"Perkenalan adalah cara mengawali cerita itu sendiri."
"Nama Gana Abimanyu Gutama. Umur 17 tahun. Tinggi 173 cm, berat 60 kg. Anak tunggal dari pasangan Galih Gutama dan Liana Livana Gutama. Alamat rumah Perumahan Candra Kirana Blok D nomor 12. Hobi basket. Selalu masuk tiga besar dari urutan belakang."
Cowok itu mendengus. Ia seolah sedang disurvei oleh petugas Sensus Penduduk.
"Udah?" tanya cowok tu menaikkan kedua alis. Sepertinya cowok itu mulai jenggah.
Dia langsung menggeleng cepat. Cewek berpita merah dengan rambut tergerai itu kembali mengetuk-ketuk dagu dengan telunjuk.
"Hm." Jedanya menatap atas mencari jawaban. "Terkenal dingin, jutek, judes, hobi ngelayap sampek di suruh tidur di luar sama orang tua dan suka ngelakuin hal gila."
"Ada lagi?" tantang cowok bernama Gana.
"Punya dua sahabat, em-" Kini cewek berpita merah mendekat pada dua cowok yang berdiri di antara Gana. Ia membaca nama di almamater warna abu-abu.
"Kak Tio sama kak Agra," terusnya.
"Sedetail itu lo tau tentang gue?"
Dia menggeleng. Wajahnya berubah murung. Bibir sedikit mengerucut.
"Sebenarnya masih banyak sih cuma mulut aku udah pegel. Lanjut nanti aja ya?"
"Serahmu!" ketus Gana.
Seolah tidak peduli dengan sikap acuh Gana dia mengulurkan tangan.
"Kenalin nama aku Tere Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5," Senyumnya semakin mengembang.
Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya. Ia datang dengan tiba-tiba langsung menghadang dan mengoceh seenak jidat.
"Aku suka makan cokelat sama jus manggis," terus Tere mengembangkan senyum. Gadis dengan wajah mungil dan warna bibir yang sudah merah tanpa polesan lipstik.
Gana menaikkan satu alis.
"Terus apa gunanya buat gue?"
Tere kembali terkekeh.
"Ya kali aja kakak berniat beliin gitu. Kan lumayan dapet gratisan," tutur Tere jujur tanpa malu.
Di sisi lain Gana sungguh ingin memasukkan Tere ke dalam kotak dan mengirim ke Samudra Hindia. Tere berhasil membuat jengkel. Sejak awal masuk memang Tere selalu mengusik kehidupan Gana. Tepatnya saat hari pertama masuk SMA Cakrawala dimana Tere tiba-tiba menghadang dan memberikan sekardus kue bolu. Menurutnya Tere sedikit tidak waras. Dan ternyata ketidakwarasan Tere semakin menjadi saat acara kemah.
"Harus segitu panjangnya lo kenalin diri?"
Pertanyaan kini datang dari Agra, si cowok paling usil dan humoris. Wajah Agra lumayan tampan dengan sedikit percikkan wajah-wajah Arab. Tere menoleh pada sumber suara. Seolah ingat sesuatu ia mendekati Agra. Tere kembali membaca name tag milik Agra.
"Kakak namanya Agra?"
"Iya kenapa emang?"
Tere manggut-manggut dengen ekspresi kaget.
"Oo jadi ini rengkarnasi dari ayah Agra ya," gumamnya masih sibuk mengangguk-anggukan kepala.
"Ayah Agra?" beo Agra tidak paham.
"Iya kak. Itu loh yang di serial televisi vampir. Yang." Jedanya menunduk lantas.
"Aauuuu!" lolong Tere.
Sungguh, kelakuan Tere membuat Gana, Agra dan Tio geleng-geleng kepala malu sendiri.
"Bener kan?" Mata tere kembali menyipit. "Tapi kok rambut kakak ada ya. Seharusnya kakak itu botak biar sama kayak ayah Agra bapaknya Tristan sama babang Digo," tuturnya polos.
"Korban sinetron!" ketus Gana dengan tatapan tidak suka.
Bukan marah Tere malah membulatkan mata serta membuka seikit mulutnya, kaget.
"Ih! Iya! Tau banget sih kalo aku korban sinetron. Kelihatan banget ya?"
Cukup. Tere kelewat batas. Gana tidak punya waktu mengurusi cewek aneh seperti Tere.
"Minggir!"
Gana berjalan melewati Tere.
"Eh! Kakak mau kemana? Aku belum tuntas nih," cegah Tere kembali menghadang.
"Apanya?"
Kini emosi Gana mulai terpancing. Tere mengeluarkan ponsel dari saku almamater.
"Minta Id Line dong!"
"Ha?" beo Gana kaget. Sungguh, tidak ada orang yang berani meminta Id Line Gana selama ini.
Tere berdecak. "Dih tuli ya? ID LINE KAK GANA!" teriak Tere cukup mampu membuat telinga tiga cowok itu berdenging.
"Buset! Toa!" kata Agra berkacak pinggang.
"Gak punya!"
"Ha? Gak punya?"
Kini Tere menggelengkan kepala.
"Ck memprihatinkan ya. Padahal ganteng, kaya, meski isi otaknya setengah-setengah. Tapi gak punya ponsel ya?"
Ia menepuk bahu Gana.
"Yang sabar ya kak. Ini ujian."
Bengong. Apa yang dikatakan Tere di luar dugaan. Saat orang normal ditolak seperti itu mereka akan mundur. Ini malah mengatai. Di saat emosi Gana sudah naik turun dua sahabat Gana menahan tawa yang sudah ingin meledak. Baru kali ini ia dijatuhkan sampai bawah. Bahkan terasa diinjak-injak.
"Perkenalannya udah dulu ya kak. Soalnya aku harus bangun tenda."
"Dah kak!"
Tere berlari meninggalkan mereka. Belum sempat Gana menghela napas Tere berlari kembali mendekat.
"Apalagi?" geram Gana.
"Satu lagi." Ia mendekat serta sedikit berjinjit. "Kakak itu gak bisa move on sama mantan kakak yang jadiannya cuma satu jam lebih dua puluh tiga menit sebelas detik."
Tere menepuk bahu Gana sebelum pergi.
"Sabar ya kak aku doain semoga kakak cepat move on. Gak baik loh mikirin pacar orang."
Pecah. Tawa Agra dan Tio sudah tidakk bisa dibendung. Kalian tau sendiri kan bagaimana jika sudah disinggung soal mantan? Apalagi tentang belum bisa move on. Tangan Gana mengepal. Ia sangat ingin menonjok orang saat ini.
"Panggil aku TERE! Bukan TERI. Apalagi ISTRI SAYANG!" teriak Tere dari kejauhan dengan senyum yang sejak awal terus mengembang.
"Istri sayangnya nanti aja nunggu sah ya kak."
Dia yang selalu melukis senyuman. Dia yang selalu membawa tawa. Dia yang selalu ramai dengan celotehan. Membawa warna tersendiri dan akan mengisi bagian tersendiri dengan cara dia sendiri. Dia satu dari satu milyar keindahan di dunia.
"Cewek sinting!"
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY TUNE
Teen Fiction"Kenalin nama aku Tere Felecia Agnibrata. Umur 16 tahun. Tinggi 159, 4 cm. Berat 49 kg. IPA 5." Gana mengernyit, dibuat semakin tidak mengerti sebenarnya siapa cewek yang ada dihadapannya yang mengoceh seenak jidat. "Aku suka makan cokelat sama jus...