Bab 46

19.9K 470 157
                                    

Selama semingguan ini, Dev benar-benar menggunakan waktunya untuk trauma healing.

Dia rutin mengonsumsi obat dan menjalani Psikoterapi. Diluar itu pun selama di rumah, dia banyak melakukan hal yang positif. Seperti berolahraga misalnya.

Dev tak pernah absen untuk lari pagi meskipun disekitar komplek rumahnya atau pun dia memilih berenang sebagai gantinya jika sedang bosan.

Jadwal tidur Dev mulai terkontrol. Bahkan sekarang dia selalu menyempatkan tidur siang dan karena efek obat itu juga, dia mulai merasa nyenyak dalam tidurnya.

Tak lupa dengan Dev yang selalu membuat jurnal yang berisikan semua pemikiran, refleksi diri atau kegiatan yang selalu Dev lakukan setiap hari. Itu adalah salah satu tugas yang diberikan dari Psikoterapis-nya.

Dev juga mulai terbuka pada papa dan bunda. Menceritakan sekolah, teman-teman hingga rencana Dev tentang fakultas pilihannya.

Sekilas, itu semua nampak terlihat baik tapi terkadang dia selalu merasa sedikit kesulitan jika sudah mengingat mamanya.

Terkadang Dev melihat beliau menyiram tanaman atau sedang menyiapkan sarapan dan makan malam.

Dia masih berusaha mengatasi semua hal itu.

Seminggu ini juga dia absen tak menjenguk gadisnya di rumah sakit sehingga Dev menyuruh Rio untuk memantau Ralaya untuknya. Dan sekarang, dia ingin menjenguknya secara langsung.

“Jadi kamu mau sekalian pulang ke apartemen?”

Cowok itu mengangguk. “Iya, lagian Dev harus sekolah.”

Seminggu tak masuk sekolah pasti membuatnya banyak tertinggal pelajaran.

Terlebih dia saat ini sudah kelas tiga dan hanya tinggal beberapa bulan lagi dia akan lulus dan segera masuk ke jenjang Universitas.

“Dev, apa kamu gak mau tinggal disini aja?” tanya Bunda dengan sorot sendunya.

Tak mau ditinggalkan oleh Dev dengan cepat disaat kini hubungan anak dan ibu itu kian membaik disetiap harinya.

Melihat Dev hanya diam, papanya pun ikut menimpali, “Kalo gak siap sekarang, nanti pas kamu kuliah tinggal disini, ya?”

Sorot memohon dari kedua orangtuanya benar-benar membuat Dev jadi tak tega.

Dia pun ingin tinggal disini bersama mereka. Hanya saja untuk sekarang, Dev tak bisa memastikan mengingat keadaannya masih seperti ini.

“Dev usahain,” ucap cowok itu singkat lalu mencium punggung tangan papa dan bundanya. “Dev berangkat dulu.”

“Hati-hati dan jangan lupa Psikoterapi kedua minggu depan, Dev.”

“Iya. Ditemenin bunda, kan?” kata cowok itu sambil tersenyum hangat pada bundanya dan begitu bunda mengangguk sambil balas tersenyum, Dev pun segera menaiki mobil dan duduk dibalik kemudi.

Lalu kendaraan beroda empat itu menjauh dari rumah megahnya dan segera melaju membelah jalanan menuju rumah sakit.

•••

“Hari ini biar gue yang ke rumah sakit. Jadi buat sekarang lo bebas tidur seharian,” ucap Dev dari sambungan telepon.

Dia lalu menghentikan mobilnya begitu melihat lampu warna merah menyala didepan sana bersamaan dengan kendaraan lain yang ikut berhenti.

Harusnya juga saat ini dia mendengar suara sahutan Rio, tapi cowok itu masih diam.

Dev mengernyit lalu melihat ponselnya. Ternyata panggilan telepon masih terhubung.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang