25

1.5K 95 31
                                    

Ify, Via, Shilla dan Agni dengan kompak menghela napas lega. Setelah seharian menjalani hari yang sangat aneh-- menurut mereka-- akhirnya hari itu terlewati juga. Dan semoga saja esok mereka gak ngalamin hari kayak gitu lagi.

Gila, seharian itu mereka kaya maling sama polisi. Main kucing-kucingan gegara penguntit gak jelas. Beruntung sih pas mereka pulang--dengan selamat sampai rumah-- tuh penguntit gak lagi ngikutin. Makanya sekarang mereka menghela napas lega,  tapi entah gimana dengan besok.

"Inget tadi siang, gue jadi malas sekolah deh Fy. Apalagi kalo inget omongan lo di kantin tadi, rasanya benar-benar gak rela," Shilla membuka suaranya setelah cukup lama mereka berempat saling diam dengan pikiran masing-masing.

Saat ini sudah pukul 21:30, dan seperti biasa mereka akan duduk santai-santai terlebih dulu sebelum mereka memutuskan tidur. Ray sendiri sudah terlelap sangat manis di kamar Ify dan Shilla.

"Iya Fy, meski gue awalnya gak setuju sama Shilla dan keputusan lo waktu itu dan mungkin baru sekitar sebulan kita rawat si Ray. Kalo tiba-tiba dia diambil begitu aja, rasanya gak rela gue. Udah terlanjur sayang kayaknya ini," ucap Agni menimpali

Menyender, Ify mencoba mencerna apa yang keluar dari mulut dua sahabatnya. Tidak hanya mereka berdua, Ify juga gak rela. Tapi, ia juga gak tau harus berbuat apa.

"Tapi, kalo kita gak sekolah besok. Beasiswa kita sayang dong," ditengah-tengah sibuknya Ify memikirkan cara agar Ray bisa bertahan dengan mereka, Via tiba-tiba nyeletuk.

Dari sekian banyak kata yang dikeluarkan oleh Shilla dan Agni tadi, kenapa Via malah memikirkan beasiswa mereka. Padahal masalah tentang Shilla yang malas sekolah, hanya bualan semata. Bukan mau beneran bolos.

Baru tadi pagi, Via nyambung. Eh, malam ini dia loding lagi. Dengan kompak Shilla dan Agni memutar bola mata malas sekaligus gemas. Sudah malam, Via butuh istirahat gak baik juga berpikir keras malam-malam.

"Kita pikirin itu besok aja deh Fy, gimana baiknya nanti. Diomongin sekarang yang ada makin gak nyambung ntar," usul Agni saat Ify masih asyik menyender sambil merem .

"Tidur aja dulu kita, kasihan otak kita Fy. Nanti kayak onoh loading karena banyak pikiran," lanjutnya sambil menunjuk Via-- yang tanpak gak ngedengerin nada sindiran yang keluar dari mulut Agni-- dengan lidah menempel di pipi dalam sebelah kiri. Kebetulan Via duduk disebelah kirinya sedang Shilla sudah terkikik melihat reaksi bingung yang ditunjukkan sahabat chubbynya itu.

Menuruti ucapan Agni, Ify menggeleng seraya berdiri hendak menuju kamarnya.

Otaknya memang perlu diistirahatkan, mengingat bukan hanya Ray yang perlu ia pikirkan. Tapi orang lain juga perlu ia pikirkan, mengingat ia sudah tidak lagi bekerja.

.

.

.

"Kok gue ngerasa ada yang aneh dari para gadis tadi siang ya?" ujar Cakka memecah keheningan diantara ia, Riio, Alvin, dan Iel.

Saat ini mereka berempat sedang  berkumpul di rumah Rio. Mumpung yang punya rumah lagi senggang, emang semenjak mereka masuk sekolah biasa Rio dan Alvin sering punya waktu senggang sih, tapi baru kali ini mereka bisa kumpul di rumah. Biasanya paling kumpul di kafe atau ketemuan dimana.

Alvin,  Rio, dan Iel langsung memusatkan perhatian mereka pada Cakka, saat Cakka tak kunjung membuka suara padahal tadi mereka bertiga denger jelas banget kalo Cakka lagi ngomongin gadis-gadis-- yang sudah mereka bertiga tebak itu Ify cs.

"Kalo ngomong gak usah setengah-setengah kenapa Cak," ujar Iel saat Cakka sama sekali gak buka suara lagi.

Cakka yang awalnya fokus menatap langit-langit kamar Rio, menoleh. Keningnya mengernyit, "emang gue ngomong apa?" tanyanya.

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang