-Flash back-
Kevin sedang duduk di bangku bandara. Ia melihat-lihat beberapa foto yang ada di file handphonenya. Foto-foto kenangan bersama Luna. Sesekali, senyum tampak menghiasi wajahnya.
Tak lama kemudian, Evan datang. Dan itu cukup menciptakan sedikit ketegangan di wajah keduanya.
"Untuk apa kamu memanggilku kemari?" Evan tanpa berbasa-basi.
"Aku pikir kamu tak akan datang."
"Tadinya ... aku hanya heran. Bukankah saat ini harusnya kamu bersiap-siap untuk menikah dengan Luna."
"Dari cara bicaramu ... seperti kamu tak akan lagi mengejarnya."
Evan tersenyum sinis, "Kamu pikir, aku tidak merencanakan sesuatu? Aku tidak akan pernah rela Luna menjadi milikmu."
Kevin terdiam, pandangan matanya melihat ke langit-langit. Ia lalu menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, aku titip Luna padamu."
Evan menoleh kaget, "Apa maksud dari bicaramu itu?"
"Kamu benar, kondisi jantungku kembali mengalami masalah. Aku akan kembali ke keluarga besarku, mengumpulkan uang, untuk memulai operasi transplantasiku yang kedua."
"Bagaimana dengan Luna? Kamu akan meninggalkannya begitu saja?"
"Bukankah tadi aku sudah mengatakannya padamu, aku titip Luna. Aku tak mungkin membiarkannya tahu, tentang kondisiku saat ini."
"Kamu orang yang paling bodoh yang pernah aku temui. Kamu mempercayakan kekasihmu pada rivalmu sendiri?"
"Aku mengenal Luna. Dan aku mempercayainya. Jika memang sesuatu terjadi aku tetap percaya bahwa itu diluar kehendaknya."
"Luna pasti akan sakit hati."
"Tetap saja, aku tidak bisa membiarkannya sakit lebih dari itu. Aku tidak bisa melihatnya bersedih dengan keadaanku. Aku harus kembali menyandang nama Sanjaya, demi memulihkan kondisiku."
-Flash back End-
Evan menghela nafas panjang, mengingat kejadian itu. Ia menutup wajah itu dengan kedua tangannya. Beban berat seperti menggantung di kedua pundaknya. Evan masih terdiam di depan hidangan makanan yang sudah berjejer rapi di atas meja. Tak ada sedikitpun niat untuk makan atau sekedar mencicipinya. Tak lama, seorang asisten rumah tangga datang menghampirinya.
"Bagaimana?"
"Maaf tuan besar ...."
"Jadi dia akan melewatkan sarapan pagi ini? Ya sudah tidak apa-apa. Tetap kunci ia di dalam kamarnya. Jangan biarkan ia pergi dari rumah ini. Dan hindarkan dari segala benda yang mungkin membahayakan. Aku tidak mau dia sampai melakukan tindakan bodoh, seperti bunuh diri."
"Baik, tuan."
"Rapihkan kembali semua makanan ini. Aku akan berangkat ke kantor sekarang."
"Tapi, Tuan ... Tuan besar juga belum makan sejak kemarin malam."
"Jangan katakan ini pada siapapun. Termasuk dia. Aku akan makan jika aku mau. Mengerti?"
Asisten rumah tangga itu tak lagi bicara. Ia mengangguk patuh, meski hatinya tetap mengkhawatirkan majikannya itu. Evan pun mulai beranjak pergi.
Sementara itu di kamar Luna, seorang gadis sedang meringkuk di atas tempat tidur. Dia Luna. Seperti keadaan hatinya, ia membiarkan kamar yang ia tempati itu dalam keadaan gelap, jendelanya bahkan tertutup rapat. Wajah Luna terlihat memucat, pandangan matanya juga kosong. Tak ada gairah hidup sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomanceEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...