18

1.7K 107 11
                                    

"Pengumuman, bagi Difyna Azura, Kaishilla Evanda, Chalista Avriani, Rosalin Agnistia, Azrion Fernandes, Ralvino Pradipta, Attala Arcakka, Sabriel Pamungkas diharap untuk segera ke ruang kepala sekolah. Saya ulangi, nama yang telah saya sebut diharap untuk segera ke ruang kepala sekolah. Terimakasih,"

Ify, Via, Rio, dan Alvin saling tatap saat sebuah pengumuman menggema diseluruh spiker yang ada disekolah.

"Itu yang tadi disebut nama kita ya, Fy?" tanya Via

"Menurut lo? Emang nama lo siapa?"

"Chalista Avriani,"

"Terus, nama gue siapa?" tanya Ify.

"Lo lupa nama sendiri Fy?" Via menatap Ify polos. "Nama lo kan, Difyna Azura,"

"Jadi, tadi itu nama kita bukan, yang disebut?"

Via menaruh tangannya dibawah dagu, seolah berpikir. "Kayanya, nama kita deh Fy," ucapnya dengan polos, Ify jadi gregetan dibuatnya.

"Ya! Itu emang nama kita, dodol!!" gregetnya

Via nyengir. "Berarti kita harus ke ruang kepala sekolah sekarang ya Fy,"

"Tahun depan Vi, ya iyalah sekarang. Lo udah sehat kan?"

Via mengangguk. "Udah kok, tapi bantuin turun yak," ucapnya menyodorkan tangan minta bantuan turun dari ranjang uks yang cukup tinggi.

Ify menghela napas, kalo gak inget Via yang juga takut tinggi selain takut hantu. Gak mau Ify bantuin tuh anak, ya kali jarak tinggi beberapa senti dari lantai aja takut, padahal sudah ada pijakan biar mudah naik dan turun. Tetapi, namanya juga takut mau dikasih kemudahan kaya apa ya, tetep aja takut. Akhirnya Ify pun membantu Via turun.

"Eh, tunggu deh Vi," Ify menghentikan langkahnya yang hampir sampai pintu saat mengingat Alvin dan Rio masih berdiri ditempatnya. "Kalian berdua juga dipanggil kan?" tanyanya menatap dua pemuda itu.

Alvin dan Rio menggangguk.

"Tapi kok kalian belum pergi?" tanya Ify.

"Ini kita mau pergi, kalian jalan duluan aja. Kita berdua nyusul dibelakang kalian," ucap Rio.

Ify menatap Rio dan Alvin heran. Mengangkat bahu, Ify mulai berjalan duluan seraya menggandeng tangan Via yang juga ikut berhenti tadi.

Hening...

Mereka berempat berjalan di koridor menuju ruang kepsek dengan hening. Beruntung saat mereka dipanggil, kelas belum masuk. Jadi perjalanan itu tidak terlalu sunyi karena masih ada beberapa siswa yang berkeliaran disekitar koridor.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai juga didepan ruang kepsek. Tepat saat itu, mereka juga berpapasan dengan Iel, Cakka, Shilla, dan Agni yang juga datang bersamaan, sepertinya.

.

.

.

Braak...

Sebuah bola basket terlihat memantul dan menabrak ring dengan keras, saat Agni melemparkan bola orange itu dengan kasar. Emosinya saat ini sedang tidak bisa terkontrol, dan untuk menenangkannya Agni biasa memainkan benda berbentuk bundar dan berwarna orange itu. Itu adalah bentuk pelampiasan yang sangat berguna menurut Agni, daripada ia harus memukul orang atau melukai diri sendiri. Tetapi, entah kenapa saat ini. Permainan itu tidak bisa membantu Agni sama sekali, bukannya mengurangi emosinya, bermain basket seperti ini dilapangan autdoor FS malah membuat emosinya semakin gak karuan.

Agni terduduk ditengah lapangan dengan tampang kusut, rambut pendeknya yang biasanya rapih, kini terlihat sangat berantakan kerana di acak-acak dan terkena keringat. Baju seragamnya juga tanpak basah karena keringat, napasnya pun terdengar tidak beraturan. Itu semua karena rasa yang ada didalam dirinya sangat terasa nano-nano. Komplikasi sekali, sedih, kesal, marah, lelah, pusing, ah, pokoknya beraneka ragam rasa yang tengah ia rasa saat ini.

Baby's Love (End) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang