Gagal

848 53 0
                                        

"Tinggalkan Luna, Kevin!"

"Tak akan pernah. Luna masih mencintaiku."

"Kalau begitu, buat ia membencimu!" kata Evan

Kevin sedikit terkejut mendengar perkataan Evan. Ingin sekali ia meninju wajah bosnya itu. Tapi lagi-lagi ia mencoba untuk mengabaikannya.

"Aku tetap tidak akan menyerahkan Luna padamu. Lagipula, hanya tinggal beberapa Minggu lagi, kami akan menikah."

"Lalu, kamu mau melihat Luna mengkhawatirkan kondisimu? Kondisi jantungmu yang memiliki kelainan?" Sorot mata Evan kian tajam mengarah padanya.

"Aku bahkan tak heran kamu bisa mengetahuinya? Tapi asal kamu tahu, Aku baik-baik saja. Aku pernah melewati operasi transplantasi jantung. Dan itu berhasil."

"Jangan bohong, aku sudah menyelidiki semuanya. Kamu bahkan sudah beberapa kali mengunjungi dokter spesialis akhir-akhir ini. Jantungmu masih bermasalah, kan? Bukan begitu? Lagipula, dari yang aku dengar ... transplantasi itu, hanya membantu, bukan menyembuhkan. Apa kamu tega sepanjang hidupnya Luna harus meratapi penyakit yang kamu derita itu?"

Wajah Kevin terlihat sedikit menegang. Dalam hati, ia seperti meng-iyakan ucapan Evan. Kevin pun semakin terdiam dibuatnya.

Tapi tak lama Luna datang. Senyum merekah terlihat di bibir merah mudanya.

"Ada apa? Kalian serius sekali," ucap Luna.

Baik Kevin dan Evan sama-sama menggelengkan kepalanya.

'Benar-benar aneh. Seharusnya aku tidak meninggalkan mereka.' batin Luna.

*****

Minggu-minggu telah terlewati. Luna dan Evan kini sedang makan malam bersama, di kedai ikan bakar pinggir danau. Meski awalnya ia agak jijik makan di tempat yang tidak berkelas seperti itu, tapi demi Luna ia sanggup menjalaninya.

Evan hanya mengaduk-aduk nasi tanpa mencuil ikan bakar yang sudah tersedia di hadapannya. Luna benar-benar heran menatapnya.

"Hey ... ikan ini enak sekali loh, yakin kamu tidak ingin menyantapnya?"

Evan hanya melirik sekilas, ia lalu menyantap nasi putihnya.

"Ih ... sok berkelas sekali dia.  Makan satu piring seperti ini juga tidak akan membuatnya mati. Benar-benar pria menyebalkan?" Gumam Luna pelan.

"Hey, aku mendengarnya!" sahut Evan jengkel.

Luna tersenyum malu, "Kalau begitu, biar aku ambikan untukmu!"

Luna menyendokkan nasi bersama ikan bakar. Setelah itu, ia mulai menyuapinya ke mulut Evan. Meski awalnya Evan menolak, tapi melihat tatapan mata Luna yang imut, membuatnya menyerah.

"Bagaimana? Ini enak sekali, kan?"

Evan masih mengunyah, tapi melihat dari ekspresi wajahnya, ia tampak mulai menyukai makanan tersebut. Evan bahkan tak ragu lagi mengambil sendiri makanan di hadapannya. Hingga membuat Luna tersenyum.

"Jangan salah sangka, aku memakannya demi bertahan hidup. Tapi, kenapa kamu mengajakku kemari?"

"Karena lusa, aku akan menikah."

Evan seketika kehilangan selera makannya. Tak ingin Evan meradang, Luna memegang lembut tangannya. Tapi Evan malah menampiknya.

"Aku terlanjur senang kamu mengajakku makan malam bersama. Aku kira kamu telah berubah pikiran. Tapi ... ternyata tidak."

"Van ...."

"Sudahlah Luna, berhenti mengasihaniku. Sejak dulu, aku memang selalu sendiri. Dan mungkin selamanya aku akan sendirian."

My Possessive BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang