32

1.1K 81 0
                                    

Ify menghela napas lega saat melihat Ray ternyata tidak apa-apa meski dihadapanya ada beberapa pecahan beling karena ulah tangan bayi itu yang menggapai apa yang ada didepannya.

Begitu mendengar suara pecahan tadi, tanpa pikir panjang Ify langsung berlari mencari sumber suara. Dan begitu sampai ia melihat Ray tengah menatap kekacauan yang dibuatnya tanpa bergerak sedikitpun, seperti apa yang dialami bayi itu. Ify, Via, Shilla dan Agni yang juga langsung melihat ke sumber suara, juga sempat terpaku sebentar. Sebelum dengan kompak mereka berempat berteriak, dengan Ify yang langsung berlari ke arah Ray dan menggendong anak itu. Sebelum anak itu menangis keras digendongannya. Sepertinya anak itu benar-benar shock.

Seperti seorang ibu, Ify dengan telaten memenangkan Ray yang terlihat sesegukan karena tangisnya. Ia mengusap-usap punggung anak itu agar Ray merasa nyaman, setelah sebelumnya ia memberinya minum air putih yang disodorkan Agni.

Masih dengan Ray didalam gendongannya, Ify melirik jam dinding didalam rumahnya. Pukul 08:30 pagi, hari pertama kuliah, tapi ia malah membolos.

Ketiga sahabatnya sudah berangkat satu jam yang lalu. Cukup memakan waktu lama juga ia bisa memenangkan Ray, biasanya anak itu mudah ditenangkan olehnya. Karena sepertinya kejadian tadi benar-benar mengagetkan bayi berumur satu tahun itu.

Ify maklum sih, jika Ray merasa kaget seperti itu. Apalagi usia Ray masih sangatlah muda, malah dibuat terkejut karena beberapa gelas pecah di hadapannya. Ia sangat menyayangkan sekali akan kejadian itu. Berutung pecahan itu tidak melukai tubuh mungilnya.

Jadi, saat melihat kondisi Ray yang seperti itu. Ify berinisiatif untuk tetap dirumah menjaga anak itu dan menyuruh ketiga sahabatnya untuk segera berangkat ke kampus mereka. Karena jika ia juga memaksakan diri tetap masuk, ia pasti merasa gak tenang.

Lagi- Ify menghela napas, ia menatap Ray yang sudah terlelap digendongannya. Hari masih pagi, pekerjaannya sudah selesai, Ray tertidur, dan ia jadi bingung mau ngapain kala Ray tidur begini.

"Gak terasa ya Ray, ternyata kamu udah berumur satu tahun," gumam Ify.

Ia terus memerhatikan Ray yang terlihat begitu nyenyak. Ray sudah berumur satu tahun, berarti sudah sekitar sembilan bulan ia dan tiga sahabatnya merawat bayi itu. Jika saja waktu itu ia tidak memutuskan merawat Ray, pasti saat ini ia tidak bisa memerhatikan pertumbuhan yang dialami oleh bayi lucu itu.

Dari mulai Ray tengkurap, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Ify gak akan tau perasaan berapa senangnya ia dan tiga sahabatnya saat melihat hal itu. Ia merasa beruntung bisa melihat dan mengalami hal seperti itu di masa mereka masih muda. Berhubung, mereka berempat tidak memiliki kesempatan melihat pertumbuhan anak-anak disekitarnya.

Meski Ify punya dua adik diluar sana, tapi rasanya tetap berbeda saat ia merawat Ray secara langsung seperti ini. Soalnya adik-adik Ify itu, bertemu dengannya saat umur Ify dan adiknya hanya selisih sekitar tiga tahun. Jadi Ify tidak tau pertumbuhan yang dialami adiknya.

"Kalau kamu tiba-tiba diambil ayah kamu gimana ya, Ray?" tanyanya tiba-tiba.

Mendongak, menatap langit-langit rumah seakan menerawang sesuatu. Ia jadi tiba-tiba teringat akan kedatangan seorang pria yang mencari Ray dulu. Meski pria itu sekarang sudah tidak terlihat lagi, tapi Ify merasa ia masih diawasi olehnya.

Jika Ray benar-benar diambil mereka, apa yang harus Ify lakuin? Gak mungkin ia melawan orang yang penuh kekuasaan seperti itu. Tapi, jika ia merelakan Ray. Rasanya berat, karena Ray sudah menjadi bagian hidupnya dan juga hidup ketiga sahabatnya.

Entah kenapa, Ify tiba-tiba berpikiran sampai kesitu. Seolah apa yang tiba-tiba dipikirkan ini akan jadi kenyataan.

"Kak Fy harap, apa yang kakak pikirkan ini gak jadi beneran ya, Ray. Ray juga gak mau pisah dengan kami kan?" gumam Ify ke Ray yang terlelap.

.

.

.

Avrizal menatap Rais dengan dingin. Anaknya sedang ulang tahun, tapi dia sama sekali tidak boleh menyentuh atau pun merayakan hari kelahiran anaknya itu.

Pria itu sama sekali tidak habis pikir dengan apa yang istrinya ini pikirkan. Dia itu kan ayahnya,  meski sempat tidak menginginkan kehadiran bayi itu. Tetep aja anak itu adalah anaknya, tapi malah dilarang-larang gini.

"Sebenarnya apa yang membuat kamu tidak membolehkan aku untuk bertemu anakku itu Rais?"

"Aku hanya tidak ingin kau menyakitinya, itu saja"

"Menyakitinya?" Rais mengangguk, Avrizal menatap Rais tidak percaya, ia tersenyum mirim dan menggeleng. "Alasanmu tidak mendasar," gumamnya.

Rais menghela napas, "itu bukan alasan semata, tapi itu bentuk kekhawatiran seorang ibu. Saat dia belum lahir saja, kau menginginkan anak itu mati. Jadi, jika saat ini aku khawatir kau menyakitinya. Itu tidaklah salah,"

Avrizal terdiam mendengar penuturan istrinya yang memang benar adanya, dulu ia memang tidak menginkan anaknya lahir saat tau Rais hamil. Karena dulu Avrizal juga tidak merasa mencintai istrinya itu.

Tapi itu dulu, setelah Rais pergi meninggalkannya. Ia sadar apa yang dia lakukan selama ini salah, ia juga sadar bahwa kehadiran Rais itu sangat berarti untuknya. Dan karena itu, ia mencari keberadaan Rais tanpa henti. Mengingat istrinya itu tengah mengandung anaknya.

Avrizal menghela napas lelah, "aku minta maaf atas apa yang aku lakukan dulu," ucapnya.

Rais menatap Avrizal terkejut, begitu mendengar ucapan maaf dari pria itu. Padahal setau Rais, Avrizal itu salah seorang pria yang paling anti minta maaf terlebih dulu.

Tanpa Rais sadari, air mata mulai merambati pipinya. Entah kenapa ia merasa terharu, mendengar Avrizal yang meminta maaf dengan wajah sendu. Dari suaranya Rais tau jika pria dihadapannya itu bersungguh-sungguh, matanya juga terlihat memancarkan ketulusan. Benar-benar mengharukan.

Avrizal langsung memeluk Rais saat melihat tubuh wanita itu bergetar karena tangisnya.

"Jika kamu benar ingin memperbaikinya, kita bisa mencoba dengan merawat bayi itu bersama," didalam dekapan Avrizal, Rais bergumam.

Avrizal melepas pelukannya dan menatap wanita itu dalam. Perlahan ia tersenyum, saat melihat Rais tersenyum kearahanya.

"Kalau begitu, besok kita jemput anak kita. Untuk memulai lagi kehidupan keluarga kita, sekaligus merayakan ulang tahun pertama anak kita itu."

Masih dengan senyum Rais mengangguk, Avrizal balas senyum sebelum mengecup kening istrinya itu.

"Ku harap kamu memang berubah Av," batin Rais seraya memejamkan matanya, merasakan kecupan hangat sang suami untuk pertama kali.

.

.

.

Tbc...

Huhu, I am back...

Berapa lama saya menghilang?  Haha

Semoga kalian masih menikmati dan menunggu cerita ini...

Thank's for kalian semua...

Ha ha ha

092819

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang