26

1.5K 111 6
                                    

Jika biasanya Agni selalu menenangkan serta melepaskan kekesalan atau kegalauan dihati dengan bermain dengan bola basket,  untuk kesempatan kali ini gadis berambut pendek itu memilih menenangkan diri di taman belakang sekolah.

Sebuah taman yang sering jadi tempat kumpulnya dengan tiga sahabatnya, jika sedang malas pergi ke kantin. Tempat yang menurutnya sangat cocok untuknya, menenangkan pikirannya kali ini.

Mendudukkan diri disalah satu bangku disana, Agni menyenderkan badannya pada sandaran. Menghela napas, Agni memejamkan mata.

Agni terus memejamkan mata saat angin mulai membelai rambutnya pelan. Sangat nyaman, wajah yang terlihat kusut sejak ia dan ketiga sahabatnya menitipkan Ray, kini terlihat lebih bersinar. Perasaan yang tadi terasa campur aduk, kini terasa melebur seakan ikut terhempas bersama angin yang terus menerpa wajah dan rambutnya.

Rasanya sangat nyaman, ia jadi enggan membuka matanya. Karena jika ia membuka mata, ia takut ketenangan yang sudah ia dapat akan langsung lenyap entah kemana.

Hening...

Agni suka keheningan ini,  benar-benar menenang--

Ehemp,

--kan, sebelum sebuah suara mengganggu pendengarannya.

Mata Agni langsung terbelalak, begitu ia membuka mata ada seorang cowok berdiri didepannya tengah menatapnya dengan kening berkerut.

"Lo, sejak kapan lo ada disitu?" tanya Agni begitu rasa terkejutnya berhasil ia kendalikan.

Pemuda itu tersenyum dan duduk di sebelah kanan Agni.

"Sejak lo, memejamkan mata dan menikmati semilir angin." pemuda itu menjawab seraya merapikan rambut pendek Agni yang sedikit berantakan karena terkena angin.

Agni terdiam saat mendengar dan melihat kelakuan pemuda itu. Benar-benar tidak terduga.

"E-lo, ngikutin gue?" Agni sedikit merutuk kenapa ia bisa gagap setelah diperlakukan seperti itu.

Ah, sial!

Pemuda itu menatap Agni dan menggeleng polos. "Gue, gak ngikutin. Cuma gak sengaja lewat aja tadi," jawabnya yang langsung mendapat pelototan dari Agni.

Gak maksud mau melotot, tapi jawaban pemuda disampingnya kini benar-benar gak terprediksi. Sebelas duabelas banget sama Via coba.

Tanpa peduli dengan pelototan Agni, pemuda itu langsung mengalihkan tatapannya kearah depan. Sedang Agni, ia gak tau harus ngomong apalagi sama itu cowok. Makanya hening,  sampai--

"Omong-omong Ag," -- cowok dengan rambut kibro itu membuka suaranya membuat Agni mengalihkan tatapannya kearah cowok itu.

"Elo cantik juga ya kalo lagi menjemin mata kayak tadi," pipi Agni memerah, merasa malu. "Dan... Buat gue pingin--" dengan ragu-ragu cowok itu menatap Agni yang kini tengah menatap kearahnya.

"--nyium, lo!"

Plak...

.

.

.

Cakka menatap gadis dihadapannya itu dengan tatapan tak percaya sekaligus terkejut.

Gimana gak terkejut, perasaan dia gak ngomong aneh tau-tau kena tampar. Tangan kirinya sibuk mengelus pipi kirinya yang terasa panas karena baru saja terkena tampar dari gadis dihadapannya itu.

"Ught," terdengar keluhan halus yang keluar dari mulut cowok gondrong itu saat tangannya tak sengaja menyentuh sudut bibir yang terluka.

Matanya semakin menatap gadis itu dengan tatapan melotot.

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang