Chapter 8

608 111 6
                                    

Jaera semakin merapatkan mantel miliknya, karena udara malam ini begitu dingin dan ia tidak punya tujuan. Yang ada dipikirannya hanyalah pergi sejauh mungkin dari kawasan rumahnya.

Hari mulai petang, sedari tadi yang ia lakukan hanya berdiam diri memeluk tubuhnya di salah satu halte. Linangan air mata masih terus keluar membasahi pipinya.

Jaera masih terpikirkan bagaimana keadaan Taehyung. Padahal ia ingin sekali menemui pria usil itu, namun karena muak dengan perlakuan Seokjin, ia harus terpaksa meninggalkan Taehyung. Dia sungguh tak menyangka bahwa Seokjin membencinya begitu besar.

"Jaera?"

Jaera pun menoleh, lantas memicingkan mata agar bisa melihat siapa sosok di kegelapan yang memanggil namanya. Ia berdiri perlahan, takut-takut jika sosok itu adalah orang jahat.

Saat sosok tersebut semakin mendekat, Jaera sedikit memundurkan langkahnya.

"Ah, ternyata benar, Yoon Jaera!" ujarnya saat jarak mereka sudah dekat.

Akhirnya Jaera bisa bernapas lega saat mengetahui ternyata sosok itu adalah Park Jimin.

"Kau sedang apa di sini?" Jimin bertanya dengan wajah heran saat melihat barang bawaan Jaera.

Jaera kembali duduk, diikuti Jimin yang sudah duduk di sampingnya. "Maaf, ku pikir kau orang jahat tadi."

Jimin terkekeh pelan dan menggaruk belakang kepalanya. "Ah maaf, aku jadi menakutimu. Lagi pula mana ada orang jahat semanis diriku?" candanya yang berhasil mengundang tawa Jaera.

"Sekarang orang jahat itu tidak peduli dia manis atau tampan. Kalau sudah jahat, ya jahat saja, kan?"

"Benar juga, sih." Jimin tersenyum kikuk. "Kau belum menjawab pertanyaanku Jaera-ya."

Gadis itu terlihat menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Jimin. "Aku pergi dari rumah."

Sontak saja Jimin tercengang mendengar ucapan Jaera. "Wae?"

"Ceritanya panjang." Kini ia menundukkan kepalanya.

"Dan sekarang kau mau kemana?"

Gadis itu hanya menggeleng. "Sebenarnya aku ingin mencari rumah sewa atau apalah semacamnya untuk aku tinggal sementara waktu."

"Kalau begitu ikutlah denganku." Jimin berujar, lantas menuntun tangan Jaera untuk berjalan mengikutinya. "Tinggal saja di rumahku, ibuku pasti tidak keberatan."

"Mwo?" seru Jaera yang sontak membuat langkah Jimin terhenti. "Aniya, aku tidak mau merepotkanmu, Jimin-ah."

"Siapa bilang kau merepotkanku? Kajja." Jimin kembali menuntun Jaera.

Gadis itu patuh dan mengikuti Jimin. Ya, setidaknya dia tidak harus tidur di halte malam ini.


...


Suara detik jam dinding mengalun menemani dua manusia yang ada di ruang rawat salah satu rumah sakit. Yang satu tengah sibuk mengamati wajah adiknya, tidak ingin terlewat jikalau nanti pria muda itu tersadar.

Sedangkan yang lainnya sedari tadi hanya mondar-mandir dengan gelisah. Jungkook benar-benar khawatir. Sedari tadi ia tak henti memikirkan Jaera. "Aku akan mencari Jaera, Hyung." Tak tahan dengan situasi ini, akhirnya pria itu bersuara.

"Tidak perlu, biarkan saja."

"Tapi, Hyung..."

Seokjin menoleh memandang Jungkook. "Jangan berkata apapun pada Taehyung saat dia sadar nanti, arraseo?"

Regret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang