Luna masih mengikuti Reynaldi yang berada di depannya. Sesekali Reynaldi juga memberi tahu, tentang peraturan khusus yang hanya dimiliki Evan Surya Atmadja. Tentu peraturan yang tidak masuk akal. Misalnya seperti tadi, yakni tidak boleh ada benda atau apapun itu, yang memiliki warna merah, melintas di hadapannya.
'Huh, yang benar saja? Masa, ada peraturan seperti itu? Apa dia mengidap kelainan?' batin Luna sedikit kesal.
Meski dia tak nyaman dengan segala aturan yang Evan ciptakan, tetap saja. Karyawan ... Adalah karyawan, yang intinya harus patuh dengan atasannya. Luna pun masih mendengarkan ucapan Reynaldi dengan seksama. Setidaknya ia tidak mau dipecat, karena hal-hal sepele, seperti mantan sekretaris Evan yang dulu.
Akhirnya, mereka pun sampai di depan ruangan Direktur. Di sebelah pintu ruangan itu, sudah tertata dua buah meja yang membentuk leter L, juga sebuah kursi di tengahnya. Luna sempat takjub melihat kursi, meja, dan beberapa barang di atasnya. Yaa ... Untuk sementara, ini akan menjadi miliknya. Setidaknya ia tidak pernah bermimpi bisa menempati kursi sepenting ini.
"Seperti yang tadi kukatakan, kamu tidak perlu khawatir, tentang pekerjaan ini. Asal kamu mengikuti arahan ku tadi, semua akan baik-baik saja. Dan aku juga akan meminta Willy untuk mengajarimu. Sebentar lagi, dia pasti akan sampai disini."
"Baik, Pak. Te -- terima kasih," ucap Luna Mendadak gugup.
"It's okay, Luna. Dan, satu hal lagi. Aku titip sepupuku itu. Dia memang sedikit arogan, tapi sesungguhnya dia itu memiliki hati yang lemah. Aku mohon, kamu banyak-banyak bersabar padanya."
Luna mencoba tersenyum semampunya. Jujur ... jika bisa lari, dia pasti memilih lari dari tanggung jawab ini. Sedikit yang ia tangkap adalah, kini hidupnya akan seperti di neraka.
"Baiklah, ayo masuk. Kamu akan aku kenalkan pada sepupuku itu."
"Ba -- baik, Pak," jawab Luna masih gugup.
Begitu ruangan itu terbuka, sejenak hawa dingin mulai menerpa. Seolah masuk ke dimensi lain, Luna benar-benar seperti di dorong ke pinggir jurang.
'Jangan buat kesalahan ... Jangan buat Kesalahan ... Jangan buat kesalahan.' sugesti Luna dalam hati.
Dan ia kembali dibuat takjub dengan besarnya ruangan Evan. Tak hanya ada meja kerja dan kursi untuk boss nya. Tapi di dalamnya juga ada beberapa Sofa berikut mejanya, lalu mini portabel yang mengarah pada sebuah papan Putih di sudut ruangan. Mungkin sebagai tempat untuk bertemu klien. Lalu di sebelah kanannya ada lapangan mini golf, berikut Kulkas minimalis? Wow ... benar-benar nyaman.
"Lun ... Luna ..." panggil Reynaldi yang seketika menghentikan lamunannya.
"Ya, Pak!" jawab Luna kaget.
Reynaldi pun menggeser langkahnya dan sedikit berbisik pada Luna, "Hey, kenapa kamu malah melamun? Dari tadi Evan nanyain kamu. Dia bertanya, dimana kamu tinggal?"
"Be -- benarkah?" tanya Luna panik, seketika ia langsung menatap Evan cemas.
Tak ingin hal ini menjadi masalah, Luna segera berlutut sembari mengatupkan kedua telapak tangannya, tanda permohonan.
"Tempat tinggal saya tidak terlalu jauh dari perusahaan ini kok, Pak. Jadi Pak Evan tidak perlu khawatir dengan masalah keterlambatan. Dan juga, saya ini pekerja keras. Jadi, tolong jangan pecat sayaaa ... !!!" ucap Luna cepat.
.
Krik -- krik
.
Seketika itu pula, baik Reynaldi juga Evan sama-sama terdiam heran. Hingga membuat Luna menyadari kesalahannya.'Astaga ... Apa yang sudah aku lakukan?' batin Luna.
"Emm ... Maksud saya, saya tinggal di kawasan Bintaro, Pak," lanjut Luna yang kini sudah dalam posisi berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomanceEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...