Mereka berdua duduk di kursi balkon beratapkan langit malam yang juga saat itu terlihat bersih tanpa bintang ataupun bulan.
Rasanya benar-benar kosong.
Meskipun jalan raya tampak ramai ditambah sorot lampu jalan dan lampu yang berasal dari kendaraan, itu semua seolah tak berarti.
Mereka berdua duduk dalam hening, dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.
Bahkan sosoknya yang cerewet dan banyak bicara mendadak lenyap. Keduanya seolah tak mau untuk sekedar membuka mulut dan bersuara.
Hanya membiarkan kepulan asap rokok saling beradu, seolah ingin ikut menyemarakan suasana malam yang sepi.
Rio kembali menyelipkan sebatang rokok diantara celah bibirnya.
Sesekali dia menoleh ke samping dan menatap sang sahabat—Dev—yang ikut merokok juga bersamanya dengan tatapan kosong.
Sesekali surai hitam cowok itu bergerak karena ulah si angin malam yang juga ikut menerpa wajah tampannya.
Melihat itu, Rio hanya menghembuskan napas lelah.
Dia tidak suka berada dalam suasana canggung seperti ini. Belum lagi dia yang penasaran tentang apa yang terjadi pada Dev.
Bahkan apartemen ini masih berantakan seperti tadi. Sepertinya Dev sendiri tidak berniat untuk membereskan kekacauannya.
Rio masih cukup tahu diri dan mencoba mewajarkan untuk tidak memaksa Dev bercerita.
Mungkin Dev masih butuh waktu.
Alhasil Rio kembali menikmati rokoknya dalam diam. Kembali menyesap rokok itu dan menghembuskan asapnya ke udara.
Rasanya sudah lama sekali tidak melihat Dev merokok dan dengan keadaan yang sekarang, Rio jadi bisa mengetahui kalau Dev sedang kacau hanya saja dia tahu apa yang melatarbelakanginya.
Tapi disisi lain dia memang salut pada cowok di sampingnya ini karena semenjak dia berpacaran dengan Ralaya, Dev mulai mengurangi kebiasaan merokoknya.
Gadis itu tidak melarang Dev, hanya saja Ralaya selalu enggan berdekatan Dev saat cowok itu tengah atau sehabis merokok. Menurut gadis itu, bau rokok membuatnya sesak.
Dev hanya boleh mendekati Ralaya kalau cowok itu bebas dari bau rokok.
Rio jadi ingat, saat itu dia melihat Ralaya yang enggan dipeluk oleh Dev karena cowok itu memang sehabis merokok. Bahkan sekedar duduk saling bersebelahan pun tidak mau hingga akhirnya Ralaya memilih duduk disamping Rio daripada Dev.
Mungkin Dev lama-lama semakin tersiksa karena Ralaya tidak mau berdekatan dengannya, alhasil Dev mulai mengurangi kebiasaannya merokok dan dia berhasil lepas.
Tidak hanya itu, dia juga sudah terbebas dari kebiasaan buruk lainnya yaitu pergi ke bar.
Kalau untuk itu, Ralaya memang melarangnya dengan keras.
Tentu saja Dev pada awalnya kesusahan sampai sempat sembunyi-sembunyi hingga pada akhirnya dia ketahuan karena Rio yang keceplosan dan berakhir dengan Dev yang diabaikan selama seminggu sebagai hukuman hingga akhirnya Dev yang benar-benar terlepas dari kebiasaan jelek itu.
Efek yang ditimbulkan Ralaya memang sehebat itu bagi Dev.
Saat terlarut dalam pemikirannya sendiri, suara deheman Dev berhasil menyadarkannya dan membawa Rio seolah kembali menapak bumi.
Cowok itu menoleh dan mendapati Dev yang masih merokok.
“Gue pernah bilang 'kan kalo gue tuh suka kalo dia bergantung sama gue dan gue gak pernah merasa keberatan,” kata Dev dengan tiba-tiba yang langsung membuat dahi Rio mengernyit bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[I] Ralaya ✔
Teen FictionAku yang sedang frustasi saat ini hanya duduk bersandar di sudut ruangan. Air mata sialan ini terus saja mengganggu pandanganku. Tangan kanan-ku memegang sebuah cutter yang selama beberapa bulan ini telah menjadi teman setiaku. Dengan yakin, aku mul...