Luna begitu setia mendampingi Evan. Tak sedikitpun Luna pergi meninggalkannya. Tentu itu menambah rasa bahagia pada diri Evan.
"Makanlah, Evan. Kalau kamu gak makan, nanti kamu tambah sakit, loh!"
"Makanan apa itu? Sepertinya tidak enak."
"Bukankah semua masakan rumah sakit memang seperti itu? Jangan terlalu pemilih, cepat makan!" Kali ini mata Luna mulai melotot.
Evan bukannya menurut, ia malah tertawa.
Wajah cantik itu terlihat imut jika mengomel. Pikirnya."Baiklah ... aku akan makan, tapi kamu juga!"
"Apa? Untuk apa aku makan makanan rumah sakit."
"Untuk apa lagi? Tentu saja untuk menemaniku."
Luna menatap heran pada Evan. Kadang jika sedang sakit, seseorang akan menjadi lebih aneh dari biasanya. Sepertinya Evan juga begitu. Luna tak memiliki pilihan lain. Setelah menyuapi Evan, ia ikut makan makanan itu.
"Tidak buruk," kata Luna dengan mulut penuh makanan.
Evan tertawa kecil melihatnya. Kini ia tahu Luna juga sedang lapar, terutama setelah melihat satu suapan penuh tadi.
"Hey ... ada nasi di pipimu." Evan memberi kode di dekat mulut Luna.
"Di sini?" Luna meraba pipi sebelah kirinya. Evan lagi-lagi tersenyum. Karena bukan di sebelah kiri, nasi nakal itu bertengger.
"Dasar bodoh."
Evan menarik tangan Luna agar lebih mendekat padanya. Tapi bukannya dengan tangan, Evan justru mengambil butiran nasi di pinggir bibir Luna, dengan ujung lidah dan bibirnya!!!
Luna terkejut, ia tak menyangka dengan apa yang dilakukan Evan padanya. Apalagi posisi itu membuat mereka seperti sedang berciuman. Ditambah lagi Evan bukan membuangnya, malah memakan butiran nasi tadi!!! Seketika pipi Luna kembali bersemu merah.
"Hemm ... kini aku baru merasakan, bahwa masakan rumah sakit ini benar-benar enak," lanjut Evan
"Hey ... bisa-bisanya kamu melakukan hal itu. Bagaimana jika ada dokter atau suster yang melihatnya!"
"Biar saja, kamu kan istriku. Lagipula, ini bukan pertama kalinya kita melakukannya di rumah sakit. Kita bahkan pernah berciuman."
Luna sedikit mencibir tingkah konyol Evan. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan keduanya dari kaca jendela pintu. Meski suara Luna dan Evan tak terdengar hingga luar, tapi dari gestur tubuh keduanya, mereka terlihat mesra.
"Luna ... mungkinkah kamu ...."
"Bapak Kevin, saya mencari-cari anda. Saatnya pemeriksaan tes lab. Mari ikut saya," kata Suster.
Kevin tak menjawab, kedua matanya masih memperhatikan Luna yang sedang menyuapi Evan dengan ceria.
"Pak Kevin ...." panggil suster itu, lagi.
"Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Bisakah aku meminta bantuanmu?"
"Bantuan? Bantuan apa, Tuan."
Kevin menundukkan kepalanya. Ia terlihat lesu.
*****
Evan menatap jendela dari dalam kamar rumah sakit. Entah kenapa, rasanya begitu jenuh ketika Luna pergi, meninggalkannya sendiri di sana. Kebetulan memang ada beberapa administrasi, yang harus Luna urus.
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Senyuman Evan hampir pudar, ketika salah mengira siapa yang masuk ke kamarnya barusan.
"Kevin ...." panggil Evan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomanceEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...