Shiel

897 43 4
                                    

Shilla dan Iel duduk di bangku yang ada belakang rumah. Suasan tanpak canggung, karena keduanya yang masih tetap bungkam sejak kedatangan keduanya sekitar sepuluh menit lalu di belakang rumah.

Shilla menatap lurus ke depan, yang menyajikan pemandangan berupa taman bunga kecil yang selama ini di rawat Ify sejak kepergiannya Ray dulu.

Taman yang ia buat bersama Via dan Agni, dan juga sedikit bantuan dari Rio dkk. Untuk menghibur Ify yang terus bersedih, dan hasilnya cukup memuaskan. Tapi, itu juga menjadi pertemuan terakhirnya dengan Iel. Karena keesokan harinya, Iel tidak terlihat dimanapun.

Mengingat akan itu, gadis cantik ini mengembuskan napas kasar.

Iel melirik gadis disampingnya, saat mendengar hembusan napas kasar dari gadis itu. Ia tau, gadis disampingnya ini pasti ngerasa gak nyaman berdua saja dengan dirinya. Mengingat apa yang sudah laki-laki itu lakukan beberapa tahun lalu, meninggalkan gadis itu tanpa pamit dan juga keputusan.

Memantapkan hati, Iel pun membuka mulut.

"Shil,"

"Iel,"

Tepat saat itu, Shilla pun membuka suaranya. Mereka berdua terdiam dan saling tatap.

"Lo aja duluan,"

"Lo duluan aja,"

Keduanya kembali berbicara bersamaan, membuat keduanya tertawa geli.

"Udah kaya apa aja kita barengan mulu ngomongnya," ucap Iel setelah berhenti tertawa.

Shilla mengangguk setuju, gadis itu masih sedikit tertawa. Hatinya terasa sejuk, mendengar tawa laki-laki disampingnya itu.

"Kalo gitu, lo aja duluan gih!" suruh Shilla setelah tawanya reda.

Iel menggeleng, "enggak, ladies first"

Shilla ikut menggeleng, "lo duluan aja, gue rasa, lo perlu ngejelasin sesuatu"

Iel diam menatap Shilla, gadis itu benar. Ia memang perlu menjelaskan tentang kepergiannya yang tanpa pamit dan juga tentang perasaannya pada gadis itu.

Laki-laki itu menghela napas, menyiapkan diri untuk penjelasan yang mungkin akan panjang.

"Gue gak tau harus mulai dari mana, tapi yang jelas gue emang berniat menjelaskan apa yang terjadi jika takdir mempertemukan kita kembali. Karena takdir sudah mempertemukan kembali, gue akan mulai.

Karena gue gak tau dari mana gue mau mulainya, gue mau minta maaf lebih dulu sama lo." Iel menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, "Maaf karena gue gak ada cerita kalau gue akan pergi, gue sendiri waktu itu gak ada rencana akan pergi semendadak itu. Bokap gue tiba-tiba ngabarin kalau beliau terlibat masalah dengan kliennya yang membuat beliau menyuruh gue segera menyusulnya ke Negara Amerika sana.

Pas gue udah nyusul kesana, ternyata gue disuruh nerusin kuliah gue juga disana. Udah gitu, gue sama sekali gak bisa menghubungi siapa pun yang disini lagi, baik lo atau tiga sahabat gue gak ada yang bisa gue hubungi.

Beberapa bulan setelahnya, gue baru tahu jika ternyata klien bokap gue itu orang tuanya Rey. Dan yang bikin gue pindah pun karena beliau."

Shilla terdiam mendengar penjelasan Iel, ia bisa merasakan betapa bingungnya Iel saat itu. Jika Shilla yang ada posisi itu, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama.

Tangan Shilla bergerak menyentuh tangan Iel dan menggenggamnya seolah memberinya kekuatan.

"Karena gak ada jalan lain selain mengikuti permainan orang itu, dengan terpaksa gue bertahan dalam keadaan itu. Sampai tepat pada saat  hari kelulusan gue, gue denger ada sepasang suami istri terlibat kecelakaan besar--yang ternyata itu kedua orang tua Ray.

Hati gue entah kenapa merasa lega, meski gue juga turut berduka karena dengan itu Ray kehilangan orang tuanya. Gue lega karena dengan itu gak akan ada lagi penghalang untuk ketemu dangan sahabat-sahabat gue lagi terutama lo, Shil" Iel menatap Shilla yang masih menggenggam tangannya.

Ia tersenyum merasa lega mendapat respon baik dari gadis disampingnya. Ia pikir Shilla mungkin gak akan memberi respon seperti ini mendengar penjelasannya.

Shilla tersenyum menatap Iel, hatinya merasa lega sekaligus hangat mendengar penjelasan panjang dari laki-laki hitam manis itu. Dari penjelasan itu, Shilla menangkap jika ternyata perasaan laki-laki disampingnya ini juga sama seperti dirinya. Dan itu berarti perasaannya selama ini tidaklah bertepuk sebelah tangan.

Iel dan Shilla terus saling menatap dan berhadapan dengan kedua tangan saling menggenggam. Keduanya terdiam menikmati keindahan yang tersaji dihadapan masing-masing, menyelami keteduhan dan ketulusan yang terpancar dari mata keduanya.

.

.

Cukup lama keduanya pada posisi seperti itu, sebelum Iel yang lebih dulu memutuskan kontak mata mereka. Pemuda itu menghela napas, seolah tengah mempersiapkan diri. Genggaman tangannya terasa mengerat, membuat Shilla menatap heran Iel.

"Lo baik-baik aja kan, El?" tanyanya dengan wajah khawatir.

Iel menggeleng dan tersenyum, "Gue cuma tiba-tiba gugup aja Shil," jawabnya mungusap tengkuknya yang tidak gatal.

Shilla mengernyit, "gugup?" tanyanya

Iel mengangguk, "iya gugup, hehe" cengirnya

Shilla menatap Iel makin heran. Sedang Iel sendiri tanpak terus menghirup dan mengembuskan napas, mencoba menenangkan diri. Dalam hati Iel bertanya-tanya, "apakah waktu Rio dulu juga begini ya pas mau nembak Ify?"

"Shil," dengan membulatkan tekad, Iel memanggil, mengenggam tangan Shilla lembut dan menatapnya.

Shilla menatap Iel --yang menatapnya lembut-- dengan hati yang berdebar. Entah kenapa ia merasa gugup juga.

"Aku...," Iel terus meyakinkan diri, bahwa ia pasti bisa, "... Aku gak tau harus mulai dari mana, tapi kamu harus tau, bahwa aku mencintaimu," ucapnya lantang

Shilla membelalak, ia menatap mata Iel yang tulus. Tidak ada kebohongan apapun terpancar dari sana.

Ia tersenyum sebelum menjawab, "aku juga mencintaimu, El."

Tanpa pikir panjang, Iel langsung memeluk Shilla erat. Seolah gadis itu akan menghilang jika dia tidak melakukan itu. Shilla sendiri membalas pelukan Iel tak kalah erat. Ia mengusap-usap punggung Iel yang kini tengah membenamkan wajah di ceruk lehernya. Menghirup Wangi yang menguar dari tubuh Shilla.

Tak lama mereka melepaskan pelukan, saling tatap dengan wajah yang terlihat begitu cerah. Mereka tidak menyangka, mereka bisa bersatu juga. Semua berkat Ray.

Bayi itu memang benar-benar pembawa Cinta untuk mereka. Tidak hanya RiFy, Shiel, CAgni, dan AlVia juga merasakan Cinta yang dibawa bayi itu. Setelah bayi itu hadir dikehidupan SMA mereka.

Tidak hanya Cinta, banyak hal juga yang mereka dapat saat masa SMA sejak mereka menemukan bayi Ray. Yang jelas mereka tidaklah menyesal, melainkan mereka sangat bersyukur akan hal itu.

Bersyukur sekali...

.

.

.

End

Tangan saya gatal, dari kapan tau pingin buat ini.

Daripada ini part gak jadi, akhirnya saya putuskan buat nerusin part ini dan publis.

Btw ini masuk ekstra part ya, bukan sequel atau apa... Hehe

Untuk sequel keknya saya gak bisa buat ya, karena saya bingung mau gimana lagi jalan cerita mereka itu.

Sempet sih pingin bikin yang manis2nya aja tentang mereka, tapi... Saya bingung mau saya tulis di lain buku, atau di sini saja ya?

Ayok, mbok ada yang mau ngasih saya saran, saya tampung dengan senang hati...

Terimakasih untuk dukungannya sejauh ini, oh iya promo dikit bolehlah... Baca juga cerita baru saya ya... Hihi

Sekali lagi terimakasih...

06242020

Min_Tia

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang