15

2K 112 0
                                    

"Elo yakin Fy, mau ngelakuin itu?"

Ify mengangguk dengan wajah kesal menatap Agni, yang lagi-lagi menjadi cerewet. Dan entah sudah berapa kali ia mengajukan pertanyaan yang sama seperti itu. Saat tadi sore ia bilang, mau berhenti bekerja dikafe agar bisa menjaga Ray tanpa harus merepotkan Bu Mimin pagi sampai malam--kalau mereka berempat sedang bekerja.

"Apa kita gak ada cara lain aja, selain itu?" tanya Agni lagi.

"Ya mau gimana lagi Ag, gak mungkin juga lah kita bawa Ray kerja terus. Di titipin ke Bu Mimin juga gak enak, kita sekolah aja udah titip ke beliau. Masa giliran kita kerja juga nitip Ray ke beliau, meski beliau terlihat senang. Tapi hati manusia siapa yang tau, iya kan?" jelas Ify.

Agni mengangguk. "Iya juga sih," ujarnya seraya menyandarkan tubuhnya disofa.

"Tapi Fy, kita nitip juga gak gratis kan ke Bu Mimin nya. Jadi kita gak perlu ngerasa gitu kali,"

"Ya elo, emang bener Ag. Tetapi tetep aja, kita bayar beliau aja gak tentu kan?"

"Iya Fy, tapi gak harus lo kali yang keluar. Yang pingin ada bayi dirumah ini kan bukan lo," ucapnya masih mencari sanggahan agar Ify membatalkan rencananya keluar dari kerjanya.

"Maksud lo apa Ag? Lo nyuruh gue yang keluar gitu?" Shilla yang sedari tadi diam, akhirnya buka suara saat mendengar Agni membawa-bawa keisengannya waktu itu.

Agni memutar bola matanya. "Gue gak ada bilang lo yang keluar ya, gue cuma bilang yang pingin ada bayi itu bukan Ify. Kenapa harus Ify yang berkorban,"

"Itu sama aja lo ngarep gue yang keluar,"

"Ya, bagus sih kalo lo sadar," ujar Agni acuh.

Membuat Shilla menatap Agni kesal, apa-apa'an Agni ini, tadi kan mereka lagi ngebahas Ify yang berencana mau keluar kerja. Kenapa jadi dia yang disuruh keluar, pikirannya.

Shilla tau Agni itu gak serius ngomong gitu, tapi tetep aja itu menyebalkan.

"Kok lo ngeselin ya Ag," ujar Shilla

"Lah Shil, Agni kan emang udah ngeselin dari sananya kali." Via menyahut polos.

"Apasih Vi, diem aja deh lo kalo gak ngerti,"

Via langsung mengerucutkan bibirnya.

"Apasih kalian, kenapa malah jadi ribut gitu coba." Ify menatap ketiga sahabatnya heran.

"Itu kan bermula dari lo Fy, coba aja kalo lo gak keukeuh mau keluar. Gak bakal juga kita kek gini," ucap Agni

"Maksud lo apa Ag?" Shilla menatap Agni penuh tanya.

"Menurut lo aja sih Shil, dulu yang pingin ada bayi dirumah ini itu siapa? Kenapa harus Ify yang ngorbanin waktunya buat ngurus tuh bayi, padahal yang pertama ngomong gitu kan elo, harusnya elo lah yang berkorban. Bukan Ify,"

"Denger ya Ag, gue emang pingin ada bayi. Tapi, gue gak pernah ada rencana kayak gitu. Gue juga mikir lagi kali,"

"Lagi pula, bukannya ini udah pernah kita omongin ya? sebelum Ify ngasih keputusan mau merawat si Ray."

Shilla menatap Ify dan Agni secara bergantian, ia merasa gak terima kalo ia jadi disalahkan disini.

"Jadi lo setuju kalo Ify keluar kerja, gitu?" tanya Agni

"Gue gak ada bilang, gue setuju Ag. Gue cuma merasa gak suka aja kalo kesannya disini itu, gue yang salah."

Agni tersenyum miring, "gue gak ada nyalahin lo ya Shil, tapi kalo lo nyadar lo salah. Ya, syukur."

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang