Gossip

1.1K 61 0
                                        

Seperti rutinitas sebelumnya, Luna mulai bersiap untuk membersihkan ruangan Evan.
Namun alangkah terkejutnya ia ketika membuka pintu, ternyata Evan sudah berada di mejanya. Karena biasanya, Evan memang tidak pernah datang sepagi itu.

'Astaga, si Killer ini! Membuatku takut saja! Ada keajaiban apa, tiba-tiba dia datang lebih awal, dan bahkan saat ini ia sedang mengerjakan tugasnya. Aneh sekali.' batin Luna.

Tapi Luna buru-buru menghilangkan keterkejutannya, dan mulai menyapa Evan.

"Pa -- pagi, Pak. Maaf saya tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Saya pikir, Bapak belum sampai di kantor."

Evan melirik sekilas, setelah itu ia mengambil sebuah bungkusan dari lemari kecil. Dan di letakannya di meja sofa.

"Kenapa lama sekali? Kemari lah!" kata Evan sambil menepuk sofa di sebelahnya.

"Ke -- kemari?"

"Haruskah aku mengulang kembali kata-kataku?" tanya Evan. Kali ini dengan sorot mata tajam.

Luna menelan ludah. Ia buru-buru menggelengkan kepala dan menghampirinya.
Siapa sangka? Dibalik bungkusan itu ada cukup banyak Bento didalamnya (bento = kotak makan dengan berbagai macam menu di masing-masing tempatnya). Tentu ini membuat Luna takjub.

"Temani aku makan," kata Evan dingin.

"Ya? Ma -- makan?" tanya Luna agak shock.

"Kenapa? Kamu sudah sarapan di rumah?"

"Emm ... Oh, itu ... Sebenarnya, sudah."

"Kalau begitu, makanlah lagi. Meski sedikit. Aku ingin sarapan bersamamu." kata Evan dengan senyum tipisnya.

'Sarapan bersama??? Ada apa dengan si Killer ini? Tumben sekali dia baik padaku. Ini tidak diracun, kan?' batin Luna was-was. Hehe

"Makanlah ... Ini sebagai rasa terima kasihku, karena kamu tidak membocorkan perihal kejadian kemarin."

"Ah ... Ternyata begitu." kata Luna pelan.

"Apa?"

"Ah ... Tidak -- tidak, tidak ada apa-apa. Mari makan!" kata Luna cepat.

Ia pun mulai mencicipi salah satu menu. Dan di luar dugaan, ternyata itu enak sekali. Dengan mata yang berbinar-binar, Luna tergoda mencicipi menu lainnya.
Evan yang melihat Luna makan dengan lahap, tentu tidak bisa menahan senyum diwajahnya. Bukannya tadi dia bilang, sudah makan, ya? Hehe.

"Kamu menyukainya?" tanya Evan.

"Ya ... Ini enak sekali. Makan makanan baru, bisa menambah wawasan memasakku."

"Kamu bisa memasak?"

"Tentu, meski tidak seberagam ini, tapi soal rasa. Aku jamin, Bapak pasti suka."

"Ehemm ... Panggil saja aku Evan mulai sekarang. Panggilan Bapak terlalu formal untukku."

"Ev -- van??" tanya Luna tak percaya.

"Ya. Panggil Evan saja."

'Astaga ... Sebenarnya ada apa dengan si Killer ini. Dia benar-benar aneh hari ini.' batin Luna.

"Kamu suka dengan bunga yang aku berikan?"

"Ah, itu ... Ya, itu bunga sangat cantik. Terima kasih."

"Syukurlah kalau kamu menyukainya."

Luna terdiam seraya memikirkan sesuatu. Mungkinkah Evan kini mulai menganggapnya, karena insiden kemarin?

"Tapi, Evan -- lain kali, kamu tidak perlu memberikannya padaku," ucap Luna datar.

"Kenapa? Bukankah kamu menyukainya?" tanya Evan.

My Possessive BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang