Bab 29

14.1K 637 49
                                    

“Aih!” geram gadis itu begitu mendapati toilet di lantai dua dekat lab nya rusak. Tidak ada air disana.

Dengan terpaksa, akhirnya dia menuju toilet di lantai satu.

Berada di ruangan ber-AC terlalu lama selalu membuatnya ingin ke kamar mandi dan Ralaya benci itu.

Dia membawa tungkainya turun ke lantai satu menuruni tangga. Suasana sekolah sepi. Ya tentu saja karena ini masih jam pelajaran. Paling hanya ada beberapa guru dan petugas kebersihan yang lewat.

Di lain sisi dia juga harus cepat, karena dia tidak mau ketinggalan prakteknya.

Menurutnya, praktek lebih menyenangkan daripada mendengarkan materi. Rasanya selalu mengantuk.

Beruntung toilet kosong dan tentunya toilet disini baik-baik saja, tidak ada kerusakan.

Selesai dengan urusannya, dia pun segera keluar. Merapihkan rok sekolahnya lalu kembali menaiki tangga.

Saat dia sudah hampir sampai di lantai dua, ada seseorang yang menghalangi jalannya.

Ralaya berdecak kesal dalam hati. Tapi dengan cepat kembali menguasai ekspresi wajahnya. Takut-takut yang di depannya adalah kakak kelas.

Tapi jika dilihat dari sepatunya, sepertinya orang yang menghalangi jalannya ini adalah murid laki-laki. Terbukti dari ukuran sepatunya yang besar dan aroma parfumnya yang maskulin.

Dia mendongak dan langsung mendapati sosok itu tengah tersenyum ke arahnya. Bukan sebuah senyum yang ramah.

Entahlah, seperti sebuah senyuman dengan artian tertentu.

“Hai, kitten,” sapa orang itu.

Gadis itu memilih bungkam dan menggeserkan tubuhnya ke kiri tapi cowok itu kembali menghadangnya.

Ralaya menggeserkan tubuhnya ke kanan, cowok itu pun kembali mengikutinya.

Demi nilai mata uang yang semakin melemah, kegiatan ini sangat membuang waktunya.

“Buru-buru amat. Gimana kalo kita ke kantin dulu?”

Lagi-lagi Ralaya diam. Dia kembali menggeserkan tubuhnya ke kiri tapi Deri juga kembali menghadangnya.

Wajahnya memberengut kesal. “Minggir.”

C'mon, jangan terlalu serius,” kata Deri dengan santai. “Gimana? Mumpung gue gak lagi di kelas juga.”

Cowok itu meraih dagu Ralaya, meminta gadis itu agar mendongak tapi dengan cepat Ralaya menepisnya kasar.

“Enyah lo.”

Nada bicaranya begitu dingin, tanpa minat. Membuat Deri menampilkan seringainya.

Anak kucingnya ini begitu menggemaskan dan begitu berani.

Benar-benar menarik.

Tapi itu semua tidak melunturkan sosok gadis ini di mata Deri. Dia masih tetap mempesona.

“Kenapa makin kesini makin cantik sih?”

Pertanyaan cowok itu dia anggap angin lalu.

Ayolah, ini bukan waktunya untuk merayu. Lagi pula semanis apapun ucapan Deri untuknya, tidak akan berpengaruh untuknya.

Kadar benci dan muaknya akan tetap sama atau bisa jadi malah makin bertambah.

“Minggir,” kata gadis itu lagi dan sekarang Deri malah makin berani dengan mengusak puncak kepala.

Mungkin jika ini Dev, dia akan senang dan makin menduselkan kepalanya. Tapi karena ini Deri, Ralaya tidak suka.

Cowok itu menarik tangannya begitu melihat Ralaya terlihat risih.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang