Chapter 12

581 100 3
                                    

Seokjin duduk termenung di sebuah bangku taman yang terlihat asing baginya. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Sunyi, tidak ada siapapun di sana selain dirinya. Ia pun bingung kenapa tiba-tiba berada di tempat seperti ini. Seingatnya terakhir kali ia sedang bersama Jisoo di taman apartemen gadis itu.

Kini ia bangkit dan memilih berkeliling taman tersebut. Ia tersenyum saat melihat banyak bunga bermekaran di sana. Semakin lama ia berjalan, semakin merasa tempat itu begitu familiar baginya.

Kemudian langkahnya terhenti saat melihat permainan jungkat-jungkit di ujung taman. memaksanya mengingat salah satu kenangan indah yang pernah dialaminya.

Kenangan saat ingin bermain jungkat-jungkit dengan ayahnya. Tapi, tidak berhasil karena bobot tubuh ayahnya jauh lebih berat darinya karena ia masih berumur tiga tahun. Ia pun menangis dengan kencang, hingga akhirnya sang ibu memutuskan untuk menemaninya bermain agar bobot mereka menjadi seimbang.

Ia ingat betul saat dirinya tertawa lepas karena berhasil memainkannya dengan sang ibu, dan ayahnya tentu saja. Lengkungan senyum terukir di bibirnya tanpa ia sadari.

Sekarang ia ingat. Taman ini adalah tempat bermain favoritnya bersama ibunya. Han Eunji.

"Jinnie-ya..."

Ia menoleh saat mendengar suara wanita yang menyapanya.

Nihil.

Tidak ada siapapun di belakangnya. Ia mengerutkan keningnya heran.

Karena penasaran, ia pun melangkahkan kakinya menuju ke arah sumber suara. Indera penglihatannya sibuk menyisir setiap sudut taman tersebut.

Langkahnya kembali terhenti saat melihat sosok wanita dengan dress warna putih duduk di bangku yang tadi sempat ia duduki yang seketika membuatnya meneteskan air mata. Sosok itu terlihat bercahaya karena sinar mentari yang menerpanya.

"Ibu..."

Terlihat wanita yang baru saja ia sebut ibu itu tersenyum sangat manis, lantas melambai mengisyaratkan Seokjin untuk mendekat padanya.

Seperti sihir, Seokjin mengayunkan kakinya untuk mendekat pada sosok yang sangat ia rindukan selama ini. Air mata pun tak kunjung berhenti mengalir di pipinya.

Lalu ia langsung saja memposisikan tubuhnya untuk duduk di samping Eunji. "Apa ini benar kau, Ibu?" tanya Seokjin.

Tangannya terulur untuk menyentuh wajah cantik sang ibu. Eunji yang mengerti maksud dari putranya kini meraih tangan Seokjin dan menempelkan pada pipinya.

"Memangnya siapa lagi, hm?" ucap Eunji lembut. "Aigoo, lihatlah putraku tumbuh sangat tampan."

Seokjin hanya bisa diam dengan derai air mata membasahi pipinya.

Eunji tersenyum dan mengusap perlahan air mata di pipi putranya. "Kau sudah berjuang, Jinnie-ya. Jangan menangis. Kau pria hebat, Ibu sangat bangga padamu, Sayang."

Seokjin menggelengkan kepalanya. "Aku bukan pria baik, Bu. Lihatlah, karena perbuatanku aku harus kehilangan Taehyung. Aku tidak becus menjaganya."

"Memangnya apa yang Jinnie lakukan sampai kehilangan Taehyung?"

Kini Eunji tengah merengkuh bahu putra sulungnya dan menyandarkan kepala Seokjin pada bahunya sembari mengusap puncak kepala putranya.

"Karena aku mengusir Jaera," jawabnya lemah.

"Kalau begitu agar Taehyung kembali yang harus Jinnie lakukan hanya membawa Jaera pulang, bukan?" tutur sang ibu.

"Tapi, Jaera selalu mencoba mencelakakan Taehyung, sama seperti ia mencelakakan Ibu saat itu," protesnya.

Regret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang