Melihat baby Ray yang jatuh sakit, dan betapa khawatirnya Ify dengan bayi itu, membuat Agni jadi geregetan. Saking gregetannya Agni sampai ngomong tanpa henti.Setengah jam sudah sejak Ify, Via, Shilla dan Agni membawa pulang Ray, Agni belum juga berhenti mengoceh membuat Ify, Via, dan Shilla menjadi jengah mendengarnya.
Begitu tuh, kalo gadis tomboy yang rada pendiem sekalinya ngoceh, apa aja di omongin.
Padahal yang ngedengerin enggak paham loh sama apa yang diomongin gadis tomboy itu.
"Ka..."
"Lo, gak bisa berhenti ya Ag?" potong Ify cepat, sebelum Agni semakin menjadi ngocehnya.
"Gak bisa Fy, lo kan tau sendiri gue ini kalo udah ngomong kaya apa." jawab Agni.
Emang iya sih, Agni kalo udah ngomong panjang itu gak bisa berhenti begitu aja.
Terkadang Ify heran, Agni kalo udah ngoceh itu kuat banget bisa galahin Via sama Shilla yang dasarnya cerewet. Tetapi, itu anak kalo udah berhenti ngomong susah juga di ajak ngomong lagi. Mungkin capek kali ya, makanya sampai kebalikannya gitu.
"Kita tau Ag, tapi apa elo gak kasihan sama kuping kita yang udah panas gini?" sahut Via.
Agni langsung menatap Via dengan mata melotot. Niatnya ingin menakut-nakuti, tetapi sepertinya gadis chabby itu tidak terpengaruh dengan tatapan Agni. Buktinya Via malah membalas tatapan Agni dengan tatapan polosnya.
"Melotot gitu, ati-ati tuh mata copot." ujarnya yang sontak mengundang tawa Shilla yang sedari tadi hanya diam.
"Ati-ati Ag, Haha...," ledek Shilla tertawa
Agni mendengus, dan melupakan semua yang mau ia katakan.
Ify menghela napas lega, karena ucapan polos Via dan tawa Shilla akhirnya Agni tidak lagi meneruskan ocehannya.
Dengan senyum tipis Ify langsung mengalihkan perhatiannya yang sedari tadi ia tujukan kepada ketiga sahabatnya, ke arah Ray.
Matanya seketika terbelalak, saat melihat tidur Ray yang mulai terusik karena suara tawa Shilla.
Refleks, tangannya menggelepak tangan Shilla yang kebetulan ada disampingnya.
"Aww..." teriak Shilla ketika merasakan panas ditangannya. Tawanya pun seketika terhenti, dan langsung menatap kesal Ify yang sudah sibuk dengan Ray.
"Enggak usah pake mukul bisa kali Fy," ujarnya dengan muka cemberut.
"Refleks Shil, lagi lu ketawa gak ke kontrol banget. Macam radio yang gak ada pengaturan volumenya," jawab Ify santai, tangannya sibuk menepuk-tepuk bokong montok baby Ray.
Mendengar jawaban Ify yang sangat santai, muka Shilla semakin di tekuk, sedangkan Agni terkekeh karenanya. Dan Via, gadis chubby yang polos menatap ketiga sahabatnya dengan bingung.
Karena tidak menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada di kepalanya, akhirnya Via memutuskan mengedikkan bahunya.
"Masa bodo'lah, enggak penting juga ini pasti." pikirnya.
Ternyata gerak-gerik Via, tidak luput dari tatapan ketiga sahabatnya dan juga baby Ray yang akhirnya melek, gak mau merem lagi. Beruntung demamnya sudah turun.
Mereka berempat sama-sama terkekeh melihat gerak-gerik Via, meski aslinya Ray belum mengerti. Mungkin dia ingin tertawa, yang jatuhnya seperti terkekeh.
Entah tertawa karena apa bayi gembil itu, namanya bayi lihat garis lurus aja dia terkadang tertawa. Padahal kalau dipikir-pikir itu enggak ada lucu-lucunya sama sekali.
Sekali lagi, namanya juga bayi.
--------
Hari berlalu begitu cepat, seperti biasa dirumah Ify, Via, Agni, Shilla pasti selalu saja ada keributan. Tetapi, kali ini bukan karena Via yang frustasi gara-gara ngurusin Ray.
Keributan kali ini itu, gara-gara Ify dan Agni yang memperdebatkan Ray, Agni ngotot tidak mau menitipkan Ray ke tetangganya sedangkan Ify ngotot nyuruh untuk tetap menitipkan Ray kepada sang tetangga.
Terjadi perdebatan sengit, saat itu.
Kata Agni, "Ray itu masih sakit, jadi gak boleh ngerepotin Bu Mimin."
Sedangkan, Ify berpendapat lain. Katanya, "justru karena Ray sakit, peran Bu Mimin itu pasti sangat berguna."
Dan begitu terus sampai akhirnya Shilla dan Via memilih pendapat Ify untuk tetap menitipkan Ray pada Bu Mimin.
Kalah 3:1, Agni pun akhirnya mengalah. Sebenarnya bukan karena kalah sama ketiga sahabatnya sih, Agni memilih mengalah. Tetapi itu karena opini Shilla yang-- tumben bener-- membuat Agni ngalah.
Kata Shilla, "Ray kan masih--kurang lebih-- empat bulan, belum bisa duduk atau berdiri kalo gak dipegangin. Kalo Ray mau dibawa sekolah gimana ngebawanya Ag, kalo anak-anak dan guru tahu kena hukuman kita. Jadi, daripada kita dihukum dan Ray terancam keselamatan dan kesehatannya. Lebih baik, kita titikan saja si Ray ini."
Dan disinilah mereka ahkirnya, dirumah Bu Mimin.
"Bu, kita titip Ray seperti biasa ya,"
"Oh, siap atuh neng." Bu Mimin menjawab cepat. Tangannya pun bergerak untuk mengambil Ray yang sedang tertidur digendongan Ify.
"Oh, iya bu. Tadi si Ray sudah kami kasih obat sama vitamin, makan juga sudah. Paling nanti kalo dia bangun, ibu kasih susu aja ya, susunya ada di tas biasa. Tuh, di taruh di meja sama Shilla," jelas Ify, tangannya juga menunjuk tas khusus untuk Ray.
"Dan, satu lagi bu, ibu nanti enggak perlu kasih Ray makan sama minum obat. Nanti sepertinya kami akan pulang lebih awal," lanjutnya
Bu Mimin mengangguk mengerti. "Sip lah neneng-neneng cantik, pokoknya Ray mah aman." ucap Bu Mimin dengan semangat dan logat khas mirip orang sundanya membuat Ify tersenyum tenang.
Shilla menyikut Agni, "Tuh ag, dengerkan kata Bu Mimin. Ray mah aman," bisiknya meniru logat Bu Mimin.
Agni memutar bola matanya malas. Enggan berkomentar.
"Ya, sudah kalo gitu. Kami pamit berangkat dulu bu, takut terlambat!" pamit Ify yang di jawab anggukan oleh Bu Mimin.
--------
Ify, Shilla, Via, dan Agni yang kebetulan sedang berjalan di koridor mengernyit heran melihat koridor yang tiba-tiba saja menjadi seramai ini, padahal tadi saat mereka sedang di depan mading koridor terlihat sangat sepi.
"Eh, Cha ini ada apaan sih?" tanya Shilla ketika melihat Acha--teman sekelasnya berjalan di depannya.
Merasa ada yang bertanya, Acha menghentikan jalannya. Matanya menyipit saat tahu siapa yang bertanya.
"Oh, itu, katanya akan ada empat anak baru di kelas dua belas. Makanya sekolah jadi seramai ini," jawab dan jelas Acha.
Mendengar itu, dengan kompak Ify, Via, Shilla, dan Agni mengernyit. Anak baru di kelas dua belas? Apa istimewanya sampai sekolah menjadi seramai ini.
"Bukannya itu seharusnya sudah tidak bisa ya, Cha?"
Acha mengangguk, "harusnya emang gitu Fy. Tapi gak tau deh, kenapa ini bisa. Siswa lain aja pada bingung, makanya jadi rame gini."
Mendengar penjelasan Acha, Ify dkk mengangguk.
"Dan ya, gue denger juga ternyata disalah dua dari mereka itu ada artis sama model. Jadi mungkin itu yang jadi penyebab kenapa mereka bisa masuk sini meski sudah kelas dua belas..." cerita Acha lagi membuat Ify cs heran lagi.
"...Kalo begitu gue duluan ya Fy, Vi, Shil, Ag," pamit Acha pada keempatnya.
Dalam hati Acha merutuk, karena harus menyebut nama teman sekelasnya itu satu-satu.
Ify cs menatap kepergian Acha masih dengan kening berkerut, tapi itu tidak berlangsung lama.
Karena setelahnya mereka mengedikkan bahu kompak, mulai melanjutkan langkah yang sempat terhenti.
.
.
.
.
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Love (End) √
Teen FictionAwalnya cuma iseng, eh malah jadi nyata. Shilla iseng ngomong pingin punya bayi, Ify iseng juga menyetujui omongan Shilla. Cuma Agni sama Via yang gak ikut-ikutan setuju. Sebenernya yang gak setuju sih cuma si Agni, kalo Via dia biasa aja. Di bilan...