Seokjin mengusap lembut puncak kepala Jaera, mengamati wajah damai adiknya saat tidur. "Kuharap kau bisa selalu damai seperti ini. Aku memang bodoh tidak bisa melindungimu sejak dulu," gumamnya pelan agar tidak mengganggu kualitas tidur adiknya.
"Mulai saat ini aku berjanji tidak akan membiarkanmu bersedih lagi. Aku juga tidak akan segan memberi pelajaran pada siapapun yang berani menyakitimu. Dan kuharap kau mau memaafkanku meskipun aku tahu sudah sangat terlambat meminta maaf padamu. Hanya itu yang kuinginkan sebelum semuanya terlambat."
Tanpa pria itu sadari, Jaera tengah mendengarkan seluruh ucapan Seokjin padanya. Hanya saja ia enggan membuka matanya, memilih membiarkan kakaknya mengungkapkan seluruh unek-uneknya.
Dan hal itu berhasil membuat hatinya berdesir. Ia dapat merasakan ketulusan di setiap ucapan Seokjin. Ia pun yakin jika kakaknya sudah berubah, bukanlah Seokjin yang dulu sangat membencinya.
Dengan sekuat tenaga Jaera menahan agar air matanya tidak tumpah di saat seperti ini. Ia tidak ingin ketahuan jika sedang pura-pura tidur.
Sedetik kemudian ia merasakan sebuah kecupan mendarat di keningnya. Membuatnya secara refleks menahan napas.
"Oppa menyayangimu, Yoon Jaera," ucap kakaknya sebelum ia mendengar langkah kaki yang semakin menjauh dan suara derit pintu yang ditutup.
Seketika air mata bahagia mengalir bebas membasahi pipinya. Senyum pun terukir indah di bibirnya.
"Aku juga menyayangimu, Oppa..."
Seumur hidupnya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan sebesar ini, walau hanya mendengar Seokjin mengungkapkan rasa sayangnya, namun semua itu sangat berharga baginya.
...
Bruak!
"Aish, kkamjagiya!" umpat seseorang saat tidurnya terusik oleh suara pintu yang dibuka secara paksa. Setelah cukup tersadar dari tidurnya, ia terkejut saat mendapati Seokjin lah sang pelaku yang sudah mengganggu tidur manisnya.
"Ya! Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Namjoon saat melihat Seokjin yang kini sudah duduk manis di tepi ranjangnya dengan kantung plastik berisi soju di tangannya. Sontak saja pria itu mengerutkan kening heran.
"Temani aku minum, Joon."
"Mwo? Apa kau sudah gila?" Namjoon semakin tercengang setelah mendengar permintaan Seokjin. Jujur saja ia sangat tahu jika sahabatnya itu sangat payah dalam hal minum, satu botol saja bisa membuatnya sangat mabuk. Dan lagi, hal itu hanya akan memperburuk penyakitnya.
"Kumohon kali ini saja, aku berjanji ini yang terakhir mengajakmu minum," pintanya lagi.
Pria berlesung pipi itu hanya menghela napas pasrah, bagaimanapun ia tidak bisa mengabaikan sahabatnya begitu saja. "Baiklah, tapi ini yang terakhir, ya? Awas saja kalau kau sampai mengajakku minum lagi nanti."
Akhirnya Namjoon bangkit dan mengajak Seokjin ke balkon kamarnya yang dirasa cocok untuk minum saat ini. Ia pun tak lupa menyiapkan camilan pendamping untuk menemani mereka.
"Apa kau sedang ada masalah?" tanya Namjoon membuka suara.
Seokjin mengangguk setelah meneguk gelas pertamanya. "Eoh, sangat banyak," jawabnya datar.
"Biar ku tebak, kau pasti frustasi karena Jisoo?" tebak Namjoon yang sontak membuat Seokjin tersenyum miris dan kembali menegak soju miliknya.
"Minggu depan dia akan menikah. Kau tahu seperti apa perasaanku sekarang?" Pria itu malah balas bertanya sehingga membuat Namjoon hanya bisa menghela napas beratnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret ✓
FanfictionSebelumnya berjudul Am I Wrong Tanpa kalian ketahui, sesungguhnya akulah orang yang paling merasakan sakit disini - Kim Seokjin