9

2.1K 133 7
                                    

"Bodoh!!?"

Brak...

Makian yang disertai gebrakan disebuah meja terdengar sangat memekakkan telinga.

Seorang pria muda dengan usia memasuki kepala tiga yang badannya dibalut jas, kemeja serta celana bahan tarlihat menatap tajam tiga pria-- dihadapannya-- yang tengah menundukkan kepala mereka, karena takut.

"Kalian itu benar-benar bodoh, bisa-bisanya mencari satu wanita dengan seorang bayi saja kalian tidak mampu. Kalian ini bisa kerja atau tidak?" tanyanya keras.

Wajahnya yang pada dasarnya sudah keras, semakin terlihat keras kala ia menahan segala emosinya yang akan segera keluar.

"Ma-maafkan kami, tuan." gagap salah satu pria didepannya itu.

Mengepalkan tangan, pria muda itu mengembuskan napasnya kasar.

"Kali ini kalian saya maaf kan, tetapi jika lain kali saya mendengar kabar seperti ini lagi. Kalian akan habis di tangan saya." ucapnya yang penuh akan ancaman.

Ketiga pria itu mengangguk. "Baiklah, kalian boleh pergi." sang pria muda yang kini tengah membelakangi tiga pria itu mengibaskan tangannya, sebagai syarat agar tiga anak buahnya yang sangat bodoh menurutnya itu segera pergi dari ruangannya.

Tidak mau menambah kemarahan bos besarnya, ketiga pria dewasa dengan pakaian hitam-hitam layaknya seorang bodyguard itu pun memilih segera pergi dari ruangan itu.

Setelah mendengar suara pintu yang terbuka dan tertutup, pria muda yang masih membelakangi mejanya memilih mengambil telepon genggam yang berada disaku jasnya. Sepertinya ia hendak menghubungi seseorang.

"Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari wanita licik itu dan juga anaknya." perintahnya pada seseorang di seberangnya.

"...,"

"Jangan tertawa," dengus pria muda itu. "Mereka sama sekali tidak bisa diandalkan, makanya aku menghubungimu."

"...,"

"Iya, pokoknya temukan dulu mereka. Baru aku akan memberikan apa yang kau mau."

"...,"

"Ck, tenang saja. Asalkan mereka berhasil kau temukan terlebih dulu." decaknya. "Seorang Avrizal itu tidak pernah mengingkari kata-katanya,"

"...,"

"Hmm, saya tunggu kabar baiknya."

Tut

Tanpa menunggu orang diseberang sana menjawab ucapannya, pria muda bernama Avrizal itu langsung memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.

Tidak dipikirkan orang disana mungkin sedang mencibir dirinya. Yang terpenting sekarang, apa yang seharusnya menjadi miliknya itu bisa segera menjadi miliknya.

Ya, harus menjadi miliknya. Sebuah senyum miring pun tercipta diwajahnya, saat memikirkan itu.

--------------

Duk duk duk

Suara dentuman dari bola basket yang memantul terdengar begitu jelas di telinga Agni yang tengah memainkan bola orenge kesayangannya itu.

Tidak jauh dari tempatnya bermain, lebih tepatnya dibawah pohon mangga dipinggir lapangan ditinggalkannya Ray disana, sedang dirinya bermain.

Dengan sesekali melihat kearah Ray, Agni tetap terlihat serius mamainkan benda bulat itu. Mendrible, menshoot, dan teknik-teknik lainnya yang ia kuasai. Dikeluarkannya semua teknik itu guna membuang rasa bosan yang ia rasa.

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang