R12

4.3K 684 24
                                    

Rafa melihat Catherine dan Nino menghampirinya di daerah pemakaman. Rafa langsung memeluk Cathrine dan Nino bersamaan. Selama 4 tahun ini Rafa hanya berbagi dengan kedua orang ini untuk menceritakan masalah atau sesuatu yang menganggu pikirannya.

Rafa juga bercerita tentang kesehatan papa yang semakin menurun maka dari itu Cathrine menyuruh Rafa untuk kembali ke Jakarta untuk menjaga papa.

"Yang sabar ya? Bokap udah tenang dan udah nggak sakit."

Rafa mengangguk, Rafa sudah meengikhlaskan papa untuk pergi. Yang Rafa sayangkan hanya, papa sama sekali tidak menitipkan pesan terakhir atau apapun. Semua seperti papa yang sakit pada biasanya. Meskipun dokter mengatakan kesehatan papa memburuk, tetapi Rafa tidak pernah membayangkan papa akan pergi begitu saja.

Beberapa tahun ini papa sering drop seperti ini dan dokter selalu mengatakan hal yang sama, jadi Rafa kira sama seperti biasanya ternyata memang perjuangan papa sudah berakhir. Inilah titik dimana ia menyerah akan kehidupannya dan memilih untuk pergi.

"Iya, Nek. Papa udah tenang deh disana. Jangan nangis-nangis terus, shay." Ucap Nino.

Nino ini termasuk sahabat baik Rafa juga, jika Cathrine sedang tidak ada Nino lah yang selalu membantu Rafa selain sikapnya yang sedikit kemayu, Nino juga termasuk asisten Rafa dan Cathrine di butik.

"Iya, Thanks. Gue udah ikhlas kok Cuma masih nggak percaya aja."

"Nih, gue bawain Nino import dari Malaysia biar bisa hibur lo." Ucap Cathrine.

Aku tersenyum, "Repot banget. Berat gini kesian dibawa-bawa." Ucap Rafa.

"Neek, jangan sedih lagi ya. Nggak tega gue liat lo nangis-nangis terus. Waktu kangen babang sesemantan aja gue udah nggak tega. Apa lagi sekarang." ucap Nino cukup keras.

Membuat Rafa harus melihat sekeliling takut jika Rafael bisa mendengar kata-kata Nino yang sedikit vulgar dan seketika itu juga Rafa melihat Kendra yang sedang duduk ditemani oleh Rafael dan cukup jauh dari tempat Rafa sekarang.

Cukup lama Rafa tidak melihat Kendra, laki-laki semakin terlihat menarik bahkan sekali lihat saja Rafa sudah jatuh ke dalam pesonanya lagi.

Tidak, Rafa sudah belajar untuk merelakan jika Kendra dengan Anggun. Mungkin di dasar diri Rafa, Nama Kendra masih ada tetapi Rafa sudah bisa untuk menahan perasaannya sendiri. Lagipula Kendra pasti sudah menikah dan bahagia dengan Anggun.

Seketika itu juga pandangan mereka bertemu, Rafa tersenyum tulus pada Kendra dan itu terlihat oleh Nino.

"Jadi itu, shay babang sesemantan?"

Rafa berdecak dan tidak bisa menjawab.

"Ganteng sih, Neek. Tapi, gimana sama si Alfred? Doi juga baik sama lo udah gitu tulus banget sama lo."

Alfred. Laki-laki yang benar-benar mengajak Rafa serius selama Rafa berada di Malaysia. Laki-laki itu bahkan langsung melamar Rafa tanpa mengajaknya pacaran terlebih dahulu.

Alfred juga yang selalu menemani Rafa ketika Rafa lembur, beli kain dan lainnya. Padahal Alfred cukup sibuk dengan bisnisnya.

"No, jangan rasukin Rafa lagi. Kasihan kan."

Nino tertawa, "Kalau emang si Rafa masih doyannya sama sesemantan, Alfred yang bersinar kaya bintang juga nggak dipeduliin. By the way, mana orangnya? Biasanya nomor satu dia kalau urusan lo, nek."

"Lagi di Hongkong – Jepang – Korea. Kan baru buka cabang disana." Ucap Rafa.

"Lo nggak bilang tentang ini ke dia, nek?"

Rafa menggeleng, "Ngapain?"

"Ya ampun, Nek. Meskipun dia jauh bukan berarti lo nggak kasih kabar dong."

"Gue nggak mau dia balik karena hal ini dan ganggu kerjaannya dia, No."

"Kerjaan nomor dua, hati nomor satu."

"No." Ucap Rafa pelan. Nino sudah hapal suara Rafa yang seperti ini. Nino langsung diam dan disambut tertawa Cathrine.

Rafael mendekat kearah kami dan menyapa. Rafa menggenalkan Nino dan Cathrine secara langsung karena selama ini mereka hanya melihat Rafael dari skype.

"Kamu samperin Kendra dulu gih. Kayanya kamu perlu nemenin dia bentar."

Rafa mengangguk, lalu berjalan mendekat kearah Kendra yang sedang minum air mineral.

"Hai. Thanks udah dateng ya." Ucap Rafa.

"Hai. Udah kewajiban aku datengkan? Turut berduka." Ucap Kendra sambil tersenyum.

Rafa mengangguk, "How's life?"

"Baik. Semua baik." Ucap Kendra. "Cuma Ibu lagi dirawat makanya nggak bisa datang."

Rafa kaget mendengar berita bahwa Ibu masuk rumah sakit. "Kok bisa?"

"Ibu pingsan setelah denger papa meninggal. Langsung drop, makanya nggak bisa kesini."

"Terus gimana keadaannya?"

"Dokter masih periksa karena keadaannya belum stabil sampai sekarang. kemungkinan jantungnya bermasalah lagi."

"Nanti aku jengguk Ibu. Besok mungkin, tunggu semua urusan selesai."

"Take your time. Ibu aku nggak kasih pulang sampai keadaan stabil kok."

Rafa mengangguk. Kabar yang ia dengar benar-benar mengganggu pikirannya. Biar bagaimanapun Rafa juga tidak ijin pada Ibu jika ia ingin pergi ke Malaysia tanpa pamit dan kabar.

Sekarang Ibu pasti marah padanya.

"Nggak usah khawatir. Ibu tau kamu sekolah disana. Rafael udah bilang." Ucap Kendra seakan bisa membaca pikiran Rafa.

"Aku Cuma nggak enak aja selama ini aku nggak pernah kasih kabar ke Ibu."

Kendra tersenyum, senyuman yang membuat Rafa selalu mampu luluh.

"Ibu pasti ngerti. Lagipula Rafael selalu cerita kok ke Ibu tentang kamu apalagi kalau kamu masuk majalah. Ibu udah sorak kegirangan padahal bukan dia yang masuk majalah."

Rafa tersenyum, papa dan mamanya juga seperti itu. Sewaktu Rafa bilang dirinya masuk majalah fashion, mereka bersorak kegirangan bahkan membeli beberapa majalah itu padahal dengan edisi dan majalah yang sama.

"You did a great job, Fa." Ucapnya lagi.

"Thanks."

*

"Fa. Kamu di Jakarta dulu aja ya?" ucap Rafael sesampainya di rumah. "Temenin mama, kasian. Mama masih labil."

Rafa mengangguk, "Iya. Cath kasih aku waktu di Jakarta sampai aku mau bener-bener stabil disini."

Rafael mengangguk, "Mereka udah ke apartemen?"

Rafa mengangguk, selama Cath dan Nino di Jakarta mereka akan tinggal di apartemen Rafael yang dulu Rafa tempati. Ternyata apartemen itu tidak dijual oleh Rafael.

"Kamu disini aja gimana? Merintis karir disini?"

"Tadi Abang Cuma minta sampai keadaan stabil, sekarang minta aku disini aja."

Rafael tertawa mengacak rambut Rafa yang sekarang panjang dan diwarnai coklat.

"Ya namanya juga usaha kan? Siapa tau kamu mau disini aja, liat kesungguhan si Alfred serius nggak nyusul kamu kesini. Ngomong-ngomong mana dia?"

Rafa berdecak, "Jangan bawa-bawa Alfred deh. Aku nggak kasih tau dia sama sekali tentang papa."

Rafael menarik napas, "Aku nggak tau hubungan kalian gimana, yang pasti kalau kamu kabarin ini ke dia. Alfred pasti merasa kamu hargai." Ucap Rafael lalu pergi meninggalkan Rafa sendiri. Rafa menutup matanya. Memikirkan ucapan Rafael, ia tidak ingin membuat Alfred berharap tetapi tidak ingin membuat Alfred merasa tidak dihargai.

Perlahan Rafa mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan untuk Alfred mengabarkan kabar duka ini.

LacunaWhere stories live. Discover now