Pagi-pagi sekali Luna sudah sampai di kantor. Meski begitu, bukan ruangan sekretarisnya yang ia tuju. Melainkan ruangan kepala bagian divisi administrasi. Itu ruangan Kevin. Begitu sampai, Luna langsung meraih gagang pintu itu dan membukanya. Kosong.
Tentu saja kosong. Ini karena jam di tangannya masih menunjukkan pukul enam pagi. Sedangkan kantor itu mulai beroperasi jam 8.
Luna lalu duduk di kursi milik Kevin. Ia seperti menikmati kenangan bersama kekasihnya itu. Luna membuka laci meja kerja Kevin. Dan ia menemukan beberapa foto mereka berdua. Luna masih ingat betul kapan foto-foto itu diambil.
Salah satunya ketika mereka sedang berkencan di salah satu Curug di daerah Bogor, dua tahun yang lalu.
*****
-Flash back-
Luna sedang berteduh di bawah sebuah terpal, milik warung kopi. Hujan saat itu, terlihat begitu deras. Di tambah ia juga berada di kaki gunung, seolah menambah hawa dingin yang semakin terasa. Sesekali Luna menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya yang kaku, hampir membeku.
Tiba-tiba, tepat di hadapannya muncul segelas cappucino sepertinya baru saja matang. Terlihat dari asapnya yang masih mengepul. Luna pun tersenyum senang.
"Ini untukmu, Luna. Hati-hati, masih pa ...." Belum sempat Kevin menyelesaikan kalimatnya, Luna sudah keburu meraih gelas kopi itu.
Akhirnya ... Ia merasakan darah kembali mengalir jemarinya. Kevin baru menyadari Luna yang sedang kedinginan.
Kevin lalu membuka jacket tebal yang ia kenakan. "Apa kubilang? Bukankah aku sudah memperingatkan dirimu untuk memakai pakaian tebal? Ini musim hujan, ditambah lagi kita pergi ke kaki gunung. Kamu ini benar-benar keras kepala."
"Aku hanya ingin terlihat cantik di hadapanmu, Kevin. Jika aku memakai jaket tebal, aku akan terlihat gendut. Masa seperti itu saja kamu tidak tahu!" ucap Luna sedikit cemberut.
"Bagiku, kamu memakai pakaian apapun, sudah terlihat cantik, Luna. Tak peduli kamu kurus atau gemuk. Aku tetap menyukaimu," balas Kevin sambil memakaikan jaketnya di punggung Luna.
"Hey ... Apa yang kamu lakukan. Nanti kamu bisa kedinginan, Vin."
"Aku lebih tidak menyukai suara gemeretak gigimu yang menggigil kedinginan. Jadi tidak apa-apa, pakai saja Luna!"
"Aku tidak mau, nanti kamu bisa sakit!" Kata Luna seraya menyerahkan kembali jaket itu.
"Baiklah jika itu maumu." kata Kevin sambil memakai kembali jaket tebalnya.
Yaa ... Kamu tahu? Seorang perempuan memang memiliki cara yang aneh, bahkan cenderung unik untuk mengetahui apakah pasangannya itu peka, atau tidak. Bilang tidak, padahal di hati iya, bilang iya padahal di hati tidak.
Dan begitu Kevin langsung memakai kembali jaketnya, tanpa banyak membujuknya, Luna seketika cemberut. Ia pun berdiri membelakangi Kevin.
"Kini aku tahu betapa gentle-nya dirimu." Gumam Luna pelan.
Kevin pun tersenyum. Ia tiba-tiba menarik Luna, dan membekap tubuhnya dengan jaket miliknya. Layaknya back hug, Jaket Kevin yang tebal dan cukup besar, nyatanya muat untuk mereka berdua.
"Kevin! Apa yang kamu lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat kita." ungkap Luna sedikit malu.
"Aku tak peduli. Jika mereka bertanya, bilang saja kita hanya sedang bertahan hidup." balas Kevin cuek.
"Ish ... Kamu ini!"
"Wah ... Bukankah ini hangat sekali?" kata Kevin sambil melingkarkan tangannya di pinggang Luna.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomantikEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...