dengan memegang foto Jisoo di tangannya. Sudah sejak tadi ia memandangi foto gadis itu. Jujur saja Seokjin sangat merindukan Jisoo setengah mati. Karena sudah satu bulan ini pria itu sama sekali tidak bisa berhubungan lagi dengan Jisoo.
Ia tidak pernah bertemu dengan Jisoo sama sekali. Dan mungkin tidak akan mudah lagi untuknya bisa bertemu kembali dengan Jisoo. Gadis itu sudah melupakannya, melupakan sahabatnya, Kim Seokjin.
Sepertinya hubungan gadis itu dengan Shin Yoongi berkembang sangat pesat. Darimana Seokjin tahu? Shin Yoongi tentu saja.
Ia begitu terkejut saat Yoongi mengirimkan pesan padanya. Bukan hanya terkejut, bahkan jantungnya seolah akan melompat dari tempatnya karena membaca pesan dari pria yang notabennya adalah kekasih Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret ✓
FanfictionSebelumnya berjudul Am I Wrong Tanpa kalian ketahui, sesungguhnya akulah orang yang paling merasakan sakit disini - Kim Seokjin