Bab 22

14.2K 700 33
                                    

“Dev, kenapa Presiden China bilang Hongkong sama Taiwan itu milik China?”

Mata Dev masih terpejam sambil memeluk gadisnya dari belakang. Keduanya sibuk cuddle di sofa, membiarkan Rio merana sendirian di karpet sambil mengerjakan tugas sekolahnya.

Tidak juga sih, Rio hanya sibuk menyalin tugas milik Dev.

“Katanya Hongkong dan Taiwan itu bagian dari negara kesatuan China. Dia juga keukeuh bakal mempertahankan keduanya negara yang 'bandel' itu lewat kebijakan satu negara dua sistem atau satu China gitu lah pokoknya. Itu juga jadi sinyal buat negara barat biar gak ganggu kedaulatan mereka,” gumam cowok itu, menempelkan wajahnya ke punggung gadis itu. Menghirup aroma vanila dari tubuh gadis yang sedang dia peluk dari belakang dan aroma strawberry yang menguar dari rambut hitamnya.

Menenangkan, juga membuat Dev makin mengantuk.

Ralaya mengangguk mengerti sambil bermain game cooking fever di ponselnya.

“Tapi kenapa si Taiwan-nya gak mau?” tanya Ralaya lagi, posisinya yang membelakangi Dev membuatnya tidak tahu kalau saat ini cowok itu tengah mati-matian berusaha terjaga.

“Pemerintah disana bilang, istilah satu negara dua sistem itu bakal mengundang kekacauan kayak yang terjadi di Hongkong,” gumam Dev dengan suaranya hampir putus-putus karena tidak kuat menahan kantuk tapi gadisnya yang terus mengajaknya berbicara. “Katanya kalo mereka nerima kebijakan satu negara, dua sistem, itu artinya gak bakal ada lagi ruang buat keberadaan Republik Cina.”

“Penolakan Taiwan ini kayak konsensus buat warga disana dong?”

Dev mengangguk. “Hm, emang konsensus banget. Dua puluh tiga juta orang nolak kebijakan satu negara dua sistem. Gila aja ya, kan? Tapi terlepas dari afiliasi partai atau posisi politik soalnya R.O.C udah berdiri selama lebih dari tujuh puluh tahun.”

Rio exe has stopped working.

Kata itu seolah tercetak jelas di keningnya.

Cowok itu langsung cengo. Berhenti menulis lalu menatap sepasang remaja yang cuddling tanpa memikirkan perasaan dirinya yang seorang menjomblo.

Rio mendadak jadi blank.

Yang satu sibuk dengan ponselnya sementara satu lagi tengah mencoba untuk tidur tapi yang mereka bahas malah masalah negara?

Se-random itukah mereka?

“Astaga adek, lo ngomongin apaan sih sama Dev?” tanya Rio dengan gemas.

“Ngomongin China,” kata Ralaya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. “Menurut kak Rio gimana soal satu negara dua sistem?”

Rio meringis mendengarnya. Dia tidak tahu tentang hal seperti itu dan tidak peduli juga.

“Boro-boro ngurusin negara orang, ngurusin hidup gue sendiri aja gue masih bingung, Dek,” kata Rio sambil memelas.

Ralaya tiba-tiba tertawa. “Bingung karena jomblo, ya? Cepet cari pacar gih.”

“Heh jangan salah, gini-gini gue udah punya kandidat,” kata Rio dengan bangga.

“Yaudah cepetan confess,” titah Ralaya. “Keburu kak Rio ketikung.”

“Heem gue juga lagi mikirin kapan waktunya, Dek,” kata Rio yang kini malah sibuk bermain ponsel, membuka beberapa kolom chat dari gadis yang sedang dia dekati.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang