6

2.4K 120 1
                                    


Dengan wajah datar Rio berjalan, mengikuti ketiga sahabatnya yang tengah berjalan, di depannya dengan senyum yang terus mengembang. Ah bukan tiga, tetapi hanya dua yang tersenyum. Karena yang satu melakukan hal yang sama seperti dirinya, berwajah datar.

Koridor Fharlest School ini terlihat begitu sesak dengan adanya siswa-siswi yang berjajar disepanjang koridor menyambut dirinya dan ketiga sahabatnya.

Tidak hanya siswa-siswi saja yang terlihat menyambut kehadiran mereka, guru pun ada yang beberapa ikut menyambut dirinya dengan senyum yang benar-benar menyeramkan--menurut Rio.

"Selamat Datang di Fharlest School," sambut seorang pria-- berbadan pendek dengan kumis yang sangat tebal dan melengkung ke atas seperti ikan lele-- seraya mengulurkan tangan.

Menerima uluran tangan Pak Kumis Lele, Iel--yang memang saat itu berada di paling depan-- mengucapkan terimakasih.

Tanpa membuang banyak waktu, mereka berempat langsung diantar ke ruang kepala sekolah.

.

.

Masih dengan ekspresi yang sama dan tanpa basa-basi apapun, Rio segera pergi dari ruang kepala sekolah menuju kelas di ikuti ketiga sahabatnya.

Tidak ada percakapan yang terjadi dengan keempatnya saat mereka berjalan kearah kelas, bahkan begitu sampai di kelaspun mereka masih diam. Kecuali kedua sahabatnya Iel dan Cakka yang sejak awal tidak berhenti mengumbar senyum kesemua orang yang mereka temui.

Bukannya Rio sombong atau apa, karena tidak menunjukkan senyum atau apapun padahal dia adalah seorang penyanyi. Hanya saja, jika dalam keadaan--tidak sedang bernyanyi--seperti ini ia tidak bisa mengekspresikan dirinya. Maka dari itu dia hanya diam, dan tak mengekspresikan apapun.

Lain Rio, lain Alvin. Cowok blasteran Indo-China ini memang sudah datar dari sananya, seperti tidak punya ekspresi itu julukan bagi pemuda yang berprofesi sebagai model ini. Heran kenapa dia bisa jadi model? Jangan tanya, tidak hanya orang-orang saja yang heran. Alvin sendiri heran, padahal dia yang ngejalanin hidupnya. Tetapi, ya itulah Alvin. Mau jadi apa dia, asal itu masih dalam hal yang baik. Akan Alvin jalankan, meski ya itu tanpa ada ekspresi yang berarti.

Ramah dan murah senyum itulah julukan yang disandang dua pemuda ini--Iel dan Cakka. Berbeda dengan Rio dan Alvin yang tak berekspresi, Iel dan Cakka ini penuh dengan ekspresi. Tidak ada yang spesial dari mereka berdua, karena mereka memang tidak memiliki profesi seperti yang di lakoni Rio dan Alvin. Mereka berdua hanya pemuda biasa yang punya sejuta pesona, pesona untuk meraih perhatian gadis-gadis--setidaknya itulah yang sering dikatakan mereka berdua.

Meski profesi mereka hanya menarik perhatian ciwi-ciwi atau gadis-gadis, bukan berarti mereka berdua bukan orang baik. Mereka berdua itu baik, sangat baik malah. Dan karena kebaikan itulah pesona yang di miliki Iel dan Cakka semakin terlihat.

Sorak-sorai dan krasak-krusuk semakin jelas terdengar begitu Rio, Alvin, Iel dan Cakka akan memasuki kelas XII Ipa-5. Karena mereka siswa baru di Fharlest, makanya mereka berempat di masukin ke dalam kelas terujung.

Meski kelas mereka kelas paling ujung, bukan berarti kelas itu menjadi kelas yang terlupakan. Justru kelas itulah kelasnya orang-orang berprestasi dan mungkin anak Orkay. Aneh memang, biasanya kelas yang berprestasi dan orkay kan di kelas awal bukan akhir. Tapi, itulah bedanya Fharlest.

Begitu masuk ke dalam kelas XII Ipa-5, Rio, Alvin, Iel, dan Cakka tidak langsung berjalan kearah bangku kosong yang sudah tersedia, tetapi mereka berhenti sejenak di depan kelas untuk melihat keadaan kelas yang akan mereka tempati selama satu tahun ke depan.

"Huh, sama saja ternyata." Rio bergumam saat melihat wajah teman sekelasnya yang terlihat seperti memiliki tipu muslihat.

Iel yang mendengar gumaman Rio yang berada tepat disebelahnya, menepuk pundak Rio dan tersenyum menyemangati.

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang