Kian hari, kondisi Luna semakin lemah. Ia bahkan harus menerima cairan infus di tangan kanannya. Evan tak tega melihatnya, padahal ia juga sama lemahnya seperti Luna. Hanya saja Evan masih mampu bertahan.
Dalam diam, Evan selalu menjaga dan berada di sebelah Luna jika ia tertidur. Evan tahu apa yang dilakukannya salah, hanya saja, ia benar-benar mencintai dan tak ingin kehilangan Luna. Hingga akhirnya, ia meminta Willy salah satu teman Luna di kantornya untuk datang menjenguk Luna, mungkin itu bisa membuat Luna menjadi lebih bersemangat, pikirnya.
Selain itu memang Evan memerlukan orang, untuk membawakan beberapa file yang harus ia tanda tangani. Evan memang tidak lagi masuk kantor. Semenjak rapat pemegang saham dua hari yang lalu.
Tidak, bukan di pecat, tapi para dewan direksi sedang menilai siapakah diantara Evan dan Benny yang lebih sanggup menjalankan perusahaan. Tentu bukan perkara mudah. Jika Benny saja, dengan hanya memejamkan mata, bisa Evan kalahkan. Tapi Liana berkata lain. Ia menyewa beberapa orang berbakat untuk masuk ke team Benny. Apalagi? Tentu untuk membantu anak kesayangannya itu. Berbeda dengan Evan yang hanya memiliki Reynaldi dan Willy di teamnya.
"Pak Evan ... Apa bapak baik-baik saja?" tanya Willy ketika melihat Evan seperti menahan sakitnya.
Evan berdehem pelan, ia langsung mencoba tampil sebaik mungkin. Meski ternyata itu tetap sia-sia saja. Karena kenyataannya, wajah Evan masih terlihat memucat.
"Tidak perlu mempedulikanku. Ambil berkas ini, setelah itu ... kamu bisa menemui Luna," ucapnya dingin.
Willy sedikit merasa ragu, ia mulai mengkhawatirkan kondisi bos nya itu. Apalagi kabar yang ia dengar dari Reynaldi, bahwa Liana terus memberi kesulitan padanya. Ditambah lagi pernikahannya yang tidak harmonis. Meski ia tahu Evan termasuk bos yang sadis, tapi selama menjabat jadi karyawannya, ia tidak pernah diperlakukan tidak adil. Setidaknya Willy mengerti, Evan bersikap sadis karena suatu alasan.
Willy lalu menutup pintu ruangan Evan, dan di depan, ia bertemu dengan si kepala pembantu. Perempuan paruh baya itu juga sedang menunggu Willy.
"Mari saya antar ke ruang nyonya Luna." tawarnya ramah.
Willy mengangguk pelan, tapi tatapannya beralih pada troli makanan yang dibawa pembantu di sebelahnya.
"Nyonya belum mau makan. Semoga dengan kedatangan nona, bisa membantunya untuk meningkatkan selera makan."
"Aku harap juga begitu. Tapi, ada apa dengan Pak Evan? Kenapa ia terlihat sakit?"
"Di saat nyonya Luna mogok makan, tuan besar juga melakukan hal yang sama. Itulah yang menyebabkannya menjadi seperti sekarang ini."
Willy menutup mulutnya, ia terkejut dengan apa yang terjadi pada bos nya itu. Demi seorang Luna, sosok Killer itu mampu tunduk dan melemah.
Willy pun sampai di kamar Luna. Ia melihat Luna sedang duduk melamun di atas ranjang. Begitu Luna menyadari kehadiran Willy, sebuah senyum akhirnya terlihat di wajah cantik itu.
"Kak Willy?" panggil Luna takjub.
Willy membalas senyum Luna seraya menghampirinya lebih dekat. Merekapun berpelukan. Memang cukup lama mereka tidak bertemu. Beberapa Minggu sebelum hari pernikahan, masa kontrak Luna memang telah habis.
"Bagaimana kabarmu, Luna? Kenapa kamu menjadi seperti ini? Lihat ... tubuhmu mulai kurusan. Untuk menuruni berat badan satu kilo saja sudah sulit untukku. Tapi kamu?? Hey ... apa kamu mau kembali menyaingiku?" gurau Willy.
Luna tertawa kecil mendengarnya, "Aku sangat merindukan, kak Willy. Senang sekali bisa bertemu."
"Begitu juga aku, Luna."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomanceEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...