Evan yang sedang tertidur mulai merasa terusik. Ia seperti merasakan beberapa sentuhan pada tangan kanannya. Mencoba membuka sedikit matanya, sekedar mengintip. Dan ... Ia melihat Luna sudah berada di sebelahnya. Dengan telaten, Luna membalut luka pada punggung tangan Evan. Luka yang ia dapatkan ketika melampiaskan kekesalannya pada dinding kantor.
'Jika saja waktu bisa di hentikan, aku ingin di hentikan sekarang juga. Aku terlalu mencintaimu, Luna. Tak bisakah kamu membalas perasaanku?' batin Evan.
Kini Luna telah selesai membalut luka Evan. Sebuah senyum tampak menghiasi wajahnya yang manis. Dan Ia hampir beranjak pergi jika saja Evan tidak menahan tangannya.
"Pak Evan?? A -- anda sudah bangun?" tanya Luna gugup.
Evan mulai bangkit dari tidurnya. Ia lalu menarik tangan gadis itu pelan, agar ia mau duduk di sebelahnya. Luna pun menurut. Ditatapnya gadis itu yang masih terdiam.
Ah ... betapa Evan sangat mencintainya.
"Luna, apa betul kamu akan menikah dengan laki-laki tadi?"
Luna tentu terkejut mendengar pertanyaan seperti itu. Memikirkan bagaimana kejamnya Evan, tentu membuat ia sedikit takut. Tapi tetap saja, hati kecilnya tak ingin lagi menghindar, atau berpura-pura. Luna pun membalas dengan sebuah anggukan kepala.
"Tinggalkan ia, Luna. Dan menikahlah denganku." kata Evan.
"Aku -- aku tidak bisa ..."
"Bisa, Luna! Aku janji akan membahagiakanmu. Apapun akan kuberikan. Apapun yang kamu mau Tas? Sepatu baru? Rumah mewah? Mobil? Apapun itu ... Aku akan membuatmu bahagia. Tapi, tinggallah di sisiku."
"Kebahagiaanku hanya ada pada Kevin."
"Tidak ... Aku tahu kamu mencoba membohongiku!"
"Aku hanya mencintainya, Pak Evan."
"Hentikan!"
"Pak Evan ... Sebentar lagi kami akan menikah. Aku dan Kevin sama-sama saling mencintai."
"Hentikan aku bilang!!!" kata Evan geram.
"Pak Evan, meski kita tidak bersama, aku tetap bisa menjadi teman Bapak," kata Luna meyakinkan.
"Bagaimana dengan ciuman itu. Kamu bahkan tidak menolak ketika aku menciummu di rumah sakit. Itu pasti karena kamu juga memiliki rasa untukku, kan?"
"Tidak!" jawab Luna yang kemudian mengedarkan pandangannya ke arah lain. Ia seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Nyatanya, ia juga tidak mengerti, kenapa waktu itu ia mau di cium Evan. Ada sedikit keraguan yang kini menggema di hatinya.
Melihat Evan dengan segala kemalangan dan kepedihan di hatinya, seperti membuat Luna tak bisa mengabaikannya.
"Aku percaya itu cinta, Luna. Kamu juga mencintaiku," kata Evan.
"Enggak!"
"Baik ... mungkin, kita perlu membuktikannya."
"Apa maksud Bapak?"
Evan menatap tajam kearah Luna. Ia pun merengkuh tubuh Luna dan memegang dagunya. Luna terlihat ketakutan. Ia mencoba melepaskan diri dari jeratan Evan. Tapi karena tubuh Luna lebih mungil dibanding Evan, tentu ia kalah kuat. Evan mulai memajukan wajahnya.
"Ja -- ngan ... Emmmpph ..."
Evan mencium Luna paksa. Luna masih mencoba memberontak. Tapi tetap sia-sia saja. Evan mulai melumat bibir tipis Luna. Merasa tak ada gunanya, Luna akhirnya hanya bisa berpasrah. Setitik air mata tampak menggenang di sudut matanya. Takut! Luna memejamkan matanya, berharap Evan akan segera membebaskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Boy
RomantizmEvan Surya Atmadja adalah pria sukses. Kaya, Tampan, Pintar. Meski begitu, Evan juga seseorang yang arogan, angkuh, dan sombong. Hingga nasib mempertemukan dirinya dengan Luna. Gadis manis yang berperawakan ceria dan baik hati. Siapa sangka, Evan ju...